[11] Patah Hati

4 0 0
                                    


Setelah istirahat kedua, Saskia memutuskan untuk kembali ke kelas. Dia tidak mau pulang karena oma pasti khawatir kalau tahu dia pingsan di sekolah. Apalagi tadi pagi oma sudah tak mengizinkan Saskia untuk berangkat ke sekolah.

Kepala Saskia memang masih agak pusing, tetapi kabar baiknya adalah suhu tubuhnya mulai kembali normal. Gadis itu berjalan sendirian ke dalam kelas. Jalanan sudah sepi karena bel sudah berbunyi kurang lebih sepuluh menit yang lalu.

Kaki Saskia mulai masuk ke dalam ruang kelas. Pelajaran Kimia sedang berlangsung, semua teman sekelasnya tampak hening saat ia masuk. Sang guru yang tahu Saskia dari pagi dirawat di klinik segera mempersilakannya duduk. Namun sebelum itu, sang guru kembali meyakinkan apakah ia benar-benar akan mengikuti kegiatan belajar mengajar hari itu. Saskia mengangguk dan menoleh ke arah tempat duduk siswa. Senyum kecut tersungging di bibirnya setelah melihat Rengganis duduk di sebelah Jagad, tepat di tempat duduknya.

Menguatkan hatinya, dia berusaha mengembalikan senyumnya walau terpaksa. Saskia berjalan dengan mantap ke tempat duduk kosong di sebelah lintang. Tepat di depan bangku Jagad dan Rengganis. Sepanjang siang itu ia sama sekali tak menoleh ke mana pun. Bahkan tak mengajak Lintang bicara, ia hanya fokus mendengarkan penjelasan guru atau menunduk ke mejanya sendiri untuk mengerjakan tugas-tugas.

Di akhir kegiatan sekolah, Bu Nia meminta semua siswa untuk mengambil kertas berisi nomor yang akan digunakan untuk praktik lusa. Di kelas ada tiga puluh orang siswa dan akan dibagi menjadi lima belas kelompok. Berarti semua orang akan berpasangan.

Kebetulan Lintang mengambil terlebih dulu dari Saskia, dan dia sudah mendapatkan pasangannya. Saskia jelas menjadi kesal karena ia sedikit berharap bisa mendapatkan pasangan dengan Lintang karena ia tidak begitu mengenal orang lain.

"Satu," ucap Saskia setelah membuka lintingan kertas yang dipilihnya. Saat sekretaris menuliskannya di papan tulis, ternyata belum ada orang lain yang mengambil nomor yang sama dengannya. Siswa-siswa lain yang belum mengambil nomor pun akhirnya mengambil satu per satu, tinggal lima orang yang belum termasuk Rengganis dan Jagad. Mau tidak mau Saskia jelas ketar-ketir. Ia khawatir kalau harus berpasangan dengan salah satu dari mereka.

"Satu." Kekhawatiran Saskia ternyata memang benar. Helaan napas jelas terdengar dari bangku di belakangnya, Jagad yang melakukan itu setelah mengucapkan angka berapa yang ia dapat. Namun Saskia nampak biasa saja, tetapi jantungnya sudah berdegup kencang sejak beberapa saat yang lalu. Antara takut, marah, sedih, dan bahagia, semua perasaan itu tercampur menjadi satu. Hanya saja ia tak ingin mengekspresikan semua itu di hadapan orang banyak, ia mulai sadar bahwa menjadi public figure itu bukan suatu hal yang mudah.

Teeeet...

Bel pulang berbunyi tepat saat jarum panjang menunjuk angka enam. Semua siswa sudah membereskan barang-barangnya sejak tadi, jadi mereka langsung bubar dari dalam kelas. Sedangkan Saskia masih tenang duduk di tempatnya. Mengambil ponsel untuk mengirim pesan ke sopirnya lalu mulai merapikan barang-barangnya.

"Sas, lo nanti dijemput?" Lintang bertanya, mencoba mencari topik pembicaraan.

"Hm." Gumaman itu adalah jawaban tersingkat yang pernah Lintang dengar dari mulut gadis itu. Kemudian Saskia segera berjalan ke luar kelas dan diikuti oleh Lintang. Gadis itu jelas merasa risih, dia tidak suka ada orang yang mengikutinya, apalagi ia masih marah kepada laki-laki itu.

"Tang, lo mending cepetan nyamperin sopir lo daripada harus ngikutin gue gini. Gue masih mau ke kamar mandi. Lagipula gak ada perlu juga kan lo sama gue."

Saskia benar berbelok ke kamar mandi, tetapi nyatanya itu hanya alasan. Ia sebenarnya ingin pergi ke perpustakaan. Munafik kalau ia tak ingin melihat dan berbicara dengan Jagad empat mata. Karena tujuannya ke sana memang untuk Jagad. Namun jika Rengganis juga ada di sana, dia pasti akan memilih untuk segera pulang. Saskia tak mau banyak bicara lagi dengan perempuan itu.

Jagad RayaWhere stories live. Discover now