Tidak ada yang menjawab sapaan Nadin selain kicauan burung di dahan pohon yang ada tepat di depan jendelanya. Jika kalian pikir Nadin sedih, itu sebaliknya. Nadin senang menyapa semua benda hidup yang ada di sekitarnya. menurut Nadin, walaupun mereka tidak menjawab, mereka akan merasa dianggap. Begitulah Nadin memulai harinya.
Setelah puas menghirup udara segar pagi, Nadin pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Ia sudah membuat scotch egg yang lumayan banyak tadi malam, sehingga pagi ini ia tinggal menggorengnya dan menyantapnya.
Saat Nadin tengah meletakkan scotcheggnya di atas piring, seseorang mengetuk pintunya. Ia pun segera menuju pintu dan membukanya. Saat pintu sudah terbuka lebar, terdapat dua pria yang berdiri di sana.
"Hai..." Sapa Dean dan Ervin bersamaan dengan senyum merekah di wajah mereka. Nadin langsung mempersilakan mereka masuk. Nadin tidak terkejut karena hampir setiap mereka selalu datang ke apartemennya jika ada waktu hanya untuk sarapan pagi.
"Wih, masak apa hari ini?"
"Punya mata kan? Liat aja sendiri," Dean dan Ervin pun langsung menuju dapur. Mereka langsung berteriak heboh ketika melihat makanan.
"WAW SCOTCH EGG, VIN!"
"HOOH, CEPET AMBIL PIRING, GARPU JUGA SEKALIAN,"
"LO KIRA GUE BABU LO? AMBIL SENDIRI SANA!"
"YAELAH GITU DOANG PELIT AMAT, DASAR CACING AMAZON,"
"IDIH, NGATAIN GUE. MIRROR WOY MIRROR! LO KALI, BAJING AFRIKA,"
Nadin yang sedang merapikan buku-bukunya hanya bisa berharap bahwa tetangganya sedang tidak di rumah hari ini. Pasalnya jika tetangganya ada di rumah, sudah pasti ia akan terganggu dengan keributan yang dibuat oleh dua laki-laki itu.
Ervin dan Dean kemudian melahap makanan mereka dengan lahap sampai tidak menyadari kehadiran sang pemilik apartemen yang sebenarnya.
"Enak ya kalian. Makan duluan nggak nunggu gue. Besok-besok kalau gini lagi berhenti gue kasi kalian makan. Nyari dan buat makan sendiri, nggak usah ke sini lagi," Nadin mengambil sisa scotch egg yang ditinggalkan oleh Ervin dan Dean.
Ervin dan Dean hanya mengangguk dengan watadosnya. Nadin mendengus menanggapinya dan mulai melahap makanannya. Belum sempat 5 suap, suara ketukan pintu terdengar dari luar apartemennya. Dean yang melihat Nadin sedang makan bangun untuk menggantikannya.
Dean membuka pintu dan menemukan seorang kurir yang tengah memegang sebuah box yang cukup besar. Dean pun membantunya mengangkat box tersebut untuk membawanya masuk ke dalam.
"Is this the canvas I ordered yesterday, Sir? (Ini kanvas yang saya pesan kemarin ya, Pak?)" Sang kurir mengangguk. Nadin pun segera menandatangani nota yang diberikan. Setelah sang kurir pergi, Nadin langsung membuka box tersebut.
"Lo pesen kanvas sebanyak itu buat apa, Nad?" Tanya Dean.
"Buat pameran bulan depan."
Ervin yang melihat jumlah kanvas yang dibeli Nadin sedikit terkejut, "Iya sih, tapi kok lo banyak banget? Gue cuman beli 5 kanvas doang loh."
"Bu Chloe yang nyuruh. Soalnya nilai gue setiap kelasnya dia bagus terus, jadi gue disuruh lukis agak banyakan."
Mereka berdua ber-oh-ria. Ervin dan Dean kemudian duduk di sofa dan mengambil remote TV. Mereka berdua baru menyadari ada yang baru di apartemen Nadin.
"Nad, kok perasaan gue ni ruangan makin sempit aja?" Tanya Dean. Nadin menoleh sekilas lalu fokus kembali pada kanvas-kanvasnya, "Iya, gue mau kasi ruang buat naruh lukisan-lukisan gue, makanya sofanya gue pindahin ke sana,"
Nadin kemudian mengingat sesuatu, "Oh iya, mumpung kalian ada di sini bantuin gue beres-beres yuk, masih agak berantakan soalnya."
Ervin menyenggol tangan Dean, "Lo sih pagi-pagi ngajak ke sini, disuruh-suruh kan jadinya," bisiknya.
"Tadi lo yang mau makan gratis, makanya gue ajak ke sini."
Nadin yang melihat mereka berdua berbisik-bisik langsung berbicara, "Heh, kalian berdua sini dong bantuin gue."
"I-iya, Nyai."
╺╌╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌╌╸
"Guys, temen gue ada kasi 3 tiket konser nih. Kalian mau nggak?" Tawar Dean.
Ervin yang tengah menyapu lantai menoleh ke arah Dean, "Konser apaan dulu?"
"Kalo nggak salah jazz atau pop," Ervin tampak berpikir sejenak. Lalu menganggukkan kepalanya. Dean pun mengalihkan tatapannya kepada Nadin, "Lo ikut nggak?"
"Kayaknya nggak deh, gue mau siap-siap buat pameran dari sekarang."
"Yakin? Kata temen gue vokalisnya ganteng loh," Kata Dean untuk membujuk Nadin.
"Lo tau kan hal-hal semacam itu nggak berguna buat bujuk gue?"
Ervin terkekeh melihat wajah cemberut Dean. Ia kemudian menepuk pundak Dean, "Biarin aja lah, Bro."
╺╌╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌╌╸
╭═────────═Ⓘ︎Ⓝ︎Ⓕ︎Ⓐ︎Ⓒ︎Ⓣ︎═──────────═╮ Scotch egg terdiri dari telur utuh atau rebus yang dibungkus dengan daging sosis (bisa juga daging giling) yang dilapisi tepung roti dan dipanggang atau digoreng. Ⓒ︎ᴡɪᴋɪᴘᴇᴅɪᴀ ╰═────────═Ⓘ︎Ⓝ︎Ⓕ︎Ⓐ︎Ⓒ︎Ⓣ︎═──────────═╯
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.