Prolog

115 35 112
                                    

Kadangkala, apa yang kita inginkan selalu saja tidak pernah kita dapatkan. Justru yang tidak kita inginkan malah datang layaknya angin yang tidak dapat diduga, dan membuat kita kebingungan. Serta bertanya-tanya apa yang terjadi?

Layaknya kita membuka hati pada seseorang, kita pastinya memberikan kepercayaan yang mungkin tidak mudah ia serahkan ke sembarang orang. Berharap ia menjaga baik-baik kepercayaan itu sampai kapanpun.

Katakan kalau kalian punya sahabat yang sangat kalian percayai. Sampai-sampai kita selalu mengukir duka dan suka bersama, melewati perjalanan hidup dengan bergandengan tangan. Sedih, tangis, bahagia, dan lainnya kita selalu bagikan ke mereka. Hanya mereka tempat kita membagikan semua itu.

Jujur, aku punya seorang sahabat. Dia yang sudah menemaniku sedari kecil. Dia yang selalu menerima aku apa adanya. Dia yang selalu tersenyum menghiburku kala aku curhat, melimpahkan rasa sedih ataupun langsung menangis. Dia yang selalu berteriak girang kala aku mendapatkan kebahagiaan. Dia yang ... ah, tidak bisa ku definisikan seperti apa.

Tapi tentunya bila kalian bertanya seberapa besar rasa sayangku kepadanya? Aku pun akan menjawab selantang-lantangnya, aku sangat-sangat dan sangat menyayanginya melebihi diriku sendiri.

Dia yang mau menerima kekuranganku, dan juga dia yang mengerti akan perbedaan kita yang bertolak belakang. Dia orang kedua setelah orang tuaku yang memelukku kala aku sedang dititik rapuh. Menenangkanku dengan kalimat khasnya.

Takdir mungkin mempertemukan kita yang sama-sama berinisial huruf A, huruf pertama dalam abjad.

Aku mengulas senyum mengingat semua kenangan yang berputar di ingatanku. Kemudian menatap jendela yang terdapat uap air-air hujan yang menempel indah di sana. Perlahan, tanganku mengusap kaca jendela memutar membentuk pola lingkaran. Seenggaknya, aku bisa melihat jelas pemandangan kota yang basah akan guyuran hujannya, lalu menikmatinya sendirian.

Iya, sendirian.

Mau menanyakan kemana seseorang yang kusebut sahabatku?

Hahaha, mungkin saja ia sekarang tengah bersenang-senang dan tidak memperdulikan aku sama sekali.

Iya, bersenang-senang dengan siapa? Jelas dong, orang yang sudah bisa menggantikan posisiku.

Siapa? Entahlah, aku sedikit enggan menyebutkan namanya. Aku cukup tahu diri saja untuk tidak memaki-maki orang yang sudah membuat sahabatku meraih kebahagiaan lebih dari kebahagiaan yang ia dapat dari aku dulu.

Aku menatap kosong ke arah jendela yang kembali berembun, membuatku kembali merasa tidak bisa melihat ada apa di luar sana.

Ish, payah! Begitu saja sudah mewek! Aku ini kan tahan banting terhadap apapun!

Udara dingin menusuk kulit, aku merapatkan selimut tebal yang kupakai. Astaga, coklat hangat pemberian bunda belum kuminum! Pasti sudah dingin karena aku tinggalkan melamun setengah jam.

Cepat-cepat aku langsung menyeduhnya, tetapi naasnya aku yang tidak hati-hati malah menambah masalah baru. Coklat hangat itu tumpah dan mengenai karpet yang menjadi alas lantai kamarku.

Aku turun dari kursi yang kududuki, lalu mengambil tisu di meja belajar dan membersihkan cairan coklat yang menempel di karpet. Takut-takut kena omelan bundaku yang galak.

Gerakan tanganku berhenti, tatapanku jatuh pada tisu yang kupegang. Memandanginya lumayan lama dan bertahan diposisiku yang sedang berjongkok.

Noda coklat yang ada di tisu ini ... sudah persis seperti hatiku yang sedang bermasalah. Perasaan yang campur aduk hadir lagi untuk menggangguku.

Aku menunduk dalam, lalu menutup mataku erat-erat. Memeluk badanku dengan kedua tanganku, menghangatkan hatiku yang diselimuti oleh rasa dingin dan hampa.

Sakit tak berdarah ... istilahnya.

*****
Pendek ya? Kan namanya juga prolog wkwk :v

Jadi cuma prolognya aja yg pake sudut pandang orang pertama yaa, hehe biar pada kepo :')

Dan part 1 seterusnya aku pake sudut pandang orang ketiga 😆

Ohiya ini cerita baru yang diikutkan dalam event 60 days Writing Moccachino Project 😍

Jangan lupa masukin perpus dan reading list kalian yaw!

Good bye🌹

Kalopsia, Revan! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang