3. Gara-gara Cogan

171 37 9
                                    


Masih disini, di tempat yang sama. Flower Cafe namanya. Cafe ini tempat langganan Fahda dan Eli untuk melepas penat setelah sekolah.

"Hai El, Da, pesannya yang kayak biasa atau mau yang lain?" tanya salah seorang waitress. Tidak heran ketika mendengar pertanyaan dari waitress tersebut karena mereka memang saling mengenal sejak awal nongkrong di cafe ini.

"Yang biasa dong Kak," jawab Fahda dan Eli serempak.

Waitress itu lebih tua dari pada mereka. Namanya Tera. Usianya baru 18 tahun dan mengharuskan Tera bekerja karena Ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarga telah meninggal. Dia hanya tinggal bersama Ibunya, ia tak punya saudara. Dia tidak bisa melanjutkan kuliah, dikarenakan tidak ada biaya yang cukup untuk berkuliah. 

"Tunggu bentar ya Adek-adek," jawabnya tersenyum. Lihatlah betapa manisnya dia.

"Siap Kak," jawab mereka serempak lagi.

Sekarang Fahda dan Eli sama-sama terdiam. Ada hal yang ingin Fahda ceritakan kepada Eli. Tampak dia duduk dengan sedikit bergerak tanda gelisah. 

"Ada apa sih, Da? Pasti ada yang mau kamu ceritain!" celetuk Eli tepat sasaran.

"Hm ... hmm ...." 

"Ya ampun Da, kamu itu kenapa sih? Mau jadi Nissa Sabyan?" tanya Eli yang jengah dengan tingkah sahabatnya yang terkadang tidak bisa langsung bebas menceritakan sesuatu yang mengganjal di hatinya padahal mereka tumbuh bersama dari kecil. 

"Bersenandung doang," ucap Fahda lalu menghentikan senandungnya.

"Mau cerita apa?" Lagi, Eli bertanya. Merasa kesal dengan Fahda yang tak kunjung menceritakan sesuatu.

"Arga suka aku?" Fahda bertanya untuk memastikan sesuatu yang ia dengar dari pengagum berat Arga yang tak lain teman seangkatannya. 

Arga Dewantara adalah pria yang terkenal Humble pada banyak orang, membuat siapa saja merasa nyaman ketika berbicara dengannya. Arga juga anak dari pemilik sekolah tempat Fahda dan Eli mengenyam pendidikan SMP mereka. Satu fakta yang mengejutkan Fahda bahwa Arga menyukainya. 

"Masa? Yang bener? Tau dari mana?" Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Eli.

"Dari Arga," ungkap Fahda.

"Aaaa serius? OMG besti aku disukain cogan sekolah," teriak histeris Eli yang tidak menyangka hal tersebut. Arga memang sangat terkenal di sekolah Dewantara. Selain wajahnya yang memikat kaum hawa, otak cowok itu juga encer dan sering mengikuti olimpiade. 

"Tiga hari lalu Arga nyatain perasaannya ke aku di cafe ini," jelas Fahda sambil mengetuk-ngetuk meja.

"Terus kamu jawab apa?" tanya Eli tak sabaran.

"Enggak."

"Enggak apa?

"Enggak nerima lah! Ya kali! Bisa diceramahin tujuh turunan sama ayah!" cibir Fahda yang diangguki Eli.

"Iya juga sih. Mana keluarga kita tu latarnya memang islami gitu walau pun anak-anaknya agak lain," cicit Eli diakhir kaliamat.

"Makanya aku enggak nerima." Fahda menyandarkan dirinya ke sandaran kursi.

"Kok kamu kek enggak ikhlas gitu nolaknya?" Sejak Fahda membeberkan Fakta mengejutkan itu, Eli terus memperhatikan ekspresi sahabatnya. 

Fahda segera mengubah mimik wajahnya yang nampak lesu dan sedikit kesal. "Ikhlas kok," kilahnya diakhiri senyum paksa. 

"Kalo suka mah jujur aja," saran Eli yang mendapat pelototan dilanjut tatapan berbinar dari Fahda.

"Emang boleh?" tanya Fahda dengan polosnya.

"Boleh ..."

Fahda memicingkan matanya kala mendengar ucapan sahabatnya yang menggantung. "Lanjut!" titahnya.

"Boleh masuk neraka."

"HAH!" Fahda nampak terkejut mendengar lanjutan ucapan sahabatnya. Menurutnya sangat tidak nyambung.

"Enggak jelas," sungut Fahda.

Eli menghela napas. "Boleh, jujur aja ke Arganya. Yang enggak boleh kalau ajakannya diterima!" timpalnya. 

"Terus neraka?" Ternyata Fahda sangat fokus pada kata nerakanya.

"Kalau kamu terima ya nambah dosa lah. Orang berdosa kan calon penghuni neraka. Btw, aku juga makhluk berdosa kok." Eli melirik Fahda sekilas, takut-takut ucapannya menyakiti sahabatnya.

"Oh iya paham-paham," ucap Fahda manggut-manggut.

"Beneran suka?"

"Beneran."

Eli menopang dagunya di atas kedua tangannya yang berdiri tegak di atas meja. "Ikhlasin ya, belum waktunya juga, Da," pintanya.

Fahda tersenyum getir. Ternyata begini rasanya tidak bisa memiliki orang yang kita sukai karena terhalang syariat. "Jangan nyalahin syariat loh ya," celetuk Eli seakan tau kemana arah pikir sahabatnya.

"Dih Cenayang!" ketus Fahda.

"Dih ngambek!" Eli justru menggoda Fahda. Dia suka melihat wajah sahabatnya yang menampakkan raut kekesalan.

"Bodo!" ketus Fahda.

"Makanan datang!" seru Tera yang baru saja datang dengan nampan berisikan makanan dan minuman pesanan dua sejoli yang sedang bersitatap. Satunya menatap sinis dan satunya lagi dengan tatapan menggoda. Tera yang sibuk dengan pekerjaannya tidak terlalu memperhatikan mereka berdua dan berlalu setelah meletakkan pesanan mereka.

"Laper!" Fahda masih betah dengan nada ketusnya. Tidak membuat Eli tersinggung sedikit pun. Eli justru memahami perasaan sahabatnya dan malah kembali memberikan senyum menggoda sebelum melahap makanannya. 

Mereka makan dengan khidmat sesekali Eli kembali menggoda Fahda yang terus-terusan memanyunkan bibirnya tanda sedang merajuk. 

 ***

kasian amat mba Fahda nya ga jadi punya ayang

Arga sadboy dong ya

mana si eli ngeledek mulu

Yogyakarta, 19 Mei 2023
Nur Aliyah Putri



Takdir ShihabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang