Ramalan

350 54 0
                                    

Park Jungsoo masih setengah tidak percaya dengan sosok di hadapannya.

Ia pikir peramal yang direkomendasikan informan miliknya adalah lelaki paruh baya, dengan kulit yang sudah keriput dan rambut yang mulai memutih. Yang jelas, bukan dalam bentuk wanita cantik berambut hitam panjang yang Jungsoo perkirakan bahkan belum genap berusia empat puluh tahun ini.

"Akhirnya. Seorang klan Dinasti Syailendra, huh?"

Ada sebersit nada mengejek dari pertanyaan yang dilontarkan barusan. Klan Syailendra memang terkenal akan ketidakpercayaan mereka pada hal-hal berbau mistis dan supranatural. Salah satunya, ramalan. Oleh karena itu, di kota tempat tinggal mereka tidak banyak profesi peramal yang bertahan lama karena hampir tidak ada penduduk yang mau menggunakan jasa mereka.

Selain itu, Dinasti Syailendra juga satu-satunya klan yang tidak memiliki Peramal Kerajaan. Peran peramal yang dalam klan lain sering digunakan untuk membantu Raja dalam mengambil keputusan, digantikan oleh seorang Penasihat Kerajaan. Jabatan yang Park Jungsoo emban sekarang.

"Sesuai perjanjian, kau hanya boleh melakukan "penglihatan" atas pertanyaan yang kuajukan. Tidak boleh lebih dari itu." Jungsoo memberi penekanan spesifik pada kalimat terakhirnya. "Satu lagi. Tidak boleh ada yang tahu tentang hal ini. Setelah aku pergi dari tempat ini, kau harus bersikap seolah pertemuan kita tidak pernah terjadi. Jika sampai satu orang saja mengetahuinya, kau tentu sudah tau konsekuensinya, Bae Joohyun."

Joohyun tersenyum sinis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Joohyun tersenyum sinis. Ini kali pertamanya berurusan dengan salah satu klan Dinasti terkuat di negara ini. Setelah apa yang klan ini lakukan pada keluarganya, seharusnya mereka berterima kasih ia masih mau membantu mereka, alih-alih mencoba mengancam eksistensinya.

"Cih, aku juga tidak tertarik dengan urusan klan kalian. Berikan saja yang sudah kuminta, lalu kau bisa segera pergi dari sini."

Jungsoo menjulurkan buntelan kecil kain yang sejak tadi digenggamnya. Beberapa helai rambut milik Ratu sengaja ia simpan dengan hati-hati disana. Sesuai permintaan dari peramal.

Joohyun mengambil helaian panjang berwarna kecoklatan, meremasnya kuat dengan kedua tangannya. Kemudian, ia mulai berkonsentrasi sambil menutup mata. Setiap peramal memiliki metode yang berbeda. Ada yang senang menggunakan bola kristal kaca, daun teh dalam cangkir, hingga tetesan darah milik orang yang ingin diterawang. Seluruh anggota keluarga Joohyun rata-rata mengandalkan indera peraba, seperti adik perempuannya yang hanya bisa menerawang dengan melakukan sentuhan langsung. Namun, ia sendiri merasa lebih nyaman menggunakan kemampuannya dengan memegang benda apapun itu yang melekat erat dengan pemiliknya.

"Apa yang ingin kau ketahui?" bisik Joohyun. Tidak ingin membuyarkan ikatan yang sudah mulai terbangun dengan sosok sang Ratu.

"Apakah Ratu akan bisa memiliki anak?"

Joohyun melihat sekelebat potongan demi potongan peristiwa di masa depan. Seorang anak laki-laki tampan dengan dua lesung pipi yang tercetak dalam, berlarian di taman bunga yang luas. Tidak mengindahkan teriakan-teriakan penuh kecemasan dari para pengasuhnya. "Ia akan memberikan klan kalian seorang putra mahkota."

