Memories
Bagian 10***
Perlu persiapan yang matang baik fisik maupun mental setelah mendengar lulusan kedokteran Universitas Oxford, tepatnya tahun angkatan Axel menimba ilmu dahulu, mengadakan reuni. Pasalnya, pria bermata legam tersebut telah lama menetap di Skotlandia, setelah berpindah dari Inggris lalu ke Amerika untuk mengenyam pendidikan spesialis bedah. Selain itu, perjalanan menuju ke sana membutuhkan waktu lama. Hingga biasanya, Axel lebih memilih absen. Namun kali ini, entah angin dari mana, dia mempertimbangkan untuk hadir dalam reuni.
Setelah menerima undangan virtual melalui pesan ponsel untuk reuni, orang pertama yang Axel pikirkan dan cari yaitu Quinby Barreta. Langkah pria itu bergerak ke taman rumah sakit tanpa ragu.
Benar saja, di sana ada Quinby dan Angel yang sedang duduk bersila. Keduanya sedang fokus dengan hakpen dan benang wol berbagai warna di sekitar mereka. Jemari kurus gadis itu dengan telaten menuntun jemari kecil Angel yang memegang hakpen untuk merajut sebuah syal.
Beruntung, Quinby sudah terbiasa dengan kehadiran Axel yang tiba-tiba. Dia tak lagi kaget ketika merasakan seseorang begitu saja menjatuhkan dagu di bahunya. Meskipun tak bisa Quinby pungkiri, pria bernama Axel Kalle tersebut selalu punya cara membuat irama jantungnya tak beraturan. Bahkan, dari bau etanol yang menyeruak indra penciumannya saja Quinby sudah tahu akan kedatangan pria itu dan meliriknya sekilas dengan ekor mata hanya untuk memastikan.
"Quinby," panggil Axel lirih tepat di telinga.
"Hemmm," jawab Quinby seolah tanpa minat. Meski hati merasa sebaliknya.
"Aku mau bicara ...."
"Bicara saja."
Merasa tak diperhatikan, sasaran Axel kini beralih pada putri kecilnya. Tangan pria itu terulur untuk mencolek pipi Angel.
"Angel," panggil Axel.
Dengan senyuman manis, gadis kecil itu mendongak sembari menunjukkan kedua tangannya yang sedang diajari cara merangkai benang menjadi sebuah benda bernilai artistik.
"Apa Angel mau membelikan Daddy jus jeruk? Angel juga boleh beli susu cokelat kalau mau." Axel berucap tanpa memindahkan dagunya dari bahu Quinby.
Angel langsung melepaskan barang-barang di tangannya dan bangkit dengan semangat. Axel mengangkat kepala sambil tersenyum puas. Dia kemudian memberikan beberapa lembar uang dari dalam dompet kulit yang sebelumnya tersimpan di saku celana.
"Remember, jus jeruk. Yang gambar buahnya berbentuk bulat dan berwarna oranye, Angel tahu, bukan?"
Gadis kecil itu menyatukan ibu jari dan telunjuk membentuk huruf O sebelum berlari masuk ke dalam rumah sakit, lebih tepatnya ke arah kafetaria dengan senang.
Bersamaan dengan Angel yang berlari meninggalkