24

3K 303 121
                                    

"Mulai besok, kau tak perlu lagi untuk bertemu denganku."

Pergerakan Rose saat itu terhenti, menatap pada Jimin di sana yang bahkan tak perlu untuk menatap padanya. Masih fokus dengan beberapa lembar kertas di atas mejanya saat itu.

"Hanya kirimkan saja hasil akhirnya padaku melalui e-mail. Setelahnya, aku akan menyetujui tugas akhirmu."

Rose tak sadar tengah mengeratkan genggamannya pada selempang tasnya saat itu. Bahkan berusaha menahan tangisnya karena ucapan Jimin padanya tadi.

Pria itu tak main-main dengan ucapannya, huh? Benar-benar ingin Rose menjauh dari hidupnya?

Maka apa yang bisa gadis itu lakukan sekarang? Mengikuti kemauan pria itu tentu saja. Ternyata, beginilah akhir dari keduanya. Ucapan orang-orang di sekitarnya ternyata benar sekali. Dan ia sendiri baru menyadari betapa bodohnya dia selama ini. Menjatuhkan hati pada seorang pria yang bahkan tak pernah membalas perasaannya.

Rose menghela napasnya, setelah membereskan seluruh keperluannya, membungkuk hormat sebagai tanda pamitnya. Dan tanpa mengatakan apapun-atau setidaknya menjawab ucapan Jimin sebelumnya-gadis itu beranjak pergi begitu saja.

Dan ketika ia bisa mendengar suara pintu yang tertutup, saat itulah pandangan Jimin mulai naik. Menatap pada pintu dimana Rose telah pergi saat itu. Menghela napasnya dan menyandarkan dirinya pada kursinya saat itu.

Sungguh, perasaan ini terlalu mengganggu dirinya. Tapi Jimin bahkan tak tahu dengan apa yang terjadi pada dirinya. Ingin sekali menghilangkan perasaan aneh ini yang sangat mengganggu dirinya sejak kemarin.

Tok Tok

Lalu ketukan pintu ruangannya saat itu membuatnya mengalihkan pandangannya, dimana pintu ruangannya perlahan terbuka dan menampakkan Mina di sana yang tersenyum.

"Apa aku mengganggu?"

Jimin hanya menggeleng sebagai jawabannya. "Tidak. Aku baru saja selesai."

Mina memilih untuk masuk ke dalam ruangan setelah menutup pintu di belakangnya. Memperlihatkan sebuah kotak kue di tangannya pada pria itu.

"Selamat ulang tahun."

Ah, kalimat itu lagi. Mengingatkannya akan seseorang.

Jimin kembali hanya tersenyum ketika Mina kini meletakkan kue itu di hadapannya setelah membukanya. Dimana gadis itu kini menghela napasnya, mengeluarkan beberapa lilin yang juga ia bawa bersama dengan kue itu.

"Ck, aku minta maaf. Lagi-lagi aku melupakan ulang tahunmu. Otakku ini benar-benar bodoh." Ucapnya, sembari mematik lilin itu setelah menancapkan beberapa di atas kue. Lalu menatap pada Jimin setelahnya. "Dan jika kau marah padaku, itu tak apa. Aku memang pantas untuk mendapatkannya."

Jimin hanya menggeleng, menurunkan kedua tangan Mina yang terangkat ke atas seolah dirinya benar-benar merasa bersalah saat ini.

"Aku tak apa. Yang jelas, kau memang sudah biasa untuk melupakannya. Aku juga sudah tak memikirkan apapun. Semuanya baik-baik saja."

Mina tampak mengulum bibir bawahnya, dan Jimin menangkap hal itu. Mengenal gadis itu hampir selama lima tahun sudah pasti membuatnya tahu gerak-geriknya. Dan pria itu menghela napasnya, menarik gadis itu untuk duduk di pangkuannya dimana Mina sama sekali tak menolaknya.

"Hey, sungguh, aku baik-baik saja. Tak perlu menunjukkan raut murung seperti ini." Ucapnya, menyentuh ujung bibir gadis itu untuk memaksanya menarik sebuah senyuman.

"Kurasa, ucapan Taehyung tadi benar adanya. Kau seharusnya tak kembali padaku dan harusnya bersama dengan gadis itu. Kulihat, dia begitu tulus padamu, Jimin." Lalu menatap pada Jimin setelahnya. "Ya, walaupun aku masih tak suka ketika ia bersamamu. Itu karena aku tahu, dia memiliki perasaan yang lebih besar untukmu dibandingkan denganku."

Lil' TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang