"Kita adalah manusia yang sama-sama berada dalam mimpi" pikirku malam ini. Paling tidak kata-kata itulah yang selalu menyadarkanku untuk tidak terlalu menaruh harap atas balasan perasaan yang tak juga datang mendekap. Mimpi adalah anugerah Tuhan yang harus sama-sama kita syukuri. Terlebih dari itu, akhir-akhir ini mimpi menjadi teman di kala rinduku padamu tak lagi mampu ku penuhi. Ia selalu berhasil menunjukkan wajahmu dalam pejaman mataku. Ia selalu berhasil menampilkan senyuman dalam gelapnya dinding kamarku. Dalam cinta bernada diam, kadang kita harus sering berbicara dengan diri sendiri agar tidak terus-menerus berada dalam kesalahpahaman.
Ada rasa yang mengganjal setiap ku tatap matamu dalam-dalam. Selalu saja ada bagian-bagian di bola mataku yang memaksaku untuk selalu percaya. Menahanku untuk tidak pergi. Membiarkanku untuk berhenti dan tak lagi berlari, meski sejujurnya ia tahu bahwa tak pernah ia temukan namanya di kedua bola matamu. Kamu adalah satu dan satu-satunya yang bisa membuatku bahagia dan berduka dalam satu waktu. Kamu adalah satu dan satu-satunya yang bisa membuatku seakan berada di dunia nyata dan maya hanya dalam sekejap saja. Dan kamu adalah satu dan satu-satunya yang mampu membuat semuanya penuh dengan pertanyaan tanpa adanya jawaban.
Aku sadari, bahwa mencintai sendiri adalah kenyataan yang sulit dimengerti. Aku memang sering mengalami kondisi seperti ini. Begitu paham aku di buatnya. Cara-cara yang datang dan pergi, cara-cara yang berjanji lalu membohongi, begitu ku pahami. Namun denganmu, sungguh membuatku tak sanggup untuk membuat rasa ini terdefinisi. Kamu adalah wanita yang beberapa minggu lalu berhasil merebut hatiku tanpa melakukan satu aksipun yang berarti. Kamu tak perhatian. Kamu tak cukup baik padaku. Yang pada akhirnya bisa aku simpulkan bahwa kali ini mungkin kamu hanya penasaran. Dengan semua pertimbangan itu, bodohnya aku masih bertahan di hidupmu. Sungguh, jika ini adalah sebuah ujian, maka aku akan menyerah sebelum batas akhir dibunyikan.
Merindukanmu ibarat sebuah candu. Bagai sebuah perangkap yang ikatannya semakin lama kian menguat. Rantai-rantai hadirmu kian membelenggu remuk tubuhku. Menikam tempat persembunyianku. Hingga tak bisa bergerak, hingga tak bisa lagi berakal sehat. Aku terpenjara dalam ruang sepi yang belum juga kau sadari. Aku termakan habis oleh semua cerita manis yang selalu berhasil kau perani. Aku terhipnotis oleh semua tipu daya yang selalu berhasil membius seutuhnya hari.
Terperangkap sudah semua khayalku oleh indahnya biusan janji-janjimu. Kepercayaanku padamu meningkat cepat. Melesat hebat, bagaikan roket yang diterbangkan untuk mencari alien di bulan. Hatiku terasa pengap. Ia penuh sesak dengan namamu di setiap sudutnya. Terpenuhi oleh ketidakjelasan hati yang bisa saja tak jadi memenuhi. Terisi oleh ke-ambigu-an rasa yang bisa saja tak jadi mengisi.
Terkadang, aku merasa dipermainkan oleh senyum manismu itu, dan terkadang aku merasa begitu dibutuhkan oleh indahnya mata sendumu. Aku ditelan sunyi yang kamu gunakan untuk semakin membuatku tak mampu berhenti bersembunyi. Tersimpan dalam ruang sendiriku, dengan penuh buaian yang kau rangkai agar berhasil menipuku. Sejelas apapun itu, nyatanya aku masih tetap saja mencintaimu. Bahkan, ini semakin membesar dan terus melebar. Jangan tanyakan alasanmya kepadaku, karena sungguh akupun tak mampu pahami apa yang sedang terjadi.
Hari ini kau bercerita bahwa dengan anehnya buku kuliahku bisa sampai di pelukanmu. Entah mengapa, mungkin ku pikir Tuhan sudah mengatur itu semua. Tentang pertemuan kita, tentang cara kita menjadi dekat atau bahkan jika nanti Tuhan tidak menakdirkan kita bersama, mungkin itulah jalan-Nya.
Kehadiranmu dihidupku memang selalu membuat hariku terlihat begitu menyenangkan. Ada jiwa yang tertenangkan, ada ragu yang teryakinkan. Akhirnya aku pahami, bahwa hanya padamulah egoku tentang rasa bisa luluh lantah tak berdaya. Aku tidak memintamu untuk membalas apa yang aku rasakan, namun bisakah sedikit kamu beri penjelasan tentang apa yang sebenernya kamu inginkan?
Kamu bilang, kita berdua sama-sama tidak jelas. Aku mengangguk diam. Ingin sekali berteriak ku di depan mukamu, bahwa kali ini aku sudah begitu menyukaimu. Namun, tanda-tanda yang ku berikan hanyalah sekadar tanda, tanpa pernah kujelaskan. Jika saja, aku belajar untuk lebih berani mengungkapkan apa yang sedang ku rasakan dengan benar, mungkin jawaban itu sudah ku dengar dalam tenang. Sayangnya aku bukan orang seperti itu. Aku merasa kasihan denganmu, dan juga dengan diriku.
Kamu bilang, aku terlihat lucu saat aku merasa pasrah dengan apa saja yang sedang kamu lakukan. Aku tersenyum diam. Ingin sekali ku berteriak di depan wajahmu, bahwa ini semua karena aku sudah jatuh teramat dalam pada sosokmu. Namun, keadaan menyadarkanku bahwa rasaku saat ini hanyalah menjadi mililkku bukan inginmu. Jika saja, kamu mengerti bahwa rasa ini sulit untuk ku cipta kembali, mungkin kamu akan mengenggam hatiku lebih dalam. Sayangnya kamu bukan orang seperti itu. Aku merasa itu sulit untukmu dan juga untuk diriku.
Jalan kita masih panjang. Matahari dan bulan selalu berganti dimana hari yang ku lewati tak lagi sepi. Kali ini, ada dirimu yang berhasil mengganti segala duka dengan banyaknya suka. Hampa yang ku rasa tak lagi ku derita. Semesta menggiringku pada kenyataan bahwa aku begitu membutuhkanmu. Tapi, aku tak yakin apakah kau juga membutuhkanku?
Kita menghabiskan malam bersama, bercerita tentang tugas-tugas kuliah yang melelahkan, berkeluh tentang betapa beratnya hari yang sama-sama kita lewatkan, atau sekadar saling melemparkan isi-isi pesan yang tak lagi relevan. Rasa kantuk dan hitamnya malam yang semakin pekat adalah saksi dimana ada dua manusia yang berusaha saling percaya, yang berharap suatu hari nanti bisa saling menaruh rasa. Kita sama-sama menjaga diri sendiri tentang betapa sakitnya jatuh hati, yang kita harap tak akan lagi terjadi. Di hari esok yang akan kita jumpai ketika mata selesai terlelap, aku harap kita akan bisa saling sepaham untuk melupakan sakitnya masa lalu. Setelah itu, kita bisa sama-sama saling sepakat untuk menjalani sisa hari dengan penuh percaya bahwasanya rasa yang kita punya akan menghiasi hari kita berdua dengan penuh bahagia.
Tentang rasamu padaku,
Sungguh akupun masih meragu.
Dalam kesulitan ini, terlintas dalam benakku untuk semakin mendekatimu agar hatimu tahu bahwa sekeras itu aku berusaha untuk mendapatkanmu. Gelap, terang, saling berganti tuk menghiasi. Setiap hari adalah hari yang berwarna, bagiku. Mengerti ceritamu, memahami keluh kesahmu, mendengar artis korea kesukaanmu adalah pelengkap hariku saat ini. Saat hariku terasa lelah, saat tak ada orang yang bisa mengerti, saat kondisi tak lagi mendukung adaku, kamu adalah obat penawar untuk menyembuhkan itu semua dan membuat senyum itu kembali ada. Kamu sebenarnya tahu, bahwa rasa sukalah yang mendasari itu semua.
Hari telah berganti, dini hari telah siap menjumpai. Kamu akhirnya tak lagi membalas pesan yang aku kirimkan, yang menandakan kamu sudah bermimpi berselimutkan alam. Sedangkan, aku masih mencari alasan di balik mengapa hatiku dengan mudah kau genggam.
Bantulah aku,
jika sulit untuk kau katakan, setidaknya hadirlah di mimpiku.
Selamat tidur, Sel.
----------------------------------------------
Tidurlah,
lelapkan mata sendumu itu.
Istirahatkan lelahmu,
yang belum sempat kamu ceritakan padaku.
Hingga kau percaya,
bahwa kali ini..
aku begitu mencintaimu.
----------------------------------------------
YOU ARE READING
Kata Kamu
Non-FictionBagai kisah yang diinginkan usai, Rasa ini selau hadir untukmu yang tak pernah seutuhnya sampai.