Fiveteen

24.4K 3.4K 1K
                                    

Bilang kalau ada typo
Happy Reading

Kepala Jaemin semakin menunduk dalam, dengan tangan sibuk memainkan ujung  hoodienya, melampiaskan perasaan resah yang ada sedari awal kedatangan Jeno menjemputnya kemari, ia tak pernah berani menatap wajah Jeno yang datang dengan raut was-was dan napas memburunya.

 "sekali lagi maafin nana, ya, pak."

Pria dengan balutan seragam cokelat itu mengangguk . "Tapi motor saudara Jaemin harus kami tahan. selain di bawah umur, balapan yang  dia dan mereka yang ada di sana lakukan itu ilegal.”

Jeno menghembuskan napas lelahnya.  "saya tebus motornya, pak. bisa diambil, gak?"

Pria di hadapannya mengangguk, "bisa saja, tapi saudara Jaemin gak boleh ngulang  kesalahan ini lagi."


"Makasih, pak. nanti saya cermahin anaknya."

Tak butuh waktu lama untuk menunggu, Jeno mendapatkan kembali kunci motor  milik Jaemin yang sempat disita anggota polisi. Setelah urusannya telah selesai, Jeno berjalan menghampiri Jaemin yang duduk tak jauh di belakangnya. tatapan tajam ia layangkan pada sosok manis yang terus menundukkan kepalanya itu.


"Jaemin, angkat kepala lo."

Dengan ragu-ragu dan sedikit rasa takut yang mengukung hatinya, Jaemin mengangkat kepalanya, memberanikan diri menatap Jeno di hadapannya.  Selang setelah Jaemin mengangkat kepalanya, Jeno lekas melemparkan kunci motor milik bocah kecil itu, sementara Jaemin yang memiliki refleks bagus dengan sigap menangkapnya.


"Pulang, lo punya urusan malem ini, kiddos."

Jaemin yakin bahkan saat di perjalanan pulang, ketika kaki telah menapakkan diri  di atas lantai kamar asrama keduanya, maka Jeno akan—

 "Udah gue bilang jangan pergi”

  —memarahinya.

Jaemin menunduk setelah Jeno membentaknya dengan penuh rasa marah.  "Dengerin omongan gue apa susahnya sih, Jaemin?

Si manis itu sama sekali tak bergeming, kedua tangannya semakin mengeratkan  cengkramannya pada ujung hoodienya. Sementara itu, Jeno menghela napas kesal, mengusak surainya dengan frustasi, kemudian kembali menatap Jaemin di hadapannya dengan tajam.

"berenti balapan."

 Kepala Jaemin refleks menengadah, menatap Jeno dengan raut tak terima.  "Engga!"

Emosi Jeno kembali tersulut, "Kenapa, sih?! lo susah banget dibilanginnya  bangsat?! " bentakan penuh amarah Jeno, berhasil menularkan emosi Jaemin untuk ikut mendidih.

"Gue balapan buat nyari duit ya! gue gak kaya lo yang tinggal minta orang tua kapan aja! gue cuma orang miskin!"

 Bahkan, baru sekali Jaemin meluapkan amarahnya, warna merah padam sudah menjalari wajahnya.

"Dulu kan orang tua gue udah pernah nawarin buat nanggung lo! kenapa lo tolak, sih, hah?! di kasih rezeki bukannya diambil!"

 “Pernah mikir gak sih lo kalo ada di posisi gue gimana?! hidup ditanggung orang lain  itu gak enak, anjing!"

Adiós || Nomin ☑️(Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang