CHAPTER 7 - Truth (2)

132 14 0
                                    

****
"eh Dic, tadi waktu Radit dateng kan lo mau ngomong tapi kepotong, mau ngomong apa?" gue berusaha memecah keheningan

"oh itu, belum lupa ya, masih penasaran?" Dicky mengusap tengguknya seperti orang gugup, dan gue benar benar masi penasaran apa yang ingin dikatakannya hari ini setelah cukup kaget dengan pernyataannya tadi 

"hmm.. tadi gue bilang... hmm seneng.. seneng njadiin lo..."

"Ditaaa" oh My God! gue menoleh keasal suara yang cuma dimilikin 1 cewek di Indonesia, siapa lagi kalo bukan Melany Sthresy

"loh, Melan? Hai!" gue memeluknya dan mencium pipi kanan dan kirinya seperti biasanya lalu menarikan kursi untuknya

"hai, kalian makin deket aja nih, gue gapernah diajak" ujarnya setelah duduk. 

"ini mau ngerjain tugas sebenarnya tapi nggak jadi, lo sama siapa?" tanya Dicky

"oh, ini sama Rangga, tadi dia dapet telepon terus keluar dulu deh, terus nggak balik-balik, eh liat kalian disini, boleh gabung gak? Kalo udah ada Rangga gue gabung dia kok, nggak usah takut keganggu" canda Melan disertai lirikan sinis gue

Setelah itu ice cream gue datang dan tampak menggiurkan dengan oreo dan cherry diatasnya, nggak butuh lama lama gue langsung menyeruput oreo dan segala isinya.

"enak kan dic?" pamer gue, Dicky mengangguk semangat masih asyik menyendokan ice cream ke mulutnya.

Gue termenung menikmati setiap ice cream yang masuk ke mulut gue, dan melihat beberapa pengunjung yang kebanyakan seumuran gue, lalu gue melihat seorang gadis menunjuk meja gue dan tiba-tiba gadis sekitar berumur 15 tahunan itu menghampiri kami dan langsung mengambil duduk di samping Dicky.

"hai kak Dicky! nggak nyangka bisa ketemu kakak disini yaampun. Aku Gitta kak" gadis itu menyodorkan tangannya bermaksud menjabat tangan. 

gue mengerutkan dahi, genit amat.

gue melirik Melan yang sepertinya sependapat dengan gue

"hai, iya halo" Dicky menyambut tangannya dan tersenyum, dan yang mengagetkan secara tiba-tiba gadis itu menyadarkan kepalanya di bahu Dicky, gue yang kaget hanya melotot sambil menahan senyum 

"Kak Dicky, Kak Dicky mau bantuin aku nggak?" 

"bantuan apa? Kalo bisa kakak bantu" Dicky dengan sabarnya meladeni gadis genit itu

"aku tuh nggak pernah liat konser kakak sama Pentalogy, nah aku pingin nonton tapi kan tiketnya mahal, jadi aku nggak bisa beli, aku mau banget nonton aku ngefans banget sama kakak, bisa bantu nggak?" rengek gadis yang bernama Gitta ini sambil memainkan rambut hitamnya yang lurus se bahu.

gue akuin memang tiket Pentalogy bener-bener mahal untuk ditonton anak seusia gadis ini, tapi dijaman sekarang emak-emak mereka gue yakin pasti lebih ber-uang dibanding nyokap gue. 

Dicky melirik gue seolah memberi kode 'woy gimana nih' sementara gadis itu menatap gue dan Melan bergantian setajam pisau dapur dan semakin bermanja-manja di bahu Dicky

"ehm.. gimana ya, gini gini kan Pentalogy mau ada konser lagi nih 2 bulan lagi, Dicky pasti mau lah ngasih tiket gratis ke kamu, VIP plus meet and greet, kamu kan cantik, lucu siapa sih yang nggak mau ngasih kamu tiket konser Penyalogy" sekelebat pikiran untuk menjahili Dicky datang kepikiran gue dan kalimat tersebut terlontar begitu saja

Dicky makin melotot ke gue "ya kan Dic? Lo mau bantu kan? Kasian tau" gue tersenyum licik

"hmm.. bi..sa.. kok bisa" Dicky memaksakan senyuman lalu melirik nggak kalah tajam dengan Gitta melirik gue

MicrophoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang