Gumamela

322 78 0
                                    


Bermain Gelembung


~

Memasuki usia belasan, Jisoo semakin menunjukkan karakternya. Gadis yang aktif, periang, banyak bicara dan seringkali mengejutkan tuan dan nyonya Kim dengan pikiran diluar kotak gadis seusianya.

Sore ini Jisoo membantu nyonya Kim mencuci baju di halaman belakang rumah mereka. Berjibaku dengan banyak bak besar, air dan sabun, Jisoo dengan senang hati dan sangat berisik membantu ibunya. Nyonya Kim cukup mengerti putrinya, karena ia jelas sekali sekarang semakin mirip suaminya.

"Soo, sudah tahu akan melanjutkan kemana?", tanya nyonya Kim.

"Belum eomma, Jisoo rasa kuliah dimana saja sama." Jisoo menjawab enteng pertanyaan ibunya.

"Tapi lebih baik pilih kampus yang sesuai dengan minatmu, sayang."

Jisoo yang sedang berkutat dengan sabun, iseng sekali membuat gelembung dengan tangannya.

"Minatku belajar apa saja eomma, dimana saja, tidak harus di universitas. Eomma jangan terlalu khawatir..,"

Nyonya Kim hanya menggeleng. Sesekali Jisoo memang sangat keras kepala seperti tuan Kim. Namun selama ini Jisoo tidak pernah mengecewakan tuan dan nyonya Kim karena sifatnya itu, karena nyonya Kim tidak ingat seberapa sering guru dan teman-teman Jisoo memuji kecerdasan putrinya itu.

Jisoo, putrinya itu.. benar seperti apa yang diharapkan suaminya. Cantik, cerdas, berkepribadian unik dan membuat kagum bahkan bagi nyonya Kim sendiri.

Nyonya Kim berharap Jisoo menemukan kebahagiaannya, bisa menjalani hari-harinya dengan kuat seperti ayahnya.

"Eomma kenapa melamun?", tanya Jisoo mengejutkan nyonya Kim.

"Ah, gwenchana."

Jisoo kembali bermain dengan gelembung sabun di tangannya. Nyonya Kim yang melihat itu bergegas ke dapur dan mengambil sedotan plastik untuk diikat dan diberikan pada putrinya.

"Sayang, pakai ini untuk gelembungmu. Selesai bermain cepat mandi, nanti kau sakit..", ucap nyonya Kim lalu menyerahkan sedotan tadi pada putrinya.

Jisoo mengambil sedotan plastik itu dari nyonya Kim namun hanya ia letakkan di pangkuannya.

"Eomma, ini Jisoo ambil. Tapi Jisoo lebih suka membuat gelembung dengan tangan, rasanya lebih seru. Jisoo bisa merasakan dingin busa dan sabun itu di tangan Jisoo hehe.."

Sekali lagi, sifat Jisoo itu mengingatkan nyonya Kim pada suaminya.

Putrinya selalu menggunakan cara yang tidak awam, namun ia begitu menikmatinya.

Seperti sifat observatif suaminya, putrinya Jisoo mencintai alam lewat dirinya.

.

.

.

.

.


Tuan Kim baru saja pulang dari kantor dan mendapati putrinya Jennie sedang memotret dengan kamera sakunya di pekarangan rumah.

"Sayang, memotret apa?", tanya Tuan Kim.

Mendengar suara appa-nya, Jennie berlari dan langsung memberi pelukan.

"Ada kupu-kupu cantik appa, Jennie sedang memotretnya."

Tuan Kim tersenyum lalu mencoba untuk mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya. Jennie hanya memperhatikan ayahnya tanpa bertanya.

"Tadi appa melewati penjual di tepi jalan dan melihat ini. Appa ingat padamu."

Tuan Kim memberikan sebotol cairan gelembung pada Jennie. Mata cemerlang Jennie ketika mengambil botol cairan gelembung itu dari ayahnya menunjukkan betapa ia sangat antusias.

"Gomawo appa.. Appa terbaik!", sebuah pelukan menghambur dari Jennie pada tuan Kim.

"Bermainlah, appa masuk dulu yaa.."

Jennie mengangguk di pelukan ayahnya lalu membiarkan ayahnya meninggalkannya bersama kamera sakunya lagi dan.. cairan gelembung.

Kembali sendirian, Jennie mencoba untuk membuat gelembungnya. Mengocok botolnya lalu meniup cairan gelembung itu, melahirkan gelembung-gelembung indah. Jennie mengulanginya beberapa kali sampai terpikiran sesuatu olehnya.

Jennie membuat banyak gelembung sebanyak-banyaknya tanpa jeda kemudian dengan insting seninya, ia mengambil potret gelembung itu dengan kamera sakunya. Ketika melihat hasilnya, Jennie sangat senang. Ia menemukan kesenangan sekaligus bakatnya.

Meluapkan rasa senangnya, Jennie kembali membuat gelembung sebanyak-banyaknya lalu menari dibawah hujan gelembung yang ia cipta.

Sesekali ia tertawa dan menutup mata sementara gelembung masih beterbangan disisinya. Pemandangan itu mengundang percakapan dua orang yang sedari tadi memperhatikan Jennie dari jendela.

"Aku berharap kebahagiaan kita tak lenyap secepat gelembung-gelembung yang diciptakan Jennie, sayang."
Lirih nyonya Kim yang kemudian menyandarkan tubuhnya di dada suaminya.

ALTARFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang