26. Pelampiasan

63 9 9
                                    

"Ngelamun aja lo." Adel meletakkan sekaleng minuman di sebelah Ravano sebelum akhirnya ikut mendudukkan dirinya di sana.

"Buat gue?" tanya Ravano.

"Ya iyalah. Gue baik, mau beliin lo minum. Gak kayak lo yang cuma beliin buat Keanna. Dasar pilih kasih," cibir Adel dan mereka tertawa pelan.

"Dalam rangka apa nih lo beliin gue minum?" Ravano menatap minuman yang berada di tangannya. Dia lalu menatap Adel.

"Key cerita sama gue tadi. Katanya lo sama dia semalem bertengkar lagi. Bener?"

Ravano terdiam sejenak. Lelaki itu menghela napas dan menganggukkan kepalanya pelan. "Hm. Dia marah pas gue bahas Tristan. Gue cuma khawatir sama dia. Masalah Tristan di sekolah lamanya pasti belom bener-bener clear, musuh-musuhnya itu pasti lagi nyari keberadaan dia sekarang. Atau lebih parahnya lagi, mereka ngira Key salah satu bagian dari Taruna karena dia ada di tempat kejadian. Lo bisa sebut gue mulai over protektif, gue cuma gak mau Key kenapa-kenapa."

"Jujur sama gue, Rav. Lo cemburu kan tiap lihat Key sama Tristan?"

Kedua mata Ravano berkedip dua kali. Dia baru saja hendak membuka penutup kaleng minumannya sebelum seseorang merebutnya dengan cepat.

"Jelas dia cemburu lah. Dia sama Keanna aja masih suka tatap-tatapan tukeran perasaan. Oke, Rav. Lo emang gak sepenuhnya nunjukin itu. Tapi kita semua gak bodoh dan lo gak bisa bohongin diri lo sendiri," ucap Kinn yang entah datang dari mana. Lelaki itu duduk di bangku yang berhadapan dengan Ravano dan Adel. Dengan lancang dia meminum minuman milik Ravano hingga tersisa setengah.

"Kalian tahu, gue nahan perasaan gue buat Key," lirih Ravano. "Gue sekarang kakaknya, gue harus pastiin dia bahagia sama orang yang tepat. Gue gak mau lihat dia kecewa lagi. Yang sekarang itu, cukup yang terakhir. Gue udah terlalu sering lihat dia nangis gara-gara gue."

Adel dan Kinn menatap satu sama lain. "Rav, kita ngerti perasaan lo. Lo ngelakuin ini semua buat Key, buat nyokap lo, dan buat semuanya. Key juga gak sepenuhnya benci sama lo." Adel menepuk bahu Ravano pelan.

"Gue benci ngakuin ini. Tapi lo sama Key itu sama-sama butuh orang baru. Kasarnya sih, kalian perlu pelampiasan. Bukan pelampiasan dalam arti buruk, tapi kalian emang harus belajar terbuka buat orang lain. Hilangin perasaan itu gak pernah gampang. Lo kalo mau move on, jangan maksain diri. Move on itu bukan hilangin kenangannya, tapi perasaannya. Semakin lo maksa, bakalan makin sulit," jelas Kinn. Adel tertegun antara yakin dan tidak yakin kalau orang yang didepannya itu adalah sosok Kinn Dhananjaya. Dia yang sekarang itu, berbeda drastis dengan sosok yang pernah membuat Key pingsan beberapa waktu silam, yang sering berdebat dengannya juga.

"Gue emang belom bisa buka hati buat orang lain. Tapi ngelihat Key bahagia, itu udah cukup buat gue. Dia bahagia, gue juga bahagia. Gue seneng lihat dia bisa tertawa lagi, meskipun itu bukan karena gue," ucap Ravano.

"Kalo gitu, bisa lo lepasin Keanna buat gue?"

Ketiga orang yang berada di sana sontak menoleh ke sumber suara.

***

"Kalo status drop out gue bikin lo sulit lepas dia, lo gak perlu khawatir. Gue bisa jaga Key. Gue bisa lindungin dia."

Adel dan Kinn berpandangan, mereka lalu menatap Ravano.

"Key mungkin bahagia sama lo, tapi gue gak bisa dengan mudah lepasin dia. Apalagi sama orang kayak lo."

Salah satu alis Tristan naik. "Kenapa? Lo masih ragu sama gue?"

"Lo bisa jadi ancaman terburuk buat Keanna. Apa lo lupa? Kejadian kemarin hampir bikin dia-"

Distance ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang