Nineteen

28.5K 3.5K 699
                                    

Bilang kalau ada typo atau nama yang salah
Happy Reading

Resah, itu yang Jeno rasakan saat ini. kedua tangannya tak henti meremat helaian merah kecoklatannya, sedangkan Yeeun di sampingnya terus menenangkan lelaki itu.  Jeno tak akan pernah tenang, sama sekali tak akan pernah sebelum pintu ugd di depannya terbuka dan kabar baik menyusul.

Rasanya, Jeno ingin menangis saat ini, meruntuki segala hal yang patut disalahkan pada dirinya sendiri.  Jeno gagal, dia gagal melindungi Jaemin. dia selalu menyakiti Jaemin, dia selalu mengecewakan semua yang memberinya kepercayaan untuk melindungi si manis rapuh itu.

”Jaemin.. Jaemin.."

Ia tak ada henti menggumamkan nama Jaemin, tak pernah berhenti, sedari awal  Jaemin bilang dia ingin istirahat, di dalam mobil ambulans, bahkan menunggu kabar si manis di depan unit gawat darurat ini.

Jeno bahkan tak menggubris Yeeun yang menenangkannya, pun tak mempedulikan eksistensi Jisung dan Chenle juga Taeyong dan Jaehyun yang menyusul ke rumah sakit.

 "Jaemin.. Jaemin kuat.. na.."

 Semuanya menatap Jeno dengan iba, lelaki itu benar-benar terlihat sangat kacau sekarang.

Yeeun, bahkan hampir menangis ketika dengan frustasinya Jeno menggenggam kaus di bagian dadanya, menciumi darah Jaemin yang membekas banyak di sana.

 "Kak Jeno sayang kamu na.. Jaemin harus kuat."

Jeno menunduk dalam, meremat kuat kaus putihnya.  bergumam, berbisik lirih dengan raut sangat kacau. meski begitu, hal itu tak pernah Yeeun lewatkan. mulutnya tak henti wanita cantik itu mendengar semua gumaman dan bisikan yang lolos dari bibir kekasihnya. berkali-kali ucapan sayang untuk Jaemin dari Jeno dapat Yeeun dengar.

Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Jeno di matanya terlihat benar-benar sangat menyayangi Jaemin, terlampau menyayangi hingga tak sadar ucapan  sayang Jeno loloskan ketika kehadiran Yeeun ada di sampingnya.

 "Jeno!"

Jeno mengangkat kepalanya, matanya membulat ketika netra menangkap sosok wanita cantik berlari menghampirinya.  si surai merah kecoklatan itu bangkit, lantas segera menghampiri dan berhambur memeluk wanita berumur sekitar kepala empat itu dengan amat erat.

 "Ma.. Jaemin ma.. gimana ini?"

Sang mama, balas memeluk tubuh putranya dengan erat, menepuk-nepuk punggung lebar itu, berharap dapat memberikan sensasi menenangkan untuk Jeno.

 "tenang, ya? papa di dalem, kan?" 

Jeno mengangguk cepat, wajahnya ia telungkupkan pada perpotongan leher sang mama.  ah, papa Jeno seorang dokter. di dalam sana, Jaemin ditangani oleh sang papa yang kebetulan adalah kepala rumah sakit di sini, bersama dengan perawat-perawat handal, mereka berjuang menyelamatkan Jaemin dalam sana.

 "papa kamu dokter hebat, Jaemin bakal baik-baik aja, percaya sama mama, hm?"  Jeno menggeleng cepat. Tidak, dia tak dapat mempercayai siapapun. semua hanya alibi untuk  menenangkannya. percuma, sudah dikatakan Jeno tak akan pernah tenang sebelum pintu ugd terbuka dan kabar baik menyusul.

"Maafin Jeno, ma. maafin Jeno.." mama Jeno mengelus surai berantakan anaknya itu dengan penuh kasih sayang. air mata menggenang di pelupuk wanita cantik itu. seumur hidup, mama baru pertama kali melihat Jeno sekacau ini, benar-benar sangat kacau. mengingatkannya pada Jaemin dulu yang juga sama kacaunya ketika menunggu Jeno di dalam ugd.

Mama tak menyangka keadaan seperti ini akan terulang, dengan pelaku yang sama dan korban yang berbeda.  tidak, Jeno tidak boleh sama seperti Jaemin yang lebih kacau dulu.

Adiós || Nomin ☑️(Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang