DUA

18 5 0
                                    

"Baru hari pertama belajar dan kalian sudah bolos. Mau jadi apa kalian nanti hah?" Bu Santi, selaku guru BK tengah sibuk memberi ceramah panjang kali lebar pada Akila dan Leon. Karena teriakan mereka di tengah kantin tadi sudah cukup keras untuk didengar sampai di telinga sang guru BK.

"Cowok brengsek ini yang cari gara-gara!" ucap Akila galak, matanya menatap bengis pada Leon yang hanya duduk cengar-cengir disebelahnya.

"Akila! Bahasa kamu dijaga! Kamu pikir sedang bicara dengan siapa sekarang!" Bu Siska kembali berteriak. Aduh, bisa migrain dia kalau harus terus bicara pakai urat begini dengan Akila.

"Duh, gak usah teriak-teriak terus bisa kali Bu, gak kering apa tuh tenggorokan." gumam Akila cukup keras, tetap tampak tak tahu diri.

Bu Siska hanya bisa memijat dahinya pelan, pusing dengan kelakuan gadis dihadapannya ini.

"Karena ini kesalahan pertama, kalian saya bebaskan. Cepat kembali ke kelas kalian masing-masing!"

Akila bangkit, menendang kursi cukup keras, lalu langsung pergi tanpa permisi.

Sekali lagi Bu Siska hanya bisa mengelus dada, sabar.

"Leon kamu juga balik! Kenapa masih duduk disini?"

Leon tersenyum memamerkan gigi-giginya yang putih.

"Ah, saya pikir tadinya bakal dihukum Bu. Tapi ternyata Ibu malah bebasin kita segampang itu." Leon mengendikkan bahu malas.

"Padahal tadinya saya akan sangat berterimakasih sama Ibu kalau sampai ngehukum kita."

Leon memberi jeda pada ucapannya. dia bangkit, lalu sedikit membungkuk, mendekat ke hadapan gurunya itu.

"Tapi ternyata Ibu gak berwibawa sama sekali."

Leon tersenyum miring setelah memberi sedikit "wejangan" pada gurunya. Dia berbalik dan segera meninggalkan ruang BK.

Bu Siska langsung merinding. Anak tadi, siapa? Senyumnya mengerikan sekali.


Akila terpaksa harus masuk kelas, padahal belum sempat bertemu dengan sang pujaan hati. Semuanya gara-gara laki-laki sinting itu! Awas saja, kalau mereka bertemu lagi, Akila tidak akan segan-segan memberikan satu tonjokan lagi di pipinya yang mulus itu! Dengan malas, akila pergi ke deret belakang dan duduk di salah satu bangku yang kosong. Dia meletakkan tasnya di atas meja, menjadikannya sebagai bantal. Telinganya sudah dia sumbat, terlalu malas untuk sekedar berbaur dengan lingkungan sekitarnya.

"Eh, elo!" Akila berteriak asal ke salah satu laki-laki di sampingnya. "Bangunin gue kalau ada guru datang. Kalau enggak, awas lo!" Akila kembali berteriak sambil melayangkan tatapan membunuhnya. Laki-laki tadi hanya bisa mengangguk pasrah, aura gadis itu dari baru memasuki kelas memang sudah terasa gelap. Lebih baik kalau dia tidak mengganggu atau membantah. Selesai dengan ancamannya, Akila kembali telungkup di atas meja. Alunan musik dari ponselnya langsung mengantarkannya ke alam mimpi.

"Hei bangun! Jangan mati! Kakak gak boleh mati!! Bangun sekarang juga ini perintah!" si gadis kecil menangis histeris. Dia terus mengguncangkan tubuh anak laki-laki di pangkuannya itu.

"Jangan berdarah terus! Cepat bangun! Bangun!" Darah dari kepala anak laki-laki itu terus mengalir, mengubah warna baju putih anak itu menjadi merah.

"Gue denger suara anak kecil dari sana! Ayo cepet!"

Samar-samar dia mendengar suara itu lagi. Suara orang dewasa yang mengejar mereka tadi. Gara-gara mereka, dia dan anak laki-laki ini harus terus berlari, sampai sebuah mobil tidak sengaja menabrak mereka. Jahatnya, penabrak itu langsung pergi begitu saja. Tidak memikirkan bagaimana nasib anak kecil yang dia tabrak. Jahat, jahat sekali. Dia benci.

"Buset bos! Mati kayaknya yang cowok tuh! Gimana nih bos?" si laki-laki yang berbadan kurus bertanya pada laki-laki besar di sebelahnya.

"Bawa aja! Setelah kita dapetin uangnya, kita tinggalin mereka di tempat sesuai rencana. Yang penting mereka dikembaliin, bukan urusan kita baliknya hidup atau mati. Hahaha!" lelaki bertubuh besar yang di panggil bos itu tertawa senang. Sebentar lagi dia akan mendapat banyak uang.

Gadis kecil itu tidak beranjak. Dia tetap duduk disana menemani anak laki-laki itu. Tak perduli orang dewasa tadi berjalan mendekat ke arah mereka. dia tidak takut sama sekali. Berani mereka mengambil anak laki-laki itu darinya, dia akan marah sekali.

"Lo tangkep yang cewek, biar gue gendong yang cowok."

"Siap bos!"

Si gadis kecil berontak. Anak laki-laki itu diambil paksa dari pangkuannya.

"Om jahat! Jangan ambil dia dari aku! Lepasin!" gadis kecil itu terus memberontak, tapi dia terlalu kecil untuk melawan tenaga orang dewasa.

Plak!

"Anak kecil gak usah ngelawan!" pipinya memerah karena tamparan itu. Dia marah, dia benar-benar marah. Matanya memerah, tak sengaja melihat pistol yang berada di saku laki-laki dewasa itu. Tanpa ragu dia mengambilnya dan langung menembakkan satu peluru ke leher lelaki itu.

Dooorrr!

Anak gadis itu terlepas, dia senang sekali. Sambil tertawa, dia berjalan mendekat pada si "bos"

"Mundur lo! Kalau enggak, anak ini gue lempar!"

Mata anak gadis itu mendelik. Dia tidak suka dengan ucapan si "bos".

"Om jahat! Tapi kakak baik!" Tanpa ragu dia kembali menarik pelatuk pistol itu.

Dooorrr!

Pelurunya meleset, hanya mengenai paha si bos. Dia marah, anak laki-laki itu masih belum dilepaskan.

"Om jahat! Jadi Om aja yang mati!"

Dooorrr!

Dooorrr!

Dooorrr!

Dooorrr!

Ah, pelurunya sudah habis ternyata. Tapi tak apa, anak laki-laki itu sudah lepas sekarang.


 Tapi tak apa, anak laki-laki itu sudah lepas sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Salam :)

WHEN YOU PROMISE TO STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang