8. Temu Kangen

3.1K 236 0
                                    

"Si Bri gak ada?"

"Eh, iya bener. Ke mana tuh?"

"Lah, gue pikir dia bareng lo First!"

"Kagak anjir. Berangkat sendiri dia bilangnya."

"Ya udah tungguin aja, kena macet kali."

"Coba lo tanyain deh! Sampai mana dia?"

Perbincangan tersebut terjadi di salah satu sudut area outdoor sebuah kafe. Lima orang duduk bersama melingkari meja bundar berbahan dasar kaca. Ssing, Gawin, Pluem, Puimek, dan First. Itulah mereka.

First baru saja datang. Teman-teman yang lain berekspetasi bahwa Bright akan datang bersamanya malam ini. Namun ternyata, dirinya hanya membawa jiwa dan raganya sendiri.

"Iya iya bentar. Gue duduk dulu," ucap First kemudian mendudukan diri di salah satu sofa empuk bersebelahan dengan Pluem. Ia mengeluarkan ponselnya.

"Cari gue?"

Baru saja First akan mengetuk kontak yang bersangkutan di ponselnya, Bright muncul dari arah parkiran sepeda motor, memasuki kafe dari pintu belakang. Ia menyapa teman-temannya dengan suara datar, seperti biasa. Sebuah jaket coklat berbahan beludru tersampirkan di bahunya.

Puimek yang pertama kali menyadari kehadiran Bright. Ia duduk berlawanan arah dengan pintu sehingga otomatis dialah yang pertama kali tahu.

"BRIGHT VACHIRAWIT KESAYANGAN PUIMEK!" serunya heboh seraya berdiri kemudian memeluk badan Bright yang tinggi semampai. Karena pelukan yang tiba-tiba itu, Bright tak bisa menolak. Ia hanya menghela napas kemudian memeluk balik Puimek dengan melingkarkan salah satu tangan di pinggangnya. "Kangen banget gue sama lo, Bri!"

"Lo tega ya, Puims. Gue barusan dateng tadi gak ada tuh acara peluk-pelukan," ujar First mencibir. Hanya bercanda.

Puimek yang masih memeluk Bright hanya menjulurkan lidah pada First. Mengejeknya.

Pluem menepuk bahu First. "Yang sabar ya, gue dipeluk soalnya."

"Gue juga," tambah Gawin yang duduk di seberang Pluem dan First.

"HAHAHA CUMA LO YANG NGGAK!" Sudah bisa dipastikan, ini dari Ssing.

"Ah, pulang lagi aja gue," ucap First seraya berdiri, berpura-pura pergi. Wajahnya menampakkan ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Sedih sekali nasib hidup—ADUH!"

Seseorang memukul badan First menggunakan bantal sofa, Gawin. "Hidup lo kebanyakan drama cok," tanggapnya jengkel.

Sudut bibir Bright naik sedikit. Diam-diam ia rindu juga dengan kebersamaan perkumpulan mereka ini. Ia melepas pelukan di pinggang Puimek kemudian menepuk pelan bahunya. "Peluk First sana."

Puimek tertawa kecil kemudian melepaskan pelukannya. Ia menoleh pada First dan membuka kedua lengannya. "Iya deh, sini bocah kecil peluk dulu sama Mama!"

First memutar bola matanya tetapi tersenyum juga ketika ia memeluk Puimek. Bright yang melihat kedua temannya berpelukan hanya bisa menggeleng kemudian duduk di salah satu kursi kayu yang tersedia di sebelah sofa-sofa empuk.

"Nah dah lengkap semua. Pesen sekarang ya?" tanya Pluem.

"Yok lah. Cacing di perut gue dah bergerilya," jawab Ssing sambil menepuk-nepuk perutnya.

"Aelah bilang aja lo sengaja gak makan dulu di rumah. Ngaku lo!" sahut First kemudian melempar selembar tisu ke arah Ssing.

"Ye sok tau!" Ssing terdiam sebentar. "Tapi bener sih, hehe."

Tisu yang dilempar First tadi tak mengenai Ssing namun terbang menuju lantai di sebelah kaki Bright. Ia meraihnya kemudian menaruh tisu tersebut di depan Ssing. "Sampah dibuang di tempatnya," ujar Bright.

Ssing menegakkan tubuh kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Kok gue?"

Bright mengangkat kedua bahu. "Lo paling deket."

"Kan yang lempar si tutup botol kecap!"

"Kurang ajar, muka ganteng begini disamain botol kecap. Ngaca lo heh!" sahut First, tak terima.

"Oh, merasa?"

"Jelas-jelas lo ngeledek gue!"

"Ada gak gue nyebut nama lo di kalimat gue tadi?"

"Bodo amat lo ngeledek gue pokoknya!"

"Idih sok tau."

"Diem lo, Jamet!"

"ADUH ANJIR!" Keluhan ini keluar dari mulut Ssing dan juga First.

Puimek berdiri berkacak pinggang. Ia baru saja memberi sentilan keras di kedua jidat temannya itu. "Lo berdua gue lakban mau gak?!" kesalnya, "berisik banget gue perhatiin!"

Pluem menarik tangan Puimek, menyuruhnya duduk kembali. "Udah udah, lo duduk lagi deh mendingan," ucap Pluem netral.

"Ssing digabung First udah mirip Upin Ipin berantem." Ucapan ini keluar dari mulut Gawin dengan volume pelan. Ia tersenyum jahil, berniat memanas-manasi keadaan. "Ayo gelut, gue suka keributan."

Sepertinya tak ada yang menyadari ucapan Gawin barusan, dikarenakan Ssing dan First masih saja melanjutkan debat mereka ditambah Puimek yang berusaha menasehati keduanya.

Bright yang sedari tadi diam dan hanya memperhatikan teman-temannya menyadari ucapan Gawin. "Win," panggil Bright.

Gawin menoleh, "Hmm?"

"Biarin. Kasian, Puimek," ucap Bright seraya menggeleng kemudian menunjuk Puimek menggunakan kepalanya.

Gawin mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya, membentuk simbol 'peace'. "Bercanda," ucap Gawin pada Bright tanpa suara.

Pluem yang sudah lelah dengan teman-temannya memutuskan untuk langsung saja memanggil pelayan. Ia yakin, pasti semua akan terdiam ketika pelayan tersebut datang lalu membagikan daftar menu di hadapan mereka.

HAPPINESS • brightwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang