Berjalan itu ya matanya natap ke depan, bukan ke bawah. Itu yang selalu kakakku ucapkan jika berjalan beriringan bersamaku. Dulu, aku pasti berjalan sembari menunduk. Entahlah, rasanya aku ini hanyalah nobody yang tak punya apa-apa, dan hak mengangkat kepala bukanlah untukku. Tapi kata kakak, siapa pun memiliki hak itu. Awalnya aku takut untuk mengangkat kepalaku karena aku tak kenal mereka, tapi sekali lagi, kata kakak itu malah peluang bagiku untuk berekspresi sesuka hati. Manusia memang hidup berdampingan, kan? Mau bagaimana lagi?
Siswa-siswi lain jelas berlalu-lalang di lorong kelas dua belas ini dengan amat percaya diri. Maklumlah, tingkatan akhir. Jiwa kesenioritasannya mungkin sudah sangat melekat kuat. 12 MIPA 2 menjadi tujuanku kali ini. Mengangkat buku di tanganku, lalu menatapnya datar. Buku inilah yang menyebabkan aku berkunjung ke kelas lain. Menyebalkan!
Kebetulan sekali, ada seorang lelaki yang berdiri di depan kelas MIPA 2. Tanpa basa-basi, aku melangkah mendekat dan berdehem. "Permisi, ada Antares nya?"
Lelaki itu membuang sedotan ke tempat sampah, lantas menatapku. Matanya bergerak mengamatiku dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Ada perlu apa? Lo siapa nya Ares? Pacar? Eh, gak mungkin banget sih. Atau jangan-jangan, lo fans nya Ares? Iya? Kalau gak ada penting, mending--"
Aish.
"Mau balikin buku," selaku.
Lelaki itu mengangguk sekali, lalu masuk ke dalam kelas. Huft. Ada ya lelaki sebawel itu? Terus terus, apa tadi? Pacar? Fans? Pfftt! Bahaha.
"Ada apa?"
Fokusku teralihkan ketika suara ngebass yang tak asing bagiku merasuki indera pendengaran. Dia Antares, sedang berjalan mendekat.
Lagi-lagi, aku lupa bagaimana caranya bernapas seiring terkikisnya jarak di antara aku dan dirinya.
Ayolah, kumohon jangan terlena lagii.
Aku mengedipkan mata dua kali, lalu menyodorkan buku miliknya. "Sudah ku periksa."
Ia mengambil alih buku itu, membukanya. Dua detik kemudian, alis tebalnya hampir bertautan.
"Gue kan udah bilang, nilai minimalnya delapan puluh lima," katanya. Matanya tajam menatapku.
"Hasilnya ya segitu. Mana bisa aku manipulasi," jawabku santai.
"Selisih dari delapan puluh lima ke empat puluh lima itu berapa?" tanyanya.
"Empat puluh."
"Gila ya lo," umpatnya. Kemudian tangannya bergerak untuk mengacak-acak rambutnya yang panjang ke depan dengan tidak santai.
"Bener, kok. Kotret sendiri deh kalau gak percaya."
"Maksud gue, lo gila ngasih nilai segini kecilnya ke gue," jelasnya. "kan gue udah bilang, minimalnya delapan lima. Lo gak boleh ngasih nilai di bawah itu. Terserah lo mau ngasih nilai berapa pun asal lebih dari atau pas lapan lima."
"Lah? Gak bisa gitu dong. Kalau mau dapet nilai segitu ya jawabannya juga harus tepat 85%."
"Udah gue peringati, lho, sebelumnya. Harusnya, lo itu bener-benerin jawaban gue. Kan lo yang nilai, bisa aja dong," ujarnya tetap keukeuh.
Haish, sekalinya aku bisa lakukan pun tetap saja ogah.
"Harus sesuai dong. Kalau pengen dapat nilai bagus, usahanya harus lebih keras lagi," kataku.
Ia berdecak, lalu berucap, "Lo pikir gue gak ada usaha? Ya ada lah!"
"Memahami dan menghapal berapa jam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaxy Me
Teen FictionJuju punya kehidupan yang tidak pernah tersentuh siapa pun. Ia senantiasa menarik diri, timbul, menarik diri lagi, dan terduduk di sudut dunianya. Juju berdiri di sudut pandang yang berbeda dari yang lain, tidak ingin mengubah takdir, hanya ingin be...