Chapter 3 [Janji]

47 2 0
                                    

Waktu telah berlalu, dan sekarang sudah jam 10 malam. Kami bersiap-siap untuk tidur karena besok hari ujian untuk masuk Akademi sihir, kami semua menantikan hal itu dan kami ingin tidur lebih awal. Kami semua pun masuk ke kamar tidur yang telah disiapkan Bibi Nora kepada kami.

Kamar itu cukup luas untuk kami berlima dengan 6 tempat tidur yang tertata rapi di sisi kanan dan kirinya. Kami mulai masuk ke tempat tidur masing-masing dan tentu saja kecuali aku. Aku yang mendapat hukuman harus tidur di bawah, aku pun mengambil beberapa bantal dan selimut sebagai alas di lantai agar tidak terlalu sakit.

"Tidur yang nyenyak yaa...Sobat." ucap Ryan sambil nyengir melihatku.

"Berisik!... Tidur sana!"

"Hey...kau beruntung tidak disetrum seperti kami." tambah Lauren.

"Kau jangan membuatku tambah jengkel Lauren, disini dingin sekali tau!" kataku dengan jengkel.

"Ohoho~... Bukannya tidak apa-apa? Kak Ai jadi bisa meminta Kak Ira untuk memelukmu hingga hangat nanti." kata Misa tertawa nakal.

"Oh, Misa benar juga..." kata Ryan sambil tertawa.

"Itu pasti akan menjadi sangat menyenangkan. Kalau, kau tidak disetrum setelah itu." kata Lauren tidak bisa menahan tawa.

(Oke cukup sudah! Ini akan terus berlanjut kalau tidak kuhentikan.)

"Siapa pun yang mengejekku lagi habis ini, dia akan Kusiksa hingga esok pagi!!". kataku dengan nada tegas. "Dan biar kalian tau... Aku serius sekara--"

"SELAMAT MALAM!!!......"Kata mereka serempak.

Mereka bertiga dengan cepat menutup badan mereka dengan selimut dan tidur. Ryan bahkan pura-pura medengkur. Aku tersenyum puas melihat mereka, sekarang mereka tidak akan berani menggangguku lagi.

Lalu kulihat Ira di tempat tidurnya. Dia sepertinya belum tidur, tapi aku tidak tau dengan pasti karena tidak melihat wajahnya. Tapi, tidak mungkin dia masih bangun setelah mendengar perkataan Misa tadi, biasanya dia akan marah bila terus digoda seperti itu. Aku pun berhenti memikirkannya dan berbaring di lantai menatap langit-langit kamar.

Cahaya bulan masuk dari jendela yang terbuka didekat kepalaku dan mengenai wajahku, aku melihat bulan malam itu dari bawah lantai. Malam ini sangat sunyi, yang terdengar hanyalah suara hembusan angin dan bunyi dengkuran Ryan yang tidur pulas.

Banyak sekali yang kupikirkan saat ini. Bagaimana persiapan kami untuk besok dan sebagainya. Tapi hanya satu benar-benar mengganjal pikiranku sejak lama...

Kuangkat tangan kananku dan kuregangkan hingga dapat kulihat jelas punggung tanganku. Tanganku terasa biasa saja, namun ada perasaan aneh didalamnya yang tidak kuketahui, seperti ada sesuatu yang terisi didalamnya.

Aku mulai merasakan hal aneh ini saat kejadian 5 bulan lalu. Saat itu aku sedang menjelajah Hutan Marble seorang diri untuk membuat denah peta baru untuk Paman Arkyn.

Saat itu aku terjatuh di lubang yang dalam dan terluka cukup parah di kakiku. Lalu setelah terduduk sebentar, aku melihat sebuah bongkahan batu kristal besar. Batu itu memancarkan aliran Mana yang sangat pekat. Bahkan aku yang dulu belum melatih indra Manaku dapat merasakannya dengan jelas.

Kemudian, aku mendengar suara aneh di telingaku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk memastikan apa suara itu dari arah hutan. Tapi, suara itu tidak berasal dari sekelilingku, melainkan dari dalam diriku.

Suara itu makin lama makin jelas, dan makin keras. Aku yakin itu bukan suara manusia tapi malah seperti suara geraman. Suara itu makin jelas dan keras di telingaku. Hingga aku mendengarnya...

The Guardians : War Between RealmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang