"Habis darimana?" tanya kakakku—Roséanne.
"Pergi jalan-jalan, sama Felix," kataku santai, lalu menggigit cookies coklat buatan ibuku.
"Kemana? Ngapain?" tanyanya lagi.
"Ke minimarket. Beli bahan-bahan kue. Besok Felix mau kesini, kita mau bikin kue lagi, hore!" kataku bersemangat. Aku dan Felix memang suka sekali membuat kue. Kadang kuenya kami jual juga. Lumayan kan, untuk uang tambahan.
"Ah iya, Ayah juga kangen sama Felix. Udah lama dia gak kesini," kata Ayah, menyeruput teh hangatnya. Bunda juga mengangguk setuju. Padahal Felix baru sekitar dua minggu yang lalu tidak datang ke rumah. Entah kenapa, aku juga merasa kalau akhir-akhir ini Felix mulai jarang datang ke rumahku lagi. Entah apa alasannya. Aku tidak sempat bertanya karena aku terlalu senang jika dia datang ke rumah, dan kemudian aku lupa bahwa ada hal yang ingin kutanyakan.
"Oh iya, Ayah, besok aku dan teman-teman mau pergi ke Melbourne. Boleh?" tanya Kak Rosé.
"Boleh. Berapa hari disana?" tanya Ayah.
"Kayaknya 3 hari deh. Tapi aku gak tau juga sih pastinya," jawab Kak Rosé.
"Bagus deh kalo Kakak nggak ada di rumah," kataku. Kak Rosé menatap tajam ke arahku. Aku tergelak.
"Ya sudah. Aku mau ke kamar dulu ya," pamitku. Ayah dan Bunda mengangguk, sementara Kak Rosé sibuk memainkan ponselnya. Aku itu mau ke kamar karena ingin teleponan dengan Felix, tahu. Hahaha.
❄ ❄ ❄
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine✓
Fiksi Penggemar↬ft. Lee Felix ❝Terima kasih untuknya, laki-laki teristimewa yang pernah datang di kehidupanku. Ia adalah sinar matahariku di tengah musim dingin.❞ ©jeudicalme, 2020 (short story, completed)