Daes Eag

698 91 6
                                    


Sebuah Hari

~


Tuan Kim senang sekali memandangi bunga-bunga yang ia tanam di halaman depan rumahnya. Ada bermacam bunga yang memenuhi pekarangannya, namun bunga berwarna putih dengan kelopak kecil yang mengelilingi serbuk kuning di tengahnya begitu tuan Kim sukai. Setiap kali istrinya menanyakan mengapa tuan Kim sangat menyukai bunga itu, jawabannya selalu sama.

"Bunga daisy itu cantik sayang.."

Ya benar, tuan Kim sangat menyukai bunga daisy di pekarangan rumahnya.

Bahkan sang istri yang kini sedang menjemur pakaian tak jauh dari tuan Kim yang tengah menciumi daisy-nya, masih saja terheran dengan perilaku suaminya.

"Asal jangan kau beri nama Daisy pada putri kita nanti, sayang. Itu akan aneh..", kata nyonya Kim.

"Haha, tentu tidak. Jika kita memiliki putri nanti, ia akan memiliki nama yang cantik dan kecantikannya akan seperti bunga daisy ini.

Parasnya, hatinya, kepribadiannya akan secerah dan seindah daisy yang kutanam sayang. Percaya padaku."

Setengah mengibas pakaian, nyonya Kim menyahut, "Huh begitukah? Jadi kau sudah merencanakan putri kita ya?"

Mata tuan Kim berbinar lucu pada istrinya.

"Aku berharap putri kita kelak memiliki mata yang indah, agar ia bisa melihat dan merasakan bahwa hal-hal kecil pun bisa membuat kita bahagia.

Wajahnya yang rupawan dan menenangkan akan menjadi obat bagi siapapun yang melihatnya..", tuan Kim berbicara panjang lebar.

"Doa yang bagus sayang, semoga kita bisa segera memilikinya." Nyonya Kim yang sudah berjongkok di depan suaminya mengusap pipi suaminya dengan lembut.

"Tentu saja. Ia juga akan lucu sepertiku. Dan yang paling penting kita harus membuatnya lebih dulu hehe.."

"Heh kau ini.. hei hei.."

Nyonya Kim terlambat untuk mengelak karena suaminya sudah menggendongnya ke dalam rumah, meninggalkan bakul pakaian yang telah kosong di sisi bunga daisy yang bergoyang pelan tersentuh angin.

.

.

.

.

.

Nyonya Kim pernah memimpikan seorang bayi perempuan tengah tertawa dipangkuannya. Berhari-hari ia memikirkan mimpinya itu karena mungkin saja itu pertanda baginya dan sang suami. Pertanda bahwa mereka akan memiliki seorang anak.
Siluet bayi itu tidak begitu nyata, samar. Namun nyonya Kim begitu yakin bayi itu adalah seorang bayi perempuan.

Ketika gelisah masih bersamanya, sang suami mendatanginya yang sedari tadi termenung di kursi balkon rumah mereka.

"Ada apa sayang? Memikirkan sesuatu?"

Duduk di samping istrinya, tuan Kim menggenggam hangat telapak tangan nyonya Kim.

"Tidak sayang, tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang memandangi bintang-bintang." Ujar nyonya Kim sendu.

"Ceritakan saja."

Nyonya Kim menyadari suaminya peka pada keadaannya. Diputuskannya untuk bercerita tentang mimpinya.

"Beberapa hari yang lalu aku memimpikan seorang bayi, sayang. Bayi perempuan."

"Bayi?", tuan Kim tertegun.

"Heem. Aku rasa itu pertanda bagi kita."

Tuan Kim terdiam sesaat. Nyonya Kim tahu apa yang dipikirkan suaminya. Dokter mengatakan hasil tes kesehatan suami istri Kim tersebut menyatakan bahwa tuan dan nyonya Kim akan kesulitan memiliki keturunan. Cerita tentang mimpi nyonya Kim tentu cukup mengganggu, namun tuan Kim menanggapi istrinya dengan tenang.

"Bagaimana tepatnya mimpi itu?", tanya tuan Kim.

Nyonya Kim memutar kembali ingatannya tentang mimpi itu. Sekelebat siluet bayi yang tengah tertawa kembali nyata di dalam bayangannya.

"Di mimpiku, seorang bayi tengah tertawa dipangkuanku, sayang. Meski wajahnya samar, tapi aku sangat yakin ia seorang bayi perempuan.

Aku harap mimpi itu pertanda baik untuk kita. Kau tahu kita sangat menantikan kehadirannya.."

"Kita hanya bisa berusaha sayang, jika mimpimu berarti sebuah pertanda maka kita hanya harus berusaha." Ucap tuan Kim lalu memeluk istrinya.

Suasana yang haru terbangun sekejap. Suami istri Kim itu hanya bisa berharap dan berusaha agar suatu saat mereka dikaruniai keturunan. Mungkin seorang putri, seperti firasat dalam mimpi nyonya Kim.

Pelukan itu mengerat seiring udara malam yang semakin dingin menerpa. Manakala hembus angin berbisik di telinga, nyonya Kim kembali bersuara.

"Jika benar kita diberi titipan seorang anak, aku ingin kelak ia memiliki kehidupan yang baik. Berkelimpahan cahaya dan bersinar seperti bintang di langit malam."

Wajah tuan dan nyonya Kim bertemu, saling mengiyakan setiap doa di dalam hati mereka yang hanya menginginkan satu.

Seorang anak.

ALTARFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang