Di kota Yogyakarta yang selalu di kabuti oleh kenangan dan selalu menciptakan rindu, di kota ini lah awal aku mengenalnya. Kota Yogyakarta yang memberikan berbagai cerita dari luka juga bahagia.
*********
Aku seorang mahasiswa sastra di salah satu universitas swasta ternama di kota ini, selain menjadi mahasiswa aku juga bekerja sampingan mengantarkan catering makanan untuk mendapatkan uang tambahan.
Pagi itu saat matahari baru saja memunculkan sinarnya dan mahasiswa-mahasiswi sibuk merapihkan dirinya untuk beraktivitas, aku masih termangu di atas kasur tipis, di kamar bersegi 4x2, pakaian berantakan dan buku-buku di mana-mana bagaikan seseorang yang sedang putus asmara. Lalu hpku berdering ada panggilan telepon dari seseorang yang memesan catering dari sekolah SMP di daerah Jakarta, sedang berkunjung ke kota Yogyakarta dalam acara perpisahan anak kelas tiga. Kemudian aku bergegas mandi dan pergi menemui seseorang untuk mengantarkan pesanan catering tersebut. Melewati jalan-jalan kota Yogyakarta dengan suasana riang dan penuh dengan semangat aku menuju Edu hostel dengan membawa catering pesanan yang telah dipesan, di sana aku melihat sesosok wanita berkaca mata sedang berbincang di depan beranda hostel, dua bola mataku tertuju satu arah kepadanya dalam hati bertanya "siapa wanita itu?" berlalu begitu saja tanpa dia tahu. "Keberanianku selalu ciut kepada wanita" dalam pikiranku.Semua tidak berhenti sampai disitu, aku meminta nomer hp wanita tersebut dengan perantara seseorang, namun aku kecewa saat aku tahu dia sudah ada yang punya dan katanya ingin menikah, "pantas saja saat aku berusaha menchatingnya melalui aplikasi WhatsApp hanya di diamkan" dalam benakku, hingga semuanya pupus dengan tanda tanya.
****************
Waktu berlalu begitu cepat sampai akupun tak mengenal wanita itu lagi, dengan melewati wisuda sarjanaku, hingga akhirnya aku pulang ke kampung halaman Gondrong petir namanya perbatasan antara kota Jakarta dan kota Tangerang yang begitu kurindukan. Di kota inilah ceritaku menemukan jalannya kembali. Aku beberapa bulan baru lulus kuliah diamanahkan untuk menjadi gaet untuk perpisahan anak SMA pergi ke kota asal di mana aku mendapatkan gelar sarjana. Aku tidak terlalu kaget saat melihatnya, karena aku tahu ia mengajar di sini, namun aku berpura-pura seperti seseorang yang baru saja mengenal dan bertemu, kekawatiranku hanyalah takut kalo ia mengenaliku. Kekawatiranku masih berlanjut saatku tahu ia satu bus denganku saat berangkat ke kota Yogyakarta, dalam hatiku berbisik "untung dia sama sekali tidak mengenaliku". Disitu pula aku tahu laki-laki yang bersamanya di bus dan selalu bersamanya di kota Yogyakarta adalah lelakinya, dalam pikiranku. "Ohh itu seseorang yang 2 tahun lalu, kata ibu x, pacarnya dan katanya ingin menikah".
Aku biasa-biasa saja, dan sama sekali tidak ingin menaruh harapan dan itupun sudah berlalu cukup lama menurutku, kemudian akupun tak berharap jika bertemu kembali. Di malam saat akan kembali ke kota Jakarta, bus berhenti di tempat istirahat untuk isoma. Pada malam hari dalam udara sejuk dan begitu syahdu dengan bulan, bintang juga biru langit menjadi saksi bisu, ia menegurku dengan kata basa-basi, akupun menjadi makin kawatir "wah jangan-jangan ni orang kenal gua" dalam pikiranku. Ternyata pikiranku tak sesuai, ia menegur hanya untuk berkenalan saja. "Alhamdulillah" dalam hatiku.Pasca menjadi gaet aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk bertemu kembali. Namun takdir berkata lain, aku bertemu dengannya kembali, bahkan sampai aku menjadi teman dekatnya.
(Aku jadi tertawa sendiri jika mengingatnya, karena itu akhirnya aku putuskan menuliskan cerita ini untuk di baca olehnya, agar punya teman tertawa. Wkwkwkwk)
YOU ARE READING
Perjalanan Tanpa Ujung
Short Storyperjalanan tanpa ujung adalah judul kumpulan cerpen yang nantinya akan melahirkan cerita-cerita pendek tentang sebuah perjalanan penulis ini sendiri yang dibantu dengan imajinasi fiksi dari penulisnya.