Memulai hari dengan senyum di depan layar ponselku, terlihat namamu silih bergantian menghiasi kolom pesanku. Terasa amat menyenangkan, meski belum sepenuhnya meyakinkan. Kita membiarkan waktu menghempas segala praduga yang selalu saja memunculkan duka. Ah tidak, mungkin aku saja yang sering salah sangka. Padamu, ku biarkan segala hal baik berada di sisi pola pikirku. Aku ingin bahagia.
Kamu ceritakan bagaimana rumitnya harimu dan aku jelaskan betapa lelahnya hidupku. Aku begitu kasmaran, denganmu yang mungkin hanya penasaran. Ku percaya bahwa langkah kaki ini membiarkan kita bertemu dalam upaya yang terjebak di tengah sulitnya menelusuri waktu. Mata kitapun saling tertuju, dalam pencarian yang berharap tak lagi menemukan jalan buntu.
Sejak percakapan panjang kita di sore itu, ku sadar bahwa kau mungkin tahu apa yang sedang ku rasa. Kali ini, aku bukan terlalu percaya diri, namun ku tahu bahwa kesempatan seperti ini tak akan pernah datang dua kali. Jikapun ada, rasa dan nuansanya tak akan lagi sama. Lebih dari itu, mungkin kita akan menjadi orang yang sama sekali berbeda.
"Lakukan hari ini, atau kau mungkin akan ditinggal pergi." Ucapku dalam hati seraya meyakinkan bahwa memang kamulah yang benar-benar aku cari.
Apapun tentangmu selalu memenuhi kolom pencarianku. Aku ingin mengenalmu lebih jauh, lebih dekat, lebih dari siapapun makhluk di muka bumi ini. Meski ku tahu amat sulit menjadikan aku si satu-satunya dalam hidupmu, tapi persilahkanlah aku untuk berupaya sebaik mungkin untuk mendapatkan hatimu.
Bagiku, mendapatkanmu adalah upaya tanpa harus dulu mengerti arti dari kata lelah. Bagiku, memperjuangkanmu adalah bahagia tanpa adanya derita. Ketika kau katakan bahwa belum ada satupun laki-laki yang kini berhasil mencuri hatimu, saat itu juga aku harap akulah yang akan mendiami tahta itu.
Sejak awal aku memang sadar bahwa mendapatkanmu adalah harapan yang mungkin tak berumur panjang. Paling tidak, aku masih punya kesempatan, yang memang sepatutnya aku perjuangkan. Entah bagaimana hasil akhirnya nanti, aku sudah tidak peduli. Aku hanya tahu bahwa suka, cinta, dan percaya bukanlah tentang sebuah pengorbanan melainkan tentang sebuah keikhlasan dalam memperjuangkan.
Mungkin benar, rasa ini telah berhasil menghitamkan nalarku. Menghapuskan logikaku. Mengeyahkan semua janjiku tuk tak pernah sekalipun menganggumu. Aku telah gagal menjaga diriku untuk tak memasuki duniamu. Aku gagal, dan maafkan aku.
Ternyata,
hatiku lebih memilih untuk bahagia,
membiarkan rasa yang ada dibiarkan terbuka.
Waktu berlalu, pesan yang kita pertukarkan kian hangat tak juga membeku. Membiarkan semuanya berjalan sesuai takdir, tanpa harus kita risaukan tentang bagaimana semua ini akan berakhir; kisah yang bahagia, atau aku yang lagi-lagi harus menahan luka. Saat ku menatapmu dari kursi dimana dulu aku hanya memperhatikanmu, ada rasa yang berbeda disana. Tatapan mataku sekarang tak bergerak sendirian, ada balasan dari tatapmu dengan senyuman tipis yang menjadi penghias pandangku. Aku tak pernah tahu dan mungkin tak ingin tahu tentang apa yang sebenarnya kamu inginkan, tentang apa yang hatimu harapkan, dan tentang siapa yang sebenarnya hatimu dambakan. Aku hanya ingin menikmati waktu, yang denganmu takkan pernah ku biarkan berlalu.
Temu denganmu selalu saja berhasil membuatku gugup gelagapan. Mulutku belum juga fasih berbicara, masih mencari cara untuk merangkai kata. Aku merasa kesulitan untuk terbiasa dengan rasa yang mungkin ini pertama kalinya. Aku merasa bersalah padamu yang selalu saja ceria di kala menghadapiku membutuhkan lebih dari seribu satu cara. Aku merasa gagal menjadi apa yang kamu inginkan, kamu banggakan.
Untuk mencintaimu, aku akui ini hal paling sulit yang pernah aku temui. Selalu, aku selalu begitu. Merasa rendah disaat kau mencoba meyakinkan bahwa rasa yang ku punya mampu membuat kita terbang bersama. Merasa susah disaat kau selalu saja berusaha membuka jalan agar semuanya terlihat mudah.
Malam itu saat kau terlihat sibuk dengan tugasmu, saat kau sedang bercanda ria bersama kawanmu, saat kau begitu ceria dengan harimu, tanpa kamu sadari aku tersenyum dari bayang-bayang punggungmu. Berdoa kepada Tuhan agar suatu hari ada aku dalam alasan kamu tersenyum, ada aku dalam alasan harimu yang begitu ceria, ada aku yang selalu kau anggap berhasil menjadi pelengkap sendirimu. Aku hanya bisa berharap. Meskipun aku sadar kita baru sekadar dekat belum melekat. Meskipun aku sadar kita baru sekadar kenal belum benar-benar mengenal. Meskipun aku sadar bahwa aku hanya mencintai dari satu sisi. Namun, aku selalu berharap Tuhan bisa mengwujudkan apa yang aku doakan.
Tak usah risau, karena pada nyatanya aku sudah sepenuhnya sadar akan keadaan yang sekarang terlihat begitu rumit dan terkesan sangat membingungkan. Aku sudah sepenuhnya paham bahwa padamu aku hanya mampu mencinta sendirian, tanpa dipersilahkan memilki harap tentang kamu yang mungkin akan datang dengan penuh belas kasihan menjawab segala rasa yang sedang membara tak karuan.
Kamu berhasil menjadi pelengkap segala hal yang sejak dulu aku imajinasikan. Tentang teman yang selalu berada di sisi, tentang wanita yang siap sedia untuk menghiasi hari, dan tentang masa depan yang selalu aku cintai. Candaanmu menjadi candu yang selalu membuatku tersenyum sendirian. Di kala hari begitu sunyi, hati begitu sepi, hadirmu adalah keramaian yang selalu ku nantikan. Kamu begitu lucu, kata-kata jailmu sanggup membuat pipiku merona malu. Memang semua sulit untukku jelaskan, namun semua yang kamu lakukan selalu saja mampu membuatku tersesat tak tahu arah jalan pulang.
Merayakan segalanya cinta, melupakan segalanya duka. Kamu mampu melakukannya. Kamu sanggup mengabulkannya. Rangkaian harap kini satu persatu mulai tumbuh tak terkendalikan. Tentang tangisan yang mampu kamu hapuskan dalam hariku, tentang kepedihan yang mampu kamu enyahkan dalam hatiku. Membuatku yakin bahwa kamu sepenuh-penuhnya yang layak aku perjuangakan, tanpa penyesalan.
Asal kamu tahu, aku selalu menantimu menyadari perasaanku. Sembari menunggumu, aku selalu berusaha dan terus berusaha memperbaiki diriku. Belajar bagaimana menjadi layaknya seorang laki-laki yang fasih menggunakan fungsi hati. Belajar bagaimana cara berbicara dengan jelas ketika raut wajahmu menghantam hatiku dengan ganas. Belajar bagaimana cara mencintai tanpa tahu tentang arti sebenarnya dari apa itu benci, dan belajar bagaimana cara menjadi si masa depan yang mampu kau cintai.
Semoga kamu mengerti. Tak usah risau untuk membalasnya. Aku sudah cukup terbiasa mencintai sendirian. Cukup disini saja, temani hari-hariku.
Aku pikir pintaku tak berlebihan.
Jadi,
penuhi inginku; satu ini saja.
----------------------------------------------
Percayalah,
sejak awal ingin sekali aku hentikan.
Namun,
apa yang membuatku mencintaimu
selalu saja berhasil membungkam kepergian
----------------------------------------------
YOU ARE READING
Kata Kamu
Non-FictionBagai kisah yang diinginkan usai, Rasa ini selau hadir untukmu yang tak pernah seutuhnya sampai.