Jungsoo menghembuskan napas lega. Setidaknya Raja tidak perlu menikahi seorang Selir hanya untuk mendapatkan keturunan. Sesuatu yang dirinya dan Raja takuti sejak awal. "Kapan? Kapan Ratu akan mengandung calon putra mahkota?" tanyanya lagi. Bagaimanapun juga, itu adalah inti dari pertemuan rahasia hari ini.

Aneh. Kening Joohyun mengernyit. Ia jelas bisa melihat bayangan masa depan Ratu yang sedang hamil. Tapi, mengapa gambarannya seperti mengabur? Seolah ada selubung putih tak kasat mata yang menutupi penerawangannya. Membuatnya tak bisa menebak dengan jelas kerangka waktu dari potongan imaji yang sedang dilihatnya.

Jungsoo baru ingin bertanya kembali, saat sebuah jari telunjuk terangkat di depannya. Sebuah isyarat baginya untuk tetap diam. Dari balik kelopak mata Joohyun yang masih tertutup, Jungsoo bisa melihat pergerakan bola mata yang intens, serta kerutan demi kerutan yang mulai muncul di dahi peramal tersebut.

Setelah sepuluh menit berlalu dalam keheningan, mata Joohyun perlahan membuka, menampilkan dua iris biru gelap miliknya. Tatapannya lurus pada Penasihat Kerajaan yang masih menunggu jawabannya dengan cemas.

"Aku tidak bisa melihat dengan jelas kapan Ratu akan hamil," jawabnya dengan jujur. Salah satu alis Jungsoo terangkat setelah mendengar pernyataan barusan. "Tapi aku kerap menangkap bayangan sesosok anak perempuan kecil dalam penglihatanku."

"Tapi kau tadi bilang Ratu akan melahirkan seorang putra."

Joohyun memutar bola matanya. Mulai jengah dengan rasa ketidakpercayaan yang tergambar dalam kalimat barusan. "Anak perempuan ini bahkan sudah ada jauh sebelum putra mahkota lahir. Apa Ratu sudah punya anak sebelum pernikahannya dengan Raja?"

Ia tahu pertanyaannya barusan sangatlah lancang. Bila ia masih berada di kota kekuasaan klan Dinasti Syailendra, pasti ia sudah dipenggal karena mengutarakan pernyataan yang dianggap menghina keluarga Kerajaan.

"Jangan menanyakan sesuatu yang tidak-tidak!" bentak Jungsoo. "Ratu belum pernah hamil. Apalagi sampai punya anak sebelumnya."

"Menurutku, anak perempuan ini punya andil besar dalam kehamilan Ratu. Juga kelahiran calon penerus klan kalian. Entah kenapa dia selalu muncul dalam penerawanganku, sejak putra mahkota belum ada dan bahkan sampai ia dewasa."

Kepala Jungsoo terasa pening. Ia datang kesini berharap untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang tidak pernah bisa dipecahkannya sejak dua tahun yang lalu. Tapi kenapa sekarang peramal ini malah memberikan teka-teki baru yang lebih tidak masuk di akal?

"Apa saranmu kalau begitu?" tanya Jungsoo lelah.

"Jika kalian ingin putra mahkota lahir, lebih baik segera temukan anak perempuan ini."

"Bagaimana caranya? Kau bahkan tidak memberitahu ciri-ciri anak itu!"

Joohyun berpikir sejenak. Mengingat kelebatan-kelebatan peristiwa yang tadi sempat dilihatnya. Energinya sudah cukup terkuras pada sesi barusan, sehingga ia tidak yakin bisa menerawang lagi sebelum mengumpulkan energinya kembali.

"Kau tidak perlu pusing. Cukup kumpulkan segerombolan anak dari berbagai usia dan kelas sosial, untuk amannya. Setelah itu, Ratu yang akan lebih tahu. Hanya akan ada satu orang anak yang dipilihnya."

"Apa yang harus dilakukan setelah itu?"

"Siapapun anak yang dipilih Ratu, kalian harus menerimanya. Bawa ia menjadi bagian dari keluarga Kerajaan Dinasti Syailendra."

***

DinastiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang