3. Tidak Mungkin

46.9K 4.9K 727
                                    

Sekarang Naya paham kenapa Satrio sangat yakin bahwa Dewa adalah tipe Naya. Ya, itu kenyataannya. Dewa adalah tipe Naya sekali.

Helaan napas lembut keluar dari hidung Naya, mengeluarkan perasaan tak habis pikirnya. Matanya menelisik pria yang kini duduk di hadapannya.

"Sejak kapan nama kamu Dewa?"

Pria tadi berdehem pelan, lalu tersenyun manis.

"Dewata Angkasa, Dean," jawabnya dengan hati-hati. Meski terkesan datar, pria itu tak mampu menyembunyikan rona bahagia di wajahnya.

Satu jam yang lalu, dia masih sempat melayangkan protes pada sang ayah. Selama ini Dean baik-baik saja dengan statusnya sebagai duda. Tak ada hal mendesak yang membuatnya perlu menikah lagi dalam waktu dekat. Jika ingin menikah pun, dia bisa mencari istri sendiri tanpa harus melalui perjodohan seperti ini.

Namun begitu melihat sosok yang dijodohkan dengannya, Dean jadi ingin berterima kasih pada sang ayah. Wanita yang bertahun-tahun mematri rindu di dadanya tiba-tiba saja muncul. Tak ada lagi rambut sepundak atau baju kasual seperti yang Dean lihat dulu. Naya telah berubah menjadi wanita dewasa.

Perubahan itu berhasil membuat mata Dean tak berkedip. Dia cantik, selalu cantik. Polesan lipstik merah yang berani sangat cocok dengan fit dress marun yang ia kenakan.

Dean menelan ludah, berusaha bersikap setenang mungkin.

"Kamu apa kabar, Nay?"

"Hampir tiga puluh tahun tapi belum nikah sampai harus dijodohkan, menurut kamu kabar baik atau buruk?"

Selain penampilannya yang berubah, hal ini juga Dean sadari. Cara Naya bersikap padanya berbeda 180 derajat. Jika dulu Naya akan bertutur kata dengan lembut, manja, dan sedikit kekanakan, kini ia terkesan acuh dan kasar. Dean tidak akan protes, karena dia bisa maklum.

"Baik."

Mata Naya melotot mendengar ucapan Dean. Baik katanya? Sekarang Naya sedang malu setengah mati karena harus bertemu Dean lagi dengan keadaan dia sebagai perawan tua. Padahal dulu dia pernah berkata akan mencari suami yang jauh lebih baik dari Dean.

"Baik kamu bilang?"

"Iya. Kalau kamu udah nikah, kita nggak akan ada di sini sekarang. Aku... Nggak akan ketemu kamu lagi."

Naya menatap netra yang tampak sedikit gugup itu. Di mana Dean yang ia kenal? Dean yang tatapannya tajam dan dingin sampai-sampai Naya ingin melarikan diri tiap ditatap olehnya.

Jika Satrio tak bisa langsung mengenali Dean, Naya paham. Dean memang sedikit berubah dari yang terakhir dia ingat. Pipinya tak chubby seperti dulu. Tubuhnya juga lebih tegap dan terbentuk. Dan lagi, hampir sepuluh tahun tak bertemu tentu saja Satrio tak bisa langsung mengenalinya.

"Kamu udah tahu dari awal soal ini?"

Dean menggeleng pelan.

"Ayah bilang nama kamu Maya."

Hidung Naya berkerut karena kebetulan yang tidak pernah ia duga ini. Dean? All of sudden? Alih-alih senang, Naya justru marah melihat sosok itu ada di depannya.

"Kata ayah kalau nggak cocok boleh nolak. Tolong bilangin orang tua kamu perjodohannya gagal."

"Nay." Dean memegang tangan Naya yang berjalan keluar restoran.

Naya menunduk hanya untuk memberi tatapan tajam pada Dean.

"Apa?" tanya Naya ketus.

Dean bangkit dari tempat duduknya hinga dia berhadapan dengan Naya. Beberapa orang di restoran kini melirik mereka berdua.

The Butterfly is Flying (PINDAH KE DREAME DAN INNOVEL) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang