Bab 1

75 22 38
                                        

"AUREL!"

Tampak seorang gadis yang tengah berkacak pinggang seraya membuka jendela yang ada di balkon kamar, menyibak tirai yang menutupi sinar matahari pagi ini menyilaukan. Suara cetar membahananya memungkinkan telinga orang tuli dibuatnya.

"Tuh, anak, kok, gak bangun-bangun?" Ia seketika melirik seseorang yang terlelap bersembunyi di balik selimut putih gadingnya.

"Gue udah teriak pake toa juga masih nyenyak? Kebo banget." Gadis itu--Auva-membuka selimut yang membelit tubuh seorang gadis dengan cepat.

Katakanlah, apa yang bisa ia lakukan ketika melihat Aurel yang tidur sudah sangat mirip dengan kepompong versi gedenya?

"Katanya tahan dingin ama AC, buktinya sampe menggigil gitu. Ngeyel amat, sih, jadi orang."

Gadis itu menampar pipi gadis itu lumayan keras, harapannya setelah itu gadis bernama Aurel ini terbangun. Namun nyatanya, ia hanya bergumam tidak jelas dan melek-merem lagi.

"Rel, kalo lo gak mau bangun ... gue gak jamin bawain lo bekal sarapan pagi ini kalo sampe telat lagi." Tidak ada suara maupun pergerakan dari Aurel.

"Gue bakal jual semua peralatan make up punya lo itu ke teman gue yang gila dandan, gimana?" Seketika kedua mata Aurel terbuka, terlihat sorot matanya yang siwer-siwer setengah sadar.

Saat nyawanya sudah terkumpul, ia melotot kepada Auva yang berdiri santai di samping tempat tidurnya.

Menghela dari acara tidurnya dan mengucek-ucek matanya yang pastinya ada beleknya-ups!

"Maap gue lelet bangunnya," kata Aurel menatap polos Auva," gue abis mimpi indah, takut bangun lagi."

"Kalo lo mau, gue bisa pinjemin mimpi buruk buat lo. Biar kalo pagi, bisa duluan daripada gue. Mau gak?" Auva menaik-turunkan alisnya.

"Nggak, makasih. Gak lucu nanti gue jadi kucel plus kantong mata nongol karena mimpi buruk,"

Aurel bergidik. "Ngeri euy!"

"Ya, mangkanya buruan sana mandi!" Auva menatap Aurel sinis.

"Gue tinggalin gak, nih?"

Aurel cepat-cepat melompat dari ranjang, menyambar handuk. "Jangan! Tungguin 10 menitan!"

"Oi, mau ngapain, sih? Positif thinking dia otw semedi buat luluran." Auva membuang napas, berjalan mendekati nampan sarapan yang sudah ia letakkan di meja dekat pintu keluar kamar Aurel.

"Kalo kelamaan, roti kejunya gue makan yak!" teriak Auva bermaksud mengancam Aurel agar tidak terlalu lama melakukan ritual mandinya.

"Weh, iya-iya gue usahain cepat ih!" pekik Aurel dari dalam kamar mandi. Terdengar suara shower yang mengiringi.

Auva menatap pintu kamar mandi yang bernuansa putih itu, lalu mengedarkan pandangannya ke balkon kamar yang menampilkan pohon-pohon yang membuat mata gadis itu yang sebelumnya sedikit mengantuk jadi fresh kembali.

Tangannya mengambil segelas air putih dingin dan menyeruputnya pelan, sambil menunggu Aurel selesai mandi.

Auva diam-diam tersenyum, sang sahabat-lah yang membawanya sampai ke kediaman rumah itu. Andai Aurel tak merengek ke orang tuanya untuk memungut dirinya, mungkin sekarang gadis tomboy itu tak akan berdiri menunggui Aurel di kamar ini.

Ya, Auva itu anak angkat atau gampangnya adalah anak yang diadopsi oleh keluarga Aurel. Tempat tinggalnya dahulu tentu jalan raya. Ia dulu untuk mencari sesuap nasi pun harus rela mengamen setiap hari, mengemis makanan ke warung-warung sekitar, atau membersihkan nasi tercampur pasir yang diambilnya di dekat pertokoan saat penjaganya pergi.

Kalopsia, Revan! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang