04. Gejala Awal

1K 43 17
                                    

'Mental, sebuah kata yang terkadang sering diremehkan oleh banyak orang'



"Astaga, lo kenapa Sya?

Nasya bergeming, ia masih sibuk memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya padahal tak ada apapun yang dimuntahkan.

Hany semakin terheran dengan Nasya yang tiba-tiba memegangi perutnya. "Apa Nasya sakit?" pikirnya.

Suara air terdengar, Nasya menyiram wastafel yang berada di dalam toilet itu ketika sudah selesai. Hany menatapnya dengan penuh khawatir, berusaha meminta jawaban tentang kondisi tubuh Nasya.

"Ngapain di sini, Ny?" tanya Nasya yang malah membuat Hany dongkol. Padahal ia sudah begitu khawatir dengan Nasya, tetapi sang empu malah menanyakan hal yang tak penting.

"Pake nanya lagi. Ya, gue khawatir lah. Tiba-tiba lo keluar kelas terus muntah, gimana gue gak khawatir Nanas?" ucap Hany seraya memplesetkan nama Nasya.

"Oh." Lagi, Hany kembali dibuat kesal dengan jawaban Nasya. Dengan tidak berdosa Nasya hanya menjawab dengan singkat dan meninggalkannya di toilet seorang diri. Untung ia adalah tipe sahabat yang teramat sabar.

Sesampainya Hany di kelas, dilihat Nasya sudah terduduk di kursinya kembali. Seolah tak terjadi apa-apa gadis itu dengan santainya memainkan handphone nya.

Hany menghampirinya dengan diikuti gebrakan meja, membuat seluruh penghuni kelas mengalihkan pandangan kearah keduanya. Nasya terlojak kaget seraya mengusap dadanya.

"Lo kalo sakit bilang! Gak usah sok kuat. Tadi muntah-muntah, sekarang malah main HP. Mending pulang istirahat," ujar Hany dengan suara tinggi.

Nasya menghela nafasnya, beberapa temannya pun menyoraki Hany, mereka kira Hany dan Nasya sedang bertengkar.

"Ayok pulang, gue anterin ke meja piket buat izin," ucap Hany seraya menarik tangan Nasya.

Sang empu yang ditarik hanya diam tak bergerak sedikitpun. Hany menatap Nasya dengan tajam, apakah orang sakit bisa sekuat ini menahan tarikan tangannya?

Nasya menurunkan tangan Hany dengan lembut dan menuntun Hany untuk duduk kembali, ia tersenyum kecil sampai akhirnya ia membuka suara.

"Aku gak apa-apa kok, Ny. Cuma mual sama sakit perut dikit aja, gak parah kok," ucap Nasya mencoba meyakinkan Hany.

Hany menatapnya dengan tatapan menyelidik, pasalnya tumben sekali seorang Nasya yang selalu menjaga pola makannya ini tiba-tiba mual dan sakit perut.

"Yakin? Lo tadi pagi gak sarapan ya? Buktinya tadi lo muntah gak keluar apa-apa?" tanya Hany.

Nasya berfikir sebentar sebelum ia menggelengkan kepalanya. "Aku sarapan Ny, bahkan tadi mama buatin nasi goreng spesial buat aku sama Aura."

"Terus kenapa lo mual sama sakit perut? Kalau semisal lo menstruasi juga gak sampai mual gitukan?" Mendengar pertanyaan dari Hany membuat Nasya seketika teringat sesuatu yang selama ini ia lewatkan.

Ia terdiam sebentar, mencoba mengingat dan menepis prasangka di dalam hatinya. Pasalnya ia juga tidak tahu penyebab mual dan sakit perutnya tersebut datang dari mana.

Tiba-tiba Nasya menatap Hany dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Hany pun sampai mengerutkan dahinya melihat raut wajah Nasya saat ini.

"Sekarang bulan ke berapa setelah terakhir kali kita kerja kelompok bahasa?" tanya Nasya dengan panik.

Hany semakin dibuat heran, kenapa tiba-tiba Nasya malah menanyakan kerja kelompok? Bukannya ia sedang sakit, kenapa malah menanyakan kerja kelompok yang sudah terlewat lebih dari tiga bulan itu?

"Udah sekitar lebih dari tiga bulan kayaknya, emang kenapa sih? Katanya lo sakit, malah nanyain kerja kelompok." Nasya seketika membulatkan matanya, tanpa ia sadari sudah lama ia melupakan terakhir kali di mana dirinya mengalami menstruasi.

Ia ingat betul pada saat kerja kelompok bahasa pada hari itu dirinya tengah kedatangan menstruasi yang membuat ia izin tak melanjutkan sampai selesai.

Nasya menggelengkan kepalanya, menepis beberapa hal buruk yang sudah bersemayam di dalam otaknya. Ia tak bodoh untuk melupakan kejadian yang membuatnya trauma itu, ia bahkan ingat betul bagaimana awal mula insiden itu terjadi.

Ia mencoba mengontrol nafasnya yang sudah naik turun, mencoba menenangkan dirinya. Hany yang melihat gelagat aneh dari sahabatnya itu kembali mengerutkan dahinya, otaknya kembali dibuat berfikir prihal Nasya yang terlihat agak aneh.

"Lo kenapa si, Sya?"

Nasya membuka matanya yang semula ia tutup, ia hanya menggeleng kecil dan sedikit menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.

✿❀❀✿

Tiga hari sudah Nasya lewatkan dengan rutinitas baru di pagi hari. Merasa mual dan muntah ketika melihat atau mencium sesuatu yang menurutnya tak enak untuk dilihat apalagi di cium baunya.

Entah kenapa kecurigaannya semakin bertambah dikala ia belum menstruasi selama lebih dari tiga bulan belakangan ini. Ia bukan perempuan bodoh yang tidak tahu ciri-ciri seperti ini. Bahkan beberapa sepupunya yang sudah menikah pun sering memberikannya edukasi terkait hal ini.

Ia menggigit kuku jarinya, kekhawatirannya semakin bertambah besar seiring berjalannya waktu. Ada keinginan untuk memastikan apakah semuanya hanya kekhawatiran yang berlebih atau bahkan ini memang benar adanya.

Nasya bimbang, pasalnya walaupun ia hanya melakukan sekali dengan pria brengsek itu, tidak menutup kemungkinan untuk membuat dirinya bisa hamil.

Sebuah benda pipih yang sedari tadi ia genggam kembali ia taruh di atas meja belajarnya. Ia ragu, jika semua kecurigaannya adalah benar, lalu bagaimana kehidupan dirinya ke depan? Tak mungkin ia bisa menyembunyikan semua itu dari kedua orangtuanya, terlebih pihak sekolah juga pasti akan men-drop out dirinya jika mengetahui hal tersebut.

Ia menatap benda pipih panjang yang baru saja ia beli melalui jasa antar online. Ada keraguan, tetapi ia ingin memastikan semua  kebenarannya dan berharap jika kecurigaannya hanya sebuah kekhawatiran yang berlebih.

Dengan didorong rasa penasaran, akhirnya Nasya memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamarnya seraya membawa benda tersebut.

Tak membutuhkan waktu lama untuk melihat hasil dari alat test kehamilan tersebut. Nasya membuka matanya yang sebelumnya tertutup rapat.

Di dalam penglihatannya, terpampang dua garis berwarna pink yang terlihat dengan jelas.

"Hahaha, kayaknya penglihatan ku deh yang burem," ucap Nasya seraya mengucek matanya, ia seakan menolak percaya dengan apa yang sudah ia lihat.

Dilihat kembali alat test kehamilan tersebut. Sama, tak berubah. Dua garis pink tersebut masih terlihat dengan jelas di alat test tersebut.

Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat, Nasya kembali mengucek matanya dengan kekuatan yang lebih kencang hingga matanya berair dan memerah. Tetapi, lagi-lagi dua garis yang ia tak harapkan itu kembali terlihat.

Tubuhnya melemas, ia terduduk dilantai dengan tatapan kosong. Tak terasa air matanya meluruh membasahi pipinya.

Ia tertawa hambar dengan posisinya yang sudah terduduk di lantai kamar mandi. Semakin lama tawa hambar itu semakin kencang, hingga sebuah teriakan lantang keluar dari mulutnya.

Nasya melempar alat test kehamilan itu dengan sembarang. Ia merenggut rambutnya seraya membenturkan kepalanya ke hadapan tembok.

"Itu salah! Alatnya yang rusak. Hahaha, mana mungkin kan?" Bantah Nasya, menolak percaya dengan apa yang sudah ia lihat.

✧・゚: *✧・゚:*

Setelah sekian purnama akhirnya update🙂.
Maaf bila ada typo-typo yang bertebaran.

See you next time👋
Salam hangat, Caca Marinca.

Sen, 8 Agustus 2022.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Untuk NasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang