Bab 3 : Eh, ketemu lagi

8 3 7
                                        


"Lo siapa? Tiba-tiba muncul kaya Jin aja." Si poni kesamping bertanya, kesal.

"Telinga kalian disimpen di dengkul ya? Gue udah bilang kan tadi! Ngapain kalian pada ngeriungin cewek gue?! Yang artinya dia itu pacar gue! Dan gue pacarnya dia!"

"Mana buktinya?!" tanya si kepala cepak pada pemuda itu.

"Beb, mereka gangguin aku tadi! Masa mereka minta nomor HP aku. Padahal kan aku nggak pernah bawa HP ke sekolah," adu Olivia secara tiba-tiba.

Pemuda itu pun langsung menggenggam tangan Olivia dan menarik gadis itu agar berdiri di belakangnya. "Tenang, Beb. Sekarang aku ada di sini." Olivia mengangguk saja sembari terus bersembunyi di balik pemuda tersebut.

"Kalian serius mau ribut di sini? Kalau gue sih ayo aja." Pemuda itu menatap sinis pada ketiganya. "Tapi gue camkan satu hal penting sama kalian. Sebelum gue berdiri di sini, gue punya sesuatu yang menarik di HP gue yang pasti akan merugikan kalian bertiga kalau sampai tersebar ke penjuru sekolah," ancamnya kemudian.

Pemuda itu menunjukkan ponselnya dalam keadaan menayangkan sebuah video di mana tiga tikus itu tengah menggoda pacarnya. Ketiganya nampak sangat terkejut, apalagi si rambut ke samping yang wajahnya paling terpampang jelas tengah menarik tangan Olivia.

"Oke-oke gue ngaku salah," kata si poni kesamping sambil mengangkat dua lengannya ke atas dan mundur perlahan.

Melihat temannya menyerah dan mundur membuat yang lainnya tak punya pilihan lain selain ikut mundur dan mengucapkan kata paling menyebalkan di dunia ini : menyerah.

"Gue minta maaf. Terlebih buat cewek lo. Maaf karena cara kenalan gue kasar kayak tadi."

Hei! Itu tidak terdengar tulus di telinga Olivia. Pemuda itu pun sependapat dengannya.

"Lo lagi lawak?" tanya pemuda itu sinis. "Nggak ada satu pun cewek di belahan dunia mana pun yang mau di ajak kenalan dengan cara menjijikkan kayak kalian." Pemuda itu meluapkan amarahnya.

"Terlebih kalian melakukan itu ke cewek gue! Ngerti kalian?!"

Wajah ketiganya luluh lantak. Rasa amarah, malu, dan ingin cepat-cepat kabur dari sana terciprat jelas di air muka mereka saat ini. Pemuda berwajah arab itu benar-benar terlihat seperti seorang guru yang tengah memarahi anak muridnya yang telat masuk sekolah. Menyeramkan.

"Iya, kita ngaku salah! Gue dan temen-temen gue janji nggak akan lagi ulangi kesalahan yang sama. Please, hapus video itu. Gue masih pengen sekolah di sini," si poni belah dua sampai berlutut di tempatnya. Nampaknya ia benar-benar menyesali perbuatannya.

"Oke, gue anggap selesai urusan kita di sini." Pemuda arab itu akhirnya meregangkan tubuhnya yang beberapa waktu lalu terasa sangat kencang. "Tapi kalau sekali lagi gue liat kalian begitu. Gue jamin, kalian akan out dari sekolah ini. Jangan pikir karena kalian lebih senior dari gue. Gue bakal melunak sama kalian."

Pemuda arab itu mendecih. "Karena bagi Aliandra, tidak ada kata junior dan senior dalam kamus kehidupan gue. Camkan itu!"

Mereka merundukkan kepala, lalu segera pergi setelah pemuda arab bernama Aliandra itu menyuruh mereka enyah dari hadapannya.

Ali pun menatap gadis yang kini berdiri di sampingnya. "Lo nggak apa-apa, 'kan?"

Olivia menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa. Makasih ya lo udah bantuin gue. Seriusan deh, gue nggak tau mereka bakal berbuat apa lagi kalau lo nggak datang tadi."

"Selow aja. Gue tadi kebetulan lewat aja kok." Pemuda itu mengibaskan tangannya dengan senyuman yang terlihat menyebalkan di mata Olivia.

"Tadi akting lo bagus juga. Jangan-jangan lo pernah sekolah akting lagi?" tebak Ali, asal.

Our TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang