Diga menyesap kopi yang ada di tangannya. Menikmati aroma dan rasa yang menguar di dalam mulutnya. Ia menyukai kopi. Sangat. Menghirup aromanya mampu membuatnya tenang. Menyicip rasanya memberikan euphoria tersendiri untuknya. Pahit dan manis, dia bisa menikmati keduanya. Terkadang otaknya membantunya memilih untuk menikmati keduanya, atau hanya menikmati salah satunya saja. Yang mana pun ia tetap jatuh cinta dengan cairan hitam pekat ini.
Pandangan Diga beralih ke jam tangannya. Ia sudah disini selama 10 menit. Namun teman-temannya belum juga datang. Tami, Edo, Boby, dan Nuri. Siapa kira-kira yang akan datang lebih dulu dan menemaninya dudk disini. Rasanya sedikit tidak nyaman karena beberapa orang melintasinya. Melihatnya duduk sendiri.
"Vanilla Latte 1 ya, kak.”
Telinga Diga menangkap suara yang tidak asing baginya. Ia menoleh ke arah meja order. Dengan segera matanya menangkap sosok gadis mungil berdiri di sana. Gadis itu tengah tersenyum manis kepada kasir. Dan tak lama setelah itu ia berbalik, pandanganya menyusuri penjuru cafe.
Diga melambaikan tangannya agar Tami bisa melihatnya. Benar saja, gadis itu dapat melihatnya. Ia segera berjalan ke arah Diga.
“Hai, sorry telat, ya.” Ucapnya. Diga hanya mengangguk dan tersenyum.
"Sudah selesai?” tanya Diga. Tami mengangguk cepat. Tak lama minuman yang ia pesan datang. Ia meneguknya perlahan.
Diga memperhatikan gadis didepannya ini. Ia dapat melihat kalau Tami sedikit berdandan hari ini. Ada sapuan blush on tipis dipipi gadis itu. Setiap gerak-gerik gadis itu tidak lepas dari pandangan Diga. Namun, Tami tidak juga menyadarinya. Ia sibuk dengan HP di tangannya. Sesekali ia tersenyum ketika membaca sesuatu yang Diga sendiri tidak tahu.
Diga agak tersentak ketika Tami melihat ke arahnya sekilas. Hanya sepersekian detik. Ia bertanya dalam hatinya. Mungkinkah gadis itu menyadari kalau sedari tadi ia menatapnya? Namun melihat tingkah Tami yang sama seperti sebelumnya, membuat Diga yakin kalau gadis itu tidak menyadarinya.
“Tam-“
“Sorry, ya, guys, telattt!”
Ucapan Diga terpotong ketika seseorang datang. Ia dan Tami menoleh. Dilihatnya Nuri dan Boby berdiri di samping mereka. Mereka berdua langsung duduk. Baru beberapa detik mereka duduk, Edo datang dengan tergopoh-gopoh. Ia segera meminta maaf atas keterlambatannya.
“Mulai, yuk.” Ujar Boby.
Tami dan Diga mengeluarkan kertas yang mereka bawa dan menyerahkannya ke Boby. Boby melihat sketsa yang dibuat oleh Tami dan Diga. Edo dan Nuri juga ikut melihatnya.
“Sudah oke, nih.” Ujar Edo.
“Pemikiran kalian kayaknya cocok, deh.” Sahut Nuri. Boby hanya mengangguk
“Jadi siapa yang akan menggambar denahnya?” tanya Edo.
Tami dan Diga saling pandang. Mereka saling tunjuk.
“Gambar Tami lebih bagus dan jelas, Bang. Dia aja yang gambar.” Ujar Diga.
“Tapi gambar Diga lebih detail, Bang.” Sanggah Tami.
“Gini, aja, deh. Tami yang gambar, Diga yang ngarahin masalah detailnya. Jadi kalian kerja berdua. Gimana?” Ujar Boby memberi saran.
“Oke, deh.” Jawab Tami cepat. Ia merasa jika seperti itu maka akan adil.
Diga hanya mengangguk. Diam-diam ia tersenyum. Keputusan Boby membuatnya senang. Artinya ia akan sering bertemu Tami dalam 3 hari kedepan. Deadline nya hari Kamis. Mereka melanjutkan pembicaraan mereka tentang bagian mana yang harus digambar nantinya.
“Ga, besok ke kampus kami bisa, nggak?” tanya Tami.
“Ngapain?” tanya Diga polos.
“Survey sekali lagi, biar nggak ada lagi yang salah.” Jawab Tami.
“Oke. Jam 9, ya.”
“Jam 9 aku ada kelas. Jam 9. 40 baru selesai, gimana?” tanya Tami.
“Ya udah, aku tunggu di sanggar kalian aja.” Jawab Diga. Tami mengangguk.
Diga melihat Nuri yang bersiap untuk pergi. Juga Boby.
“Kami duluan, ya. Masih ada urusan.” Pamit Boby dan Nuri. Mereka lalu pergi meninggalkan cafe itu.
“Enak, ya, punya pacar..” gumam Edo.
“Siapa, Bang?” tanya Tami.
“Mereka berdua, kan, pacaran. Lo nggak tahu?” jawab Edo. Tami hanya menggeleng.
“Mereka udah pacaran dari awal kuliah. Dan gue udah kenal mereka dari SMA. Kadang-kadang masih nggak nyangka juga kalau mereka bakal jadian.” Ujar Edo.
Diga berpikir kalau hubungan Boby dan Nuri pasti baik sehingga membuat mereka bisa bertahan sampai sekarang. Ia juga ingin memiliki hubungan seperti itu. Hubungan yang baik hingga bertahan lama. Ia melirik Tami. Andai saja..
‘Mikir apa, sih..’
Diga menggelengkan kepalanya pelan. Berusaha menghilangkan pikiran gila yang terlintas di otaknya. Bagamana bisa ia berpikir seperti itu?
“Kenapa, Ga?” tanya Tami. Ia melihat Diga menggelengkan kepalanya dan heran melihatnya.
“Eh, nggak apa-apa, kok.” Jawab Diga.
“Gue cabut duluan, ya. Kalian lanjut aja.” Uja Edo.
“Oke, Bang. Hati-hati, ya.” Ucap Tami. Edo tersenyum dan mengangguk sebelum kemudian ia melenggang pergi dari cafe.
Sekarang hanya ada Diga dan Tami di meja itu. Entah kenapa Diga agak nervous duduk berdua dengan Tami seperti ini. Padahal beberapa jam yang lalu ia juga duduk berdua dengan gadis itu. Apa mungkin ini karena pikiran gilanya tadi?
Tami mengangkat gelasnya. Kosong. Ia tidak sadar kalau vanilla latte nya sudah habis. Ia melirik kopi Diga yang juga sudah habis. Tami menimbang-nimbang untuk memesan minuman lagi atau tidak.
“Mau pesan lagi nggak, Ga?” akhirnya ia memustuskan untuk bertanya pada Diga.
“Boleh, deh. Biar aku aja yang kesana. Kamu mau apa?” jawab Diga sekaligus bertanya pesanan Tami.
“Aku mau ice coffee aja.” Jawab Tami. Diga mengangguk dan berjalan ke meja order.
“Eh, Ga. Kamu jurusan Fotografi, kan? Bisa ajarin aku cara ngambil gambar yang bagus nggak?” tanya Tami tepat setelah Diga duduk di depannya.
“Bisa. Tapi sekarang aku nggak bawa kamera.” Jawab Diga.
“Kalau gitu besok aja, sekalian survey.” Sahut Tami. Diga langsung menyetujuinya.
“Kenapa kamu ambil jurusan fotografi, Ga?” tanya Tami.
“Sama kayak alasan kamu ambil jurusan seni rupa murni. Passion ku di fotografi.” Jawab Diga.
Tami menyedot ice coffee nya yang baru saja datang. Mengaduknya, menyedotnya lagi. Tami dan Diga tidak terlalu banyak bicara. Tami sibuk dengan HP nya. Dan Diga, ia sibuk memperhatikan Tami. Pandangannya tidak bisa lepas dari gadis itu.
Meski hanya duduk diam, Diga cukup senang. Senang karena ia tidak sendirian di sini. Senang karena orang yang duduk di depannya sekarang. Ia menyusuri setiap sudut wajah Tami. Bulu matanya yang lentik. Hingga tahi lalat di bawah mata kirinya. Ia tersenyum. ia banyak tersenyum hari ini. Tentu saja ia tersenyum karna seseorang yang diam-diam mulai menghantui pikirannya akhir-akhir ini.
It's she. Tami.
Hi, guys! I'm back setelah hampir sebulan nggk update sama sekali😆..
Sorry banget yaa, buat kalian yang setia baca story akuu..(altough readers nya belom banyak sihh😁)
Thanks buat kalian yg masih mau mampir buat baca story aku yaa, don't forget tinggalin jejak kalian yaa.. Luv u ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Take You
ChickLitTami hanya seorang gadis biasa yang menjalani hari-harinya dengan tenang. Hingga hadir sosok yang mengusiknya, dan harus membuatnya menentukan pilihan tersulit dalam hidupnya. "-..aku ingin kembali ke masa dimana aku tidak harus memilih diantara mer...