Hembus angin dan helai daun kering lebih tahu seberapa hancurnya perasaanku, lebih dari kamu.
- SELAMAT MEMBACA -
Sore itu aku tiba di rumah.
Aku berterima kasih pada Aaron yang sudah mengantarku. Kemudian pemuda itu berpamitan dan langsung tancap gas meninggalkan jalanan depan rumahku. Saat Aaron sudah jauh, baru aku pun masuk ke dalam rumah.
Awalnya tidak ada yang menarik. Hingga aku tiba di ruang tamu, terperangah melihat barang-barang yang berantakan. Vas bunga pecah dan sofa berantakan. Kakiku langsung berlari cepat melewati ruang tengah yang sama berantakannya.
Begitu aku tiba di halaman belakang, aku melihat jemuran yang rubuh. Ibu ada tak jauh dari sana, menangis dengan posisi duduk di tanah.
Aku hanya menghela napas, lalu meraih besi jemuran. Membetulkannya lalu menepuk-nepuk baju yang kotor. Kemudian menaruhnya kembali di besi jemuran.
"Bapak dateng lagi, Bu?" tanyaku pelan, sangat berhati-hati.
Namun Ibu tidak menjawab. Hanya terdengar suara isakkan yang membuat hatiku sesak, rasa nyeri menjalar dari jantung menuju seluruh tubuhku.
"Ibu gak apa-apa kan?"
"Gak apa-apa? Gak apa-apa kamu bilang! Kamu liat gimana Bapakmu ngerusak rumah ini! Dia dateng minta uang buat bayar kuliahmu!"
Aku menggigit bibir, merasai nyeri itu datang kembali menghantam jantungku setiap saat Ibu bicara dengan nada tinggi. Aku hanya diam tak menyahut. Lalu detik berikutnya suara tangisan Ibu kembali terdengar.
Aku menghela napas singkat. Lalu memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam. Karena aku tahu jelas kalau sampai aku mengusik Ibu, Ibu bisa memukuliku. Aku mengunci pintu kamarku rapat. Tungkai yang melemas perlahan menjatuhkan tubuhku dengan punggung bersandar rapat pada pintu. Kemudian mulai meneteskan air mata, tak kuasa menahan sesak.
Biaya kuliah? Jelas itu omong kosong besar. Aku ini sudah lulus skirpsi dan wisudaku tinggal menghitung minggu. Lagi pula Bapak tidak sepeduli itu untuk mengurus kuliahku, pasti juga Beliau tidak tahu aku sudah lulus tahun ini.
Lahir dengan seorang Ayah yang berselingkuh membuat aku cenderung tidak percaya laki-laki. Sejak aku kecil Bapak sering sekali mengajak wanita lain ke rumah, yang jelas aku tidak kenali. Lalu setelah itu akan terjadi perdebatan besar antara Ibu dan Bapak.
Tapi Ibu orang yang kuat. Ibu masih bisa menahan semuanya belasan tahun sampai akhirnya 3 bulan lalu Ibu bercerai dengan Bapak. Dari sana sikapku mulai sedikit berubah. Kaerna walau sudah bercerai, Bapak masih sering datang ke rumah untuk meminta uang pada Ibu dengan mengatasnamakan aku. Dan kalau permintaannya tidak dituruti, Bapak selalu mengacak-acak seluruh isi rumah ini. Seperti apa yang terjadi hari ini. Belum lagi teman-temanku juga sama buaya.
Tapi Hans berbeda.
Aku pertama kali mengenal Hans setelah bandku perform. Maria mendekatiku dan mengatakan Hans ini adalah fans yang ingin mengajakku berfoto bersama. Saat itu aku mengernyit heran, karena setahuku band kami belum begitu populer saat itu. Namun akhirnya aku mengangguk mengiyakan dan merapat pada Hans. Aku tersenyum manis sambil mengangkat dua jari ke arah kamera. Sedangkan Hans tersenyum kikuk di sebelahku. Jarak kami saat itu tidak sampai 2 senti.
Aku masih ingat percakapan pertama kami hari itu.
'Hehe, Kak Nia, ya?' tanyanya bodoh waktu itu. Aku hanya menyengir lebar kemudian menjawab asal, 'bukan, gue Nikita Willy'
Hari itu aku masih ingat ekspresi Hans. Pemuda itu menaikkan dua alis tinggi dengan mata yang melebar, seakan terkejut mendengar celetukanku.
Jangan salah, dulunya aku dan teman-temanku memang terkenal sebagai badut jurusan. Kami melawak dan melakukan kebodohan di sembarang tempat, kecuali saat ada dosen killer tentunya. Sampai 3 bulan terakhir ini merubah segalanya. Memang benar kata Bryan waktu itu.
Hans hanya pelampiasan dari masalah yang aku alami beberapa bulan belakangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] The days after today
Short StoryHari ini Hans memilih untuk menyerah dengan semuanya. Dan, hari-hari setelahnya, Nia mulai menjalani hari penuh penyesalannya. ❝Gue cuma mau dia tau kebenarannya.❞