Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sydney, musim dingin tahun 2018.
—
"Hei, sudah kubilang berkali-kali, kamu harus pakai topi!"
Laki-laki berambut pirang itu mengomel-ngomel kepadaku. Aku hanya tersenyum, tidak peduli dengan ocehannya. Kemudian aku berjalan santai seraya menendang tumpukan salju di jalanan. Felix itu cerewet sekali. Seperti ibu-ibu.
"Lix, tolong fotokan aku di pohon ini, please," ucapku sambil menyodorkan ponselku ke Felix.
Kemudian Felix mengambil ponselku, tapi setelah itu, alih-alih memotretku di depan pohon yang dihiasi salju ini, Felix malah membawa kabur ponselku.
"Felix! Balikin ponselku!" teriakku sambil mengejarnya. Felix hanya tertawa dan mengejekku. Aku berusaha menggapai ponselku yang ada di tangannya, tapi tidak bisa. Felix tinggi sekali. Aku tidak sampai.
"Ih, balikin!" gerutuku.
"Gak mau. Kejar aku dulu," kata Felix. Menyebalkan sekali, kan?
Felix terus berlari sambil membawa ponselku. Sepertinya dia tidak peduli dia akan terpeleset karena salju di jalanan. Sementara aku, hanya berjalan tapi dengan langkah yang besar dan cepat. Aku tidak mau berlari dengan resiko akan terpeleset. Jika Felix terpeleset maka aku akan—
"HAHAHAHA!"
Benar saja, Felix beneran kepeleset. Aku tertawa terbahak-bahak melihatnya. Lalu aku mengambil ponselku—yang untungnya tidak ikut jatuh—di tangannya.
"Mampus," kataku, sangat puas melihat Felix kena karma. Siapa suruh dia menggodaku? Felix hanya meringis mengusap-ngusap bokongnya.
"Ayo sini kubantu," kataku mengulurkan tangan untuk Felix. Felix menggapai tanganku dan kemudian tertawa awkward.
"Maaf," ucap Felix sambil menggaruk tengkuknya yang aku yakin itu tidak gatal.
"No problem. Aku tahu tadi kamu cuma bercanda. Ayo pulang," balasku. Kemudian Felix merangkulku sambil berjalan.