Anak Istimewa

624 65 1
                                    

"Doyoung lelah? Mau eomma gendong, Nak?" Yoona menatap anak perempuan yang berjalan di sisinya. Gadis kecil itu menggeleng, balik memandangnya dengan bola matanya yang bulat. Jemari mungil masih menggenggam miliknya, sedangkan satu tangannya lagi yang bebas memegang erat boneka kelinci kesayangannya.

Perjalanan mereka menuju rumah dokter Kwon tinggal sedikit lagi. Yoona kadang pergi kesana dengan suaminya. Namun, sudah dua hari ini suaminya pergi berdagang ke kota lain di balik perbukitan Utara. Persediaan obat yang rutin dikonsumsinya sudah mulai menipis, sehingga Yoona mau tidak mau harus tetap pergi ke tempat pengobatan walaupun dengan berjalan kaki.

Ia sudah menawarkan pada putri bungsunya untuk dititipkan sebentar di rumah Bibi Choi, sambil menunggu kakak-kakaknya pulang dari akademi. Namun, gadis kecil itu menolak, tidak mau melepaskan genggaman mungilnya dari rok yang Yoona kenakan. Bukan apa, jarak kediaman mereka cukup jauh dari rumah dokter Kwon dan Yoona tidak yakin akan kuat menggendong Doyoung sepanjang perjalanan. Ia hanya takut Doyoung kelelahan.

Di luar dugaannya, putri manisnya tetap tenang sepanjang jalan. Walau hati Yoona terenyuh setiap kali menghapus bulir-bulir keringat yang mengalir dari kening dan leher si kecil saat mereka kadang berhenti sejenak untuk beristirahat. Doyoung tetap kukuh tidak ingin digendong selama total setengah jam durasi perjalanan mereka.

Balai pengobatan milik dokter Kwon masih terlihat ramai saat matahari berada di pucuk tertinggi. Saat akhirnya namanya dipanggil, Yoona adalah pasien terakhir yang masih tinggal. Diusapnya surai hitam milik Doyoung, sambil membisikkan bahwa ia akan masuk sebentar ke dalam ruang pemeriksaan dan memintanya untuk tetap duduk disana sampai dirinya kembali. Doyoung mengangguk tanda mengerti, kembali bermain dengan bonekanya.

"Bagaimana kondisimu, Yoona-ssi?" sapa dokter Kwon saat melihat Yoona memasuki bilik pemeriksaan.

Seperti sesi-sesi pertemuan sebelumnya, Yoona menyingsingkan lengan bajunya, membiarkan dokter perempuan berusia 30-an akhir itu untuk memeriksanya. "Sama seperti biasanya, Unnie. Aku tak pernah melakukan aktivitas yang berat, namun tubuhku tetap seperti tidak bertenaga."

Semua ini berawal dari tiga tahun yang lalu, saat dirinya mengandung Doyoung, putri bungsunya. Selama trimester pertama kehamilan, Yoona benar-benar tidak bisa berhenti mengeluarkan kembali apapun asupan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Pasti ia akan memuntahkannya seluruhnya setelah beberapa jam berlalu. Saat itu dipikirnya ini adalah hal yang normal terjadi pada awal kehamilan, karena toh ia mengalaminya juga di dua kehamilan sebelumnya. Namun, sampai sembilan bulan dirinya mnegandung Doyoung, Yoona tidak pernah bisa bangkit dari posisi berbaring tanpa bantuan orang lain. Seluruh tubuhnya terasa lemah, seolah gravitasi selalu menariknya ke dasar bumi.

Berbagai dokter dari seluruh penjuru kota silih berganti memeriksanya, namun semua berakhir nihil, tak ada satupun yang mampu mendeteksi penyebabnya. Menurut mereka tidak ada yang salah dalam tubuh Yoona, dan kondisi janinnya pun baik-baik saja. Hingga akhirnya salah satu tetua dalam keluarga suaminya mendatangkan seorang peramal yang berasal jauh dari desa seberang.

Sang peramal ternyata adalah seorang wanita muda yang mungkin hanya beberapa tahun lebih muda darinya saat itu. Pakaiannya lusuh dengan rambut yang berantakan. Suaminya sempat marah dan tak mengijinkan peramal tersebut untuk memeriksanya. Namun Yoona sendiri sebenarnya penasaran dan ia ingin menghormati sang peramal yang sudah berkenan jauh-jauh datang untuk menemuinya.

Dengan ditemani suami dan ibunya di dalam kamar tempat ia selalu terbaring tak berdaya, peramal muda itu mengelus perlahan perutnya yang mulai membuncit di usia kehamilannya yang sudah memasuki bulan kelima. Walau kedua matanya terpejam rapat, Yoona bisa melihat bola mata peramal yang bergerak gelisah di balik kelopak matanya yang tertutup. Setelah hampir lima menit berlalu dalam keheningan, sang peramal kembali membuka matanya.

DinastiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang