Rencana

260 41 2
                                    

"Bagaimana kalau kita mencoba program bayi tabung?"

Dari posisi berbaringnya saat ini, Taeyeon masih bisa melihat jarum jam di dinding yang mengarah ke angka dua belas, di tengah temaram pencahayaan kamar yang hanya berasal dari lampu tidur pada nakas di sisi-sisi ranjang.

Paviliun yang menjadi tempat kediaman mereka berada paling dekat dengan kaki gunung Bukhansan, sehingga satu-satunya suara yang terdengar di malam musim panas seperti sekarang, berasal dari jangkrik yang hidup di pepohonan luar. Sungguh suasana yang sangat mendukung untuk tertidur lelap, apalagi setelah guyuran hujan deras yang baru saja berhenti beberapa saat lalu.

"Di beberapa artikel disebutkan peluang keberhasilannya bisa sampai 30%," lanjut Taeyeon.

Jemari lentiknya masih bergerak membentuk pola abstrak di dada bidang suaminya yang tidak tertutup apa-apa. Mereka baru saja selesai melakukan prosesi bercinta, yang selalu diakhiri dengan percakapan dari hati ke hati diantara keduanya.

Taeyeon tidak bisa menemukan waktu lain yang lebih tepat untuk menyampaikan hal yang sudah lama memenuhi pikirannya itu, selain saat ini. Bagaimanapun juga, menjalani program bayi tabung berarti sama juga artinya ia telah menyerah pada keajaiban untuk bisa hamil secara normal.

Melihat tidak adanya respon dari sang suami atas ucapannya tadi, Taeyeon mengambil ancang-ancang untuk bangun. Namun, belum sempat ia sepenuhnya bangkit, lengan kekar milik Yunho sudah kembali menarik tubuh telanjang milik Taeyeon ke dalam dekapannya di balik selimut.

"Tidak."

Taeyeon kira suaminya sedang melindur, hingga sesaat kemudian ia tersadar bahwa Yunho sedang memberinya sebuah jawaban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taeyeon kira suaminya sedang melindur, hingga sesaat kemudian ia tersadar bahwa Yunho sedang memberinya sebuah jawaban. "Biayanya memang tidak sedikit, tapi ada sebuah klinik di pinggiran kota dengan biaya terjangkau. Pemiliknya, seorang dokter wanita yang terkenal bertangan dingin. Sudah banyak pasiennya yang berhasil memiliki keturunan setelah ia tangani," ujarnya mencoba beralasan.

"Kau tahu bahwa uang tidak pernah menjadi masalah bagi kita." Yunho melonggarkan pelukannya, kemudian merubah posisi berbaring agar sekarang ia bisa bertemu pandang dengan manik cokelat muda milik Taeyeon.

"Bayi tabung bukan proses yang mudah. Aku mungkin hanya perlu mendonorkan sperma, tapi akan ada banyak tes, suntikan, dan operasi yang harus kau jalani. Sudah cukup, aku tidak mau melihatmu kesakitan seperti dulu lagi."

Big Fat Liar.

Sebuah kebohongan besar bila Yunho bilang ia tidak pernah memikirkan tentang itu. Faktanya, program in-vitro fertilization atau sering dikenal dengan istilah bayi tabung adalah alternatif pertama yang diberikan Penasihat Kerajaan padanya. Yunho bahkan mengenal baik pemilik klinik yang istrinya sebutkan tadi.

Kwon Boa, yang merupakan sahabat karib Yunho saat menjalani studi di Amerika, adalah dokter pertama yang ia datangi untuk meminta saran medis mengenai kondisi istrinya. Dari dokter wanita itu pula, Yunho mendapatkan informasi bahwa dalam kasus mereka, peluang keberhasilan program bayi tabung tidak akan lebih dari 5%. Kadar hormon folikel yang tinggi di dalam tubuh Taeyeon membuat indung telurnya kemungkinan besar tidak akan menanggapi stimulasi yang diberikan oleh injeksi obat-obatan IVF.

Sebuah informasi yang hingga kini masih dirahasiakannya dari sang istri.

"Apa itu artinya kau lebih memilih untuk memiliki anak dari seorang Selir?" Taeyeon berbisik lemah.

Perasaan hatinya kembali kacau setelah kalimat penolakan yang diberikan suaminya. Pasalnya, Taeyeon dan Yunho menikah di umur yang tidak muda. Di negara mereka, jika seorang wanita tidak kunjung hamil dalam kurun waktu 2 tahun, walaupun aktif melakukan hubungan seksual dan tidak sedang memakai alat kontrasepsi, maka kemungkinan besar ada yang tidak normal di dalam sistem reproduksinya. Dalam hitungan jari, Taeyeon akan segera melewati umur 35 tahun, yang berarti semakin sempit pula peluang yang dimilikinya untuk melakukan program bayi tabung, apalagi untuk bisa hamil secara normal.

Bisik-bisik di dalam lingkungan Kerajaan kian terdengar kemana pun dirinya pergi. Mereka tidak lagi sebatas menggunjingkan kemampuan Taeyeon untuk mengandung, melainkan sudah berkembang ke arah kapan dan siapa wanita yang akan dijadikan Selir demi melahirkan Putra Mahkota bagi Dinasti Syailendra.

"Apa maksudmu?" tanya Yunho panik, melihat istrinya sudah menggigit bibir seakan sedang menahan tangis. Tangannya bergerak menyentuh kedua pipi Taeyeon. Membawa wajah kecil itu untuk melihat ke arahnya. "Taeyeon, lihat aku," pintanya dengan lembut. "Katakan, apa lagi yang harus kulakukan untuk membuatmu yakin? Bahwa saat aku memintamu untuk menikahiku dulu, semua murni karena aku mencintaimu."

Setetes air mata mengalir di pipi kiri Taeyeon, yang langsung diusap dengan hati-hati oleh Yunho. "Aku sendiri yang memutuskan untuk menikah karena cinta, bukan karena terpaksa seperti orang tuaku. Kehadiran seorang anak tidak akan mengubah apapun diantara kita. Kumohon, jangan pedulikan perkataan orang."

Di luar dugaan, Taeyeon justru makin terisak setelah mendengar pengakuan tulus dari suaminya. Yunho mengusap punggung istrinya berkali-kali, berharap itu bisa sedikit menenangkannya.

Kemudian tiba-tiba, seolah tanpa beban pemikiran lebih lanjut, kata-kata itu mengalir begitu saja dari bibirnya. "Bagaimana kalau kita mengadopsi anak terlebih dahulu?"

Taeyeon langsung melepas pelukan Yunho, ingin memastikan apa yang didengarnya barusan. "Yunho, mereka tidak akan setuju jika penerus Klan Syailendra bukanlah darah dagingmu sendiri."

Yunho mencoba menenangkan debaran hatinya. Sudah terlalu tanggung untuk berhenti. "Kita bisa mengadopsi anak perempuan." Ya, harus perempuan, sesuai kata peramal itu, batinnya. "Dengan begitu, aku yakin tidak akan ada yang menentang karena berpikir kita akan menjadikannya sebagai Raja selanjutnya."

Meyakinkan Taeyeon tanpa membuatnya curiga adalah bagian terberat yang harus Yunho lakukan sendiri dalam rencana ini. Sisanya, sepenuhnya ia limpahkan pada Park Jungsoo untuk menanganinya.

"Kau ingin kita merawat seorang anak, dengan harapan itu akan memancing kehamilanku?" tanya Taeyeon memastikan.

Suaminya mengangguk berkali-kali, membenarkan dugaannya tadi. Sebenarnya itu bukan sebuah pilihan yang buruk. Taeyeon mulai merasa kesepian dan terkungkung dengan hanya beraktivitas di dalam kompleks Kerajaan. Mungkin dengan kehadiran anak ini bisa membuatnya sedikit lebih rileks, sekaligus berlatih menjadi figur seorang ibu.

"Aku tidak keberatan dengan hal itu. Tapi..," Taeyeon menatap lekat wajah suaminya. "Berjanjilah padaku bahwa kau akan tetap menyayangi anak ini walaupun nanti suatu saat aku bisa mengandung dan melahirkan anak kandungmu," pinta Taeyeon.

Yunho langsung mengangguk mengiyakan, sebelum kembali memeluk istrinya. Apapun, apapun akan ia lakukan di dunia ini hanya untuk kebahagiaan Taeyeon, juga calon anak kandungnya, batin Yunho.

***

"Sudah kau temukan keluarganya?" Yunho melirik lelaki paruh baya di hadapannya dari balik kacamata yang ia kenakan.

Park Jungsoo membungkuk hormat pada sang Raja. "Mereka berempat adalah anak dari pasangan Kim Minseok dan Im Yoona. Sang ayah adalah niagawan yang kerap bepergian keluar kota, sedangkan kondisi kesehatan ibunya sendiri tidak begitu baik," lapornya.

Yunho selesai menandatangani berkas di mejanya, kemudian melepas kacamata bacanya. "Tunggu apa lagi, segera jalankan sesuai rencana," perintahnya. Melihat lelaki yang menjadi kepercayaannya dalam setiap pengambilan keputusan itu masih tidak bergeming dari posisinya, membuat Yunho bertanya lebih lanjut. "Apa ada masalah?"

Penasihat Kerajaan itu memandang sungkan pada sang Raja. "Putrinya ada dua. Saya belum yakin harus mengambil yang mana."

***

DinastiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang