Milisi, lebih tepatnya wajib militer.
Daras mengemas barang bawaannya yang tak terlalu banyak. Tak lupa ia memasukan dua buku kedalam tas kecilnya. Buku itu berjudul "Romeo, Juliet dan Kuda Nil" dan catatan historis tentang Kerajaan Centrum. Entah bagaimana buku itu sampai ke rumahnya, hal seperti itu seharusnya hanya ada di perpustakaan nasional.
Dalam buku itu ada tulisan yang membahas tentang milisi. Setiap lima tahun sekali kerajaan pusat akan memerintahkan beberapa kesatrianya untuk "merekrut" para pemuda yang akan dilatih menjadi prajurit. Metode mereka cukup unik namun juga efektif.
Dibanding meminta anak itu langsung di depan keluarganya, para prajurit lebih memilih menculik mereka, lalu mengirim surat pada keluarganya yang memberi tahu anak mereka telah direkrut. Dengan cara ini para prajurit yang harus pergi berkeliling mencari kanidat yang tepat, bisa lebih menghemat tenaga. Pasalnya tak semua orang tua terima anaknya dipilih, tak jarang mereka harus membawa si anak dengan cara paksa.
Semua misteri sudah terpecahkan, kecuali satu. Daras masih tak mengerti mengapa Anne juga tak sampai pulang ke rumah kemarin sore.
Betrand menghampiri Daras yang sudah ingin berangkat.
"Belati ini kau bawa saja." Ia menyodorkan belati yang dibungkus lipatan kain putih.
"Kau yakin? Kukira ini benda berharga." Daras memasukan belati itu ke dalam tas yang sudah terlalu penuh. Hulu belati itu masih mengintip keluar, tak muat untuk masuk sepenuhnya, namun bagian depannya cukup dalam sehingga tak jatuh keluar.
"Memang sudah saatnya kau menjalani ceritamu sendiri. Sedikit kuberi tahu, belati ini juga punya ceritanya sendiri."
"Oh ya? Apa?"
"Cari tahu sendiri." Betrand menatap sinis Daras. "Dan satu lagi, jika memang ingin pergi, pulanglah dengan cerita yang bisa kudengarkan."
"Kau percaya diri sekali belum dikubur saat aku pulang."
"Kau juga sebenarnya belum tentu bisa pulang."
Perpisahan yang sama sekali tidak dramatis.
...
Daras berjalan menjauh dari rumah, mencari Safu Si Gelandangan, (Tunawisma sepernya terlalu halus untuk menggambarkan penampilannya.) namun ternyata tak semudah itu. Sebenarnya ia tak yakin harus kemana terlebih dahulu. Dia hanya berharap Safu bisa meringankan rasa penasarannya. Apalagi ia sama sekali tak tau harus berjalan ke arah mana. Ingin bertanya pada Betrandpun malu. "Belum sehari pergi masa harus pulang?" pikirnya.
Sudah lumayan lama Daras berkeliling desa, ia duduk sebentar mengisi tenaga di bawah gapura bertuliskan "Selamat Jalan" yang di baliknya ada tulisan "Selamat Per".
Di ujung jalan, tempat yang barusan ia lewati terlihat seorang pemuda yang entah mengapa bukan dia yang di bawa. Pemuda itu berlari menghampiri Daras yang tengah istirahat.
Pemuda itu berhenti. Tiga langkah dari Daras. Sembari memegang lutut ia menatap Daras dengan nafas yang boros oksigen.
"Kau ingin pergi juga?" Tanya Fritz.
"Kemana kau semalam?"
"Aku meninggalkan rumah bukan untuk beradu mulut dengan mu." Fritz mulai mengatur nafasnya. "Tujuan kita kurang-lebih sama, jadi mari kita berdamai saja."
"Kita memang tak pernah berselisih, nelayan bukan lawan yang sepadan denganku." Ucap Daras. Padahal dirinya pengangguran.
"Begitu caramu bicara kepada orang yang lebih tua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Justice
AdventureSepotong kisah tentang seorang anak laki-laki yang akan menuntunmu berkenalan dengan banyak hal, menunjukan betapa ragamnya warna dunia. Betapa manisnya kehidupan ketika ia benar-benar merasakan hal di sekitarnya. Ketika ia sadar, bahwa setiap insan...