Chapter 4

112 13 15
                                    

James membanting ponselnya ke ranjang. Tidak tidak, ia masih sayang pada benda itu sehingga tak tega membantingnya ke lantai. Lagipula ponsel itu ia beli dari tabungannya sendiri selama ia menjadi writer freelance.

Intinya, dia merasa kesal, marah, benci, dendam, dan segala emosi negatif lainnya.

Kenapa? Lagi-lagi jawabannya hanya satu. Nick membatalkan kencan mereka untuk kesekian kalinya karena pria itu mendadak lembur.

Kebahagiannya dua minggu yang lalu akibat ia menghabiskan waktu seharian dengan Nick sudah hilang seluruhnya. Kini hanya tersisa rasa keki pada pria berambut pirang itu.

James terus menerus menggumamkan kata kutukan. Sementara Stephen disebelahnya hanya mengangkat bahu, tak mengerti mengapa adiknya menjelma menjadi penyihir pengutuk orang.

Daddy Spencer
Jadi kau menyukai buku itu juga? Aku tak menyangka ada anak muda yang masih suka

James segera membalas pesan itu secepat kilat.

Ya, kini dirinya jauh lebih dekat dengan Spencer. Mereka juga sudah bertukar email dan nomor ponsel pribadi. Bahkan kini percakapan mereka semakin intens.

Berbeda dengan si kepala pirang. Mengingatnya saja membuat mood James rusak tak karuan.

"James, kau mau makan sesuatu tidak?"

Rupanya Stephen sudah gerah akan tingkah laku James. Yang ditanya langsung menoleh cepat kearah pria satunya.

"Kau mau memasak atau delivery, kak?"

"Mungkin memasak. Sudah lama aku tidak memasak untukmu sepertinya,"

Dibelainya rambut James lembut. Pria berambut brunette itu memejamkan mata menikmati sentuhan sang kakak di kepalanya.

Kapan terakhir kali ia bermanja pada kakaknya itu?

Mungkin sebelum Stephen bekerja di tempatnya yang sekarang. Memang kehidupan mereka menjadi jauh lebih baik dari dulu, tapi tetap saja waktu mereka jadi jauh lebih berkurang.

"Aku juga merindukan masakan kakak,"

"Baiklah, apa yang sebaiknya kumasak ya? Fettucini with creamy mushroom sauce maybe?"

"Boleh, kak,"

James senang kakaknya masih hapal makanan kesukaannya.

"Oh iya, tolong undang Einar. Kudengar hari ini ibunya tidak pulang lagi. Kasihan ia sendirian di rumahnya,"

"Baik, kak,"

"Ajak menginap saja kalau bisa. Nanti biarkan dia tidur di kamarku,"

James mengangguk. Ia segera bangkit dari duduknya menuju rumah Einar.

***

Ditekannya bel apartemen Einar sekali. Si empunya rumah langsung membukanya. James mengernyit melihat mata sang pemuda tampak sembab.

"Ada apa?" tanyanya khawatir.

"Tidak apa-apa. Kenapa kau kemari, James?"

"Stephen mengundangmu kerumah, sekalian menginap, kau mau?"

"Tentu, aku tidak usah ambil pakaian kan?"

"Tidak perlu, pakaianmu kan banyak di lemarinya,

"Baiklah, aku kunci pintu dulu,"

Setelah pintu apartemennya dikunci, Einar segera mengikuti James.

***

"Makan yang banyak, Ein. Mau tambah? Ambil saja ya. Oh iya, aku juga punya cookies dan cake, kalau kau mau akan kuambilkan,"

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang