Arwah Leluhur

1.4K 166 4
                                    

Matahari mulai menyingsing namun terhalang lebatnya pohon-pohon besar nan kokoh di
sekitarnya. Jiwana terus berkeliling melihat lebih detail tempat ini. Mengamati dan memikirkan apa saja yang bisa mereka manfaatkan untuk meningkatkan pundi-pundi uang mereka.

Setelah Pieter pergi dari hutan keramat, Jiwana segera ditugaskan untuk mengamati lebih jauh daerah hutan dan mencari gundik dengan segera. Hal ini membuat Jiwana harus menginap di hutan untuk beberapa hari ke depan.

Saat ia berkeliling dan mengamati area hutan dengan lebih teliti, matanya lagi-lagi tertuju pada satu titik, yaitu batu besar yang ia lihat kemarin. Namun pemandangan hari ini sedikit berbeda, terdapat seorang laki-laki berpakaian hitam menghadap Sang batu, sambil menyatukan tangan menyentuh dahinya. Sesekali ia akan bersujud dan melakukan penyembahan kepala batu besar tersebut.

Jiwana tau apa yang dilakukan laki-laki itu. Gerakan semacam itu merupakan ritual yang sering ia lihat dan dengar. Ritual penyembahan untuk meminta sesuatu atau biasa orang sebut sebagai pesugihan.

Namun ini pertama kalinya Jiwana melihat pancaran energi yang begitu kuat mempengaruhi batinnya saat ini. Ia pun terus menatap orang itu sambil menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

'apa yang sedang kamu lihat anakku?'

Mata Jiwana langsung melotot kaget. Suara itu terdengar lembut dan mengayomi namun berhasil membuat bulu kuduknya berdiri. Suara itu terdengar di telinga kirinya, sangat jelas dan mengerikan. Ia pun langsung kaku dan tak berani menoleh.

"Saya hanya datang untuk melihat-lihat. Saya mohon maaf kepada Dewi jika merasa terganggu dengan kedatangan saya," ucapnya halus.

'bagus tutur bagus kata. Siapa namamu anakku?'

"Nama saya adalah Jiwana."

Setiap kata yang Jiwana ucapkan, telah diatur sedemikian rupa. Keringat dingin mengalir di dahi serta punggung nya. Ia sadar dan ia tau bahwa menyinggung arwah leluhur ratusan tahun seperti ini adalah sesuatu yang tidak boleh ia remehkan.

Pancaran energi berhasil menusuk setiap sendi miliknya. Ini merupakan salah satu siksaan berat untuk seseorang yang memiliki kelebihan seperti Jiwana. Ia sangat peka terhadap perubahan energi yang ada di sekitarnya. Hal tersebut terkadang membuat otot-otot di tubuhnya menjadi kebas dan kesakitan.

Menyadari aura ketakutan dalam diri Jiwana, wanita itu semakin gencar melayang di belakang Jiwana.

'jangan takut anakku. Saya tidak akan memakanmu mhihihi.'

Tawa gadis itu terdengar jelas, membuat sekujur tubuhnya semakin kaku. Dari sudut penglihatannya tampak jelas penampakan gadis itu. Jika ia menggambarkannya, sosok tersebut tampak seperti seorang Dewi. Bangsa Tiongkok sering menyebut kecantikan semacam itu sebagai kecantikan yang mampu menjatuhkan negara.

Paras rupawan yang tak pantas disandingkan dengan para bangsawan wanita Belanda. Wajah ini adalah wajah gadis pribumi dengan pesona Dewi yang mengelilinginya. Jika ia lupa bahwa sosok ini bukanlah manusia, mungkin ia telah bersimpuh meminta untuk dinikahi.

Namun ia masih waras dan berakal. Masih ingin memiliki anak dan cucu yang nyata. Bahkan secantik apapun yang dimiliki oleh roh leluhur ini, ia tidak akan tergoda. Ia masihlah seorang kesatria dengan harga diri yang pantas. Pantang baginya untuk jatuh pada pesona mahluk yang berbeda alam.

'apa yang kamu bawa? Tidak ingin berbagi pada ibumu?'

Arwah leluhur memang sering memanggil dirinya sendiri sebagai seorang ibu, ayah bahkan kakek dan nenek. Wajar saja karena mereka memang berumur ratusan hingga ribuan tahun. Hal itu membuat Jiwana semakin berhati-hati dalam berbicara.

(END) Give me your soulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang