Suasana mencekam terasa mencekik Hinata secara perlahan. Mobil miliknya telah terparkir dengan sempurna di basement apartemen Sasuke sejak beberapa menit yang lalu, ikatan yang membatasi pergerakan tangan Sasuke-pun telah ia lepaskan begitu tugas mengendarai-dengan-mengutamakan-keselamatan berhasil ia lakukan.
Hanya saja sejak tadi, baik Sasuke maupun Hinata tidak ada yang membuka suara, keduanya larut dalam pikiran masing-masing meski salah satu dari mereka tengah terdesak oleh kebutuhan biologisnya.
"Sasuke maaf. Aku hanya tidak ingin tanganmu lari kemana-mana ketika aku mengemudi." Cicit Hinata, terpaksa mengalah untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu di antara mereka. Sudah cukup puas dirinya disemprot habis-habisan sepanjang perjalanan, bagi Hinata itu jauh lebih baik ketimbang sekarang. Karena ketika Sasuke menjalankan aksi diam tanpa kata-nya seperti yang saat ini tengah terjadi, membuat Hinata lebih repot berkali-kali lipat dan membuat gadis itu kehabisan akal.
Apa aku yang menyerang dia duluan, ya?, Hinata berpikir keras untuk mencairkan suasana kaku di antara mereka. Waktu mereka benar-benar terbatas. Bisa gawat jika situasi ini terus berlanjut, nyawa Sasuke bisa berada dalam bahaya!
Di lain sisi, Sasuke semenjak tadi masih berusaha keras untuk mengatur emosinya yang meningkat berkali-kali lipat setelah merasa dilecehkan oleh Hinata. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar terluka mendapatkan perlakuan menjijikan seperti itu. Apa-apaan dengan tangannya yang harus diikat-ikat dengan tali? Apa Hinata tidak dapat membedakan antara tunangannya dengan seekor kambing? Dibandingkan dengan hewan berbulu itu, Sasuke setidaknya masih punya akal untuk sedikit bersabar agar tidak menjulurkan tangannya kemana-mana ketika Hinata mengemudi.
Yah, meskipun sejak tadi matanya tidak pernah berhenti untuk menatap paha mulus Hinata dengan tatapan lapar.
Pria itu memijat kepalanya yang rasanya mau pecah. Campuran rasa haus ingin menyentuh Hinata dengan rasa sakit karena digerogoti racun kembali mendominasi sekujur tubuhnya. Dengan gerakan cepat, Sasuke melepas sabuk pengaman dan menatap Hinata tajam. "Cepat keluar, aku sudah tidak tahan." Ucapnya mengintimidasi sebelum membanting pintu mobil milik tunangannya.
Hinata yang melihat hanya dapat membolakan mata rembulannya. Gadis itu ingin mengomeli Sasuke karena berani-beraninya bersikap kasar dengan mobil kesayangan Hinata, tetapi sayangnya pria itu telah pergi mendahuluinya. Tanpa berkata apa-apa, gadis bersurai biru tua itu langsung melaksanakan perintah Sasuke dan mengejar langkah kaki pria itu yang nyaris memasuki lift tanpa menunggunya terlebih dahulu.
Dalam hati Hinata menghembuskan napasnya dalam-dalam ketika berhasil mengejar ketertinggalannya dengan sedikit berlari. Ugh... Benar-benar tunangannya itu!
Syarat 2 jika ingin menjadi pendamping hidup Sasuke: Harus ekstra sabar dalam menghadapi sikap kekanakan, ralat, maksudnya sikap tempramental pria itu.
○●○●○
Hinata lari sekuat tenaga dan menahan lift yang nyaris membawa pergi Sasuke menuju lantai 5. Gadis itu mengatur napasnya yang tak beraturan, batinnya merutuki diri sendiri karena tidak terbiasa berolahraga.
"Sasuke masih marah kepadaku?"
Sasuke yang sejak tadi hanya melipat tangan di depan dada tanpa mengindahkan eksistensi gadis manis di sampingnya, mulai menatap Hinata dengan mata menyipit tajam. Seakan ingin menguliti gadis itu lewat tatapan mata kelamnya. Alisnya terangkat satu melihat Hinata memancarkan jurus melasnya dengan mata bulat berkaca-kaca seperti anjing peliharaan milik keluarga Inuzuka─tetangganya di kediaman utama Uchiha.
Melihatnya secara langsung benar-benar membuat Sasuke terserang iritasi mata.
Alih-alih mengomentari sifat Hinata yang sok imut─atau memang natural imut hanya saja Sasuke tidak sudi mengakuinya─, Sasuke hanya mengedikkan bahu dan berdeham singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Do or Die!
RomanceUchiha Sasuke berada dalam keadaan mendesak, salah satu langkah maka nyawa yang menjadi taruhannya. Di saat-saat seperti itu, datanglah Hinata Hyuuga, tunangan yang mati-matian ia hindari. © All character belongs to Kishimoto Masashi