Setelah semuanya terungkapkan, ku pikir kau akan berbeda. Kau akan pergi, setelah tahu aku sudah menaruh hati. Menatapi layar ponselku terus menerus untuk menunggu pesan singkat yang sedari tadi belum juga kau kirimkan. Aku begitu resah. Aku takut sekali salah. Di ambang keraguan, ku terjebak dalam sebuah penantian yang tak kunjung datang.
"Apa pernyataan rasaku seburuk itu?" gumamku dalam hati.
Namun, perkiraanku salah. Kamu tidak terganggu sama sekali. Kamu membalas dengan senyuman yang kau kirimkan malam itu seraya meyakinkan bahwa tidak ada yang salah dengan rasaku, dan tidak ada yang salah dengan harapku.
"Biarkan semua berjalan apa adanya. Jika memang kita ditakdirkan bersama, mungkin suatu saat hati kita akan berjumpa juga." Balasmu malam itu.
Kata-katamu begitu menenangkan hatiku. Saat itu, aku pikir kita sudah satu rasa dan saling percaya untuk selalu bersama; kini dan nanti. Hingga takdir memisahkan kita, dengan atau tanpa tanda-tanda yang menyiksa di antara kita yang ku harap tak akan pernah nyata adanya. Entahlah, berpisah denganmu adalah hal yang paling tidak ku ingini hari ini, atau mungkin selamanya. Meski bayangmu telah pergi, namamu akan selalu ku kenang hingga mati.
Akhir pekan selalu menjadi waktu terbaik untuk rehat dari segala rutinitas yang melelahkan. Seharusnya, hari ini kita bisa menghabiskan waktu bersama layaknya sepasang manusia yang sedang di mabuk asmara. Janjimu dengannya, sudah menjadi tembok yang menghalangi langkah-langkah kita berdua. Tak apa, janji adalah suatu yang harus aku dan kamu hargai. Sakralnya sebuah janji taubahnya seperti sulitnya menemukan penggantimu yang tak pernah ku inginkan pergi. Aku berkata seperti ini, karena janjimu itu untuk seorang wanita juga. Jikalau itu laki-laki, mungkin sudah habis ku maki dia. Mungkin.
Menikmati hari tanpa kabar darimu rupanya menjadi keadaan yang sulit dan ternyata cukup rumit. Mungkin aku belum terbiasa, mungkin juga karena rindu yang semakin meronta-ronta. Pagi berganti siang, sinar mataharipun perlahan hadir beriringan dengan pesan singkat yang akhirnya bisa kau kirimkan. Bercerita tentang menyenangkannya hari yang kau lewati, pergi sana-sini menjadi salah satu agendamu kini. Entah apa yang sedang kau cari, jelas-jelas laki-laki yang sedang menantimu ada di sini; di tempat yang mungkin tak akan kau sadari.
Perasaan yang tumbuh, tak mesti kita salahkan. Tak usah peduli dengan mereka-mereka yang coba mengenyahkan. Dengan kau disini saja sudah membuatku nyaman beribu nyaman. Tak perlu ku jelaskan, hatimu jelas-jelas tahu apa isi dari sebuah jawaban. Entahlah, apapun yang kau inginkan dariku, akan ku berikan seutuhnya-sepenuhnya. Aku tak ingin menjadi setengah-setengah untuk tak lagi membuat hatimu kembali patah. Untuk menjagamu, banyak hal yang harus ku lakukan, bukan ku korbankan. Cinta tak perlu pengorbanan; karena sungguh aku benar-benar ikhlas untuk melakukan.
Aku tak ingin banyak, tapi bertanggung jawablah...
akan hariku yang mungkin terenyahkan,
akan hatiku yang mungkin kau campakkan.
Banyak hal lain yang kau coba sungguhkan untuk membuatku terlihat diistimewakan. Mulai dari kontak ku yang kamu pin, kabar yang tak henti kau beri, sikap marahmu jika pesan yang kau kirim hanya bisa ku baca tanpa tanda akan adanya balasan, hingga malam yang tak pernah henti kita gunakan sebagai tempat berbagi. Lalu apalagi yang sebenarnya kita cari? Atau mungkin ini hanyalah kesalahapahaman diriku sendiri?
Aku benar-benar tak mengerti tentang apa yang sebenarnya kau simpan di dalam hati.
ataukah mungkin aku terlalu tergesa-gesa untukmu yang tak juga peka?
Hari demi hari tak juga terselsaikan membuat aku semakin buta tak tahu arah tujuan. Aku yang tak mengerti cinta seolah kau bodohi oleh tingkah lakumu yang menunjukkan kesamaan rasa. Sepenuhnya diri ini sudah ku beri untukmu; bukan seperempatnya, setenganya, tapi seutuhnya-sepenuhnya.
"Kok kaka percaya sih sama aku udh nyerahin semuanya gitu?" tanyamu dengan berbagai rasa penasaran.
"Karena gak ada alasan aku untuk gak percaya kamu. Kan kalau kita bahagia akan suatu hal, kita harus menjaga kebahagiaan itukan? Salah satunya dengan memberi dia kepecayaan." Jawabku dengan jelas.
"Makasih udah ngasih kepercaayan itu. Semoga aku bisa menjaganya dan gak ngecewain kaka" ungkapmu lugas.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar jawabanmu. Setelah itu, kita bungkam untuk sejenak membiarkan angin berlalu lalang tepat dihadapan kita berdua. Semesta yang mencari perhatian tak juga mampu mengalihkan pandangan. Waktu terhenti untuk sesaat, ketika kita sama-sama mencoba saling dewasa akan tanggung jawab rasa. Paling tidak, kita sudah sama-sama berusaha walaupun masih tersedia kemungkinan perihal waktu yang mungkin akan memberikan jawaban yang tak pernah kita bayangkan. Percayalah, aku tak apa. Aku bangga akan diriku, dan dirimu;
- Kita sudah sama-sama dewasa
untuk orang yang pernah terluka.
----------------------------------------------
Aku menyerahkan diriku,
dengan kesadaraan penuh pada hatimu.
Aku persilahkan hatiku,
untuk kau jaga sepenuhnya, setulusnya.
Tak apa jika suatu hari kau putuskan untuk kau rusak,
kau buang, kau hancurkan.
Aku memberikan hati ini dengan penuh keikhlasan,
bukan pengorbanan.
Maka, ia akan selalu tahu cara memaafkan.
----------------------------------------------
YOU ARE READING
Kata Kamu
Non-FictionBagai kisah yang diinginkan usai, Rasa ini selau hadir untukmu yang tak pernah seutuhnya sampai.