"Main twitter emang seseru itu, ya?"
Aku menoleh, menemukan Haura dan wajah mengerutnya intens menatap gawai. Ketika ku intip, dia ternyata sedang menunggu unduhan aplikasi burung biru itu. Masih 65%.
"Seru," jawabku seraya menyeka peluh.
Bogor siang ini panas sekali. Kemungkinan karena pemanasan global yang semakin menjadi-jadi, atau hujan deras yang akan turun sore nanti. Biasanya gitu, kan? Gerah dulu sebelum adem. Panas dulu sebelum dingin. Marah dulu sebelum nangis.
Kayak gini enaknya minum es doger.
"Seru banget banget banget?" Tanya Haura lagi.
Aku mengangguk.
"Seru twitter atau instagram?"
"Twitter."
Ini penilaian subjektif. Bagiku twitter memang punya poin lebih dibanding instagram. Twitter itu ibarat paket lengkap. Mengunggah media bisa, sekadar status bisa, polling ada, live juga bisa, base ada, dan yang paling penting adalah tranding topicnya. Selain itu, mencari sesuatu di twitter mudah. Tidak hanya sebatas menggunakan hashtag.
Sebenarnya ini tergantung tujuan penggunaan juga, sih. Instagram kan memang khusus berbagi media semacam foto dan video. Kalau mencari keduanya, instagram mungkin jauh lebih lengkap dan nyaman untuk di gunakan.
Kembali lagi, ini penilaian pribadi.
Tapi omong-omong twitter dan instagram, aku biasa melihat pengguna keduanya membandingkan satu sama lain di twitter. Misalnya, soal kesenjangan sosial. Kalau instagram itu tempatnya pamer dan foya-foya, twitter itu tempatnya merakyat dan susah. Tempat orang berbagi opini, utas-utas berarti, bercandaan tanpa henti, juga tempat untuk memulihkan diri melalui kata-kata support atau tempat galau-galau merana.
Twitter bagiku seseru itu. Dulu, sebelum ada yang hilang dan pergi entah kemana.
"Jelas lah lo pilih twitter. Orang doi aja ketemunya di twitter."
Aku mengerjap. "Apaan, sih? Doi apa?"
"Itu... si arsa-arsa lo itu."
Aku melotot, Haura tersenyum. Lebar sekali senyumnya sampai kemungkinan mulutnya robek lebih dari 50%.
"Nggak, ya. Cuman temen."
"Cuman temen tapi tiap hari dm-an, mention-mentionan, digombalin ..."
"Gombal apa sih? Nggak."
Lagi, senyumnya bertambah lebar. "Iya deh nggak gombal, tapi perhatian banget gitu."
"Arsa tuh emang baik, Haura. Dia emang gitu, jadi gausah resek deh lo!" balasku sedikit kesal. Mendorong-dorong tubuh Haura hingga dia hampir tertidur ke samping dan tergelak puas.