31. Pembalasan

50 8 2
                                    

Adel melambaikan tangannya sebelum pergi dari kelas. Gadis itu sedikit terburu-buru karena jemputannya sudah menunggu di depan gerbang. Sepeninggal Adel, Key perlahan berjalan menuju meja Tristan.

"Siram aja pake aer," teman sebangku lelaki itu tergelak sebelum pergi dari sana. Salah satu sudut bibir Key naik. Dia mengguncang bahu Tristan hingga kedua mata lelaki itu terbuka.

"Mimpi indah, hm?"

Tristan nyengir. Dia segera membereskan bukunya dan pergi meninggalkan kelas bersama Key.

"Beuntung lo gak kena semprot, Tris. Habis lo ntar disuruh bersihin WC sebelum pulang." Key tergelak. Tristan ikut tertawa dan segera merangkul bahu Key. Mereka berdua menuruni satu per satu anak tangga.

Key mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan di sana.

To : Ravano

Gue pulang sama Tristan.

Helaan napas terdengar setelahnya. Key kembali memasukkan benda pipih itu ke dalam saku.

"Kayaknya bannya kempes." Tristan memperhatikan ban belakang motornya yang kempes.

"Oh, ya? Ya udah, gue nunggu di warung depan aja. Lo ke bengkel deket sini," ucap Key.

"Lo yakin mau nunggu?" Tristan meyakinkan.

Key mengangguk, "Gak masalah. Gue bisa nunggu. Kalo gitu gue ke depan duluan." Key menepuk bahu Tristan dan keluar dari parkiran. Gadis itu berjalan menuju sebuah warung yang berada tidak jauh dari sekolahnya.

Sambil menunggu, Key memainkan ponselnya dan membeli sebungkus camilan. Namun sudah lebih dari lima belas menit, Tristan belum juga kembali.

"Apa bannya bocor, ya? Lama banget perasaan." Key beranjak dari tempatnya dan berjalan ke tepi jalan, namun Tristan belum kunjung terlihat. Akhirnya Key mencoba menghubungi lelaki itu. Tersambung.

"Halo?"

"Lo di mana? Kok lama?"

"Bannya bocor. Jadi kayaknya agak lama. Bengkel yang deket sekolah juga tutup. Jadi gue terpaksa ke bengkel lain. Lo gak apa-apa? Atau pulang duluan aja sama Ravano, gue gak masalah."

Key mendengkus, "Gue nunggu lo aja."

Tidak lama kemudian panggilan pun ditutup. Key menghela napasnya dan pergi dari sana. Jika bengkel di dekat sekolahnya tutup, maka ada satu bengkel lagi yang letaknya tidak begitu jauh. Key mencoba menghubungi Tristan namun sebuah mobil berhenti di depannya.

Gadis itu mendengkus begitu melihat Silvi keluar dari dalam sana.

"Ngapain lo jalan kaki? Diputusin sama si Tristan?" Silvi tergelak.

"Bukan urusan lo."

"Mau bareng gue? Atau ... nunggu abang lo? Kayaknya gue lihat tadi dia masih di kelasnya." Silvi tersenyum miring melihat reaksi Key. Gadis di depannya itu masih saja tersinggung ketika ada orang yang menyebut Ravano dengan embel-embel kakak atau semacamnya.

"Bisa lo pergi? Gue muak lihat muka lo," sarkas Key dan langsung mendapat tatapan tajam Silvi.

"Jaga mulut lo ya!"

"Kalo lo pengin gue jaga mulut, harusnya lo juga bisa jaga kelakuan lo. Kakak kelas bentukan kayak lo pantesnya balik lagi ke kelas sepuluh. Modal tampang doang tapi otak nol. Ngejar-ngejar cowok doang bisanya." Key menatap Silvi penuh.

Silvi semakin menatapnya nyalang. "Lo—" ucapannya terputus saat melihat beberapa laki-laki yang berada di belakang Key.

Menyadari ada yang tidak beres, Key mengikuti arah pandangan Silvi dan dia berbalik ke belakang. "Kalian ... siapa?" Dia menatap tiga orang laki-laki di depannya bergantian. Ekspresi mereka sedikit tidak bersahabat, membuat Key sedikit memundurkan kakinya.

Distance ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang