Jeje mengadah. Mempertemukan lensanya dengan milik gue yang berbinar penasaran. Iya, iya, gue tau kok ini random. Tapi gimana dong, hubungan kami aja berjalan random parah. Lagipula, gue serius nanyanya.
"Lo sendiri kenapa suka sama miawaug?"
Gue berdeceh. "Beda konteks, mas."
"Ya, lagian pertanyaannya gitu." Jeje tersenyum simpul sambil kembali menyuap bubur miliknya. Iya, kami benar-benar pergi ke tenda yang menjual bubur ayam begitu gue menyelesaikan urusan gue dengan sang pujaan hati, soto mi. "Jawabannya sama aja dengan alasan lo suka soto mi. Karna menurut kita, menurut pribadi, menurut gue, itu enak."
"Dan cocok di lidah?"
"Dan cocok di lidah."
Gue mangut-mangut. Enggan membahas lebih dalam. Ini Cuma masalah selera. Gue gak mau terjadi pertikaian dari hal sesederhana pertanyaan.
"Abis ini nonton Ria SW yuk."
Bukan. Bukan jeje yang ngomong. Melainkan gue yang menyeletuk asal usai menonton salah satu video Ria SW di jogja. Menggunakan earphone agar tidak ketahuan si penggemar berat. Tapi, "Gue abis nonton satu videonya. Ternyata seru, yah. Gue pikir bakal cringe ngeliatin orang makan sambil ngedumel nggak jelas." pada akhirnya gue sendiri yang mengungkapkannya.
"Nonton? Berdua?"
Gue mengangguk.
"Ini udah jam lima loh, yang." Ungkapnya sembari menunjuk arloji di pergelangan tangan kiri. "Biasanya lo suruh gue pulang kalau kita abis jalan sore dan pulang senja— oh!"
Gue terkekeh. Taktik gue berhasil. Jeje terpancing. Anak itu memang secerdas ekspetasi gue. Tak ingin membuatnya menyuarakan hasil simpulannya lebih jauh, gue pun berujar. "Iya, ayo nginep. Kita cuddle sampe mampus."
...
apa cuma jeje, orang kaya yang demen bubur ayam pinggir jalan? iya kali ya, doi kan fiktif.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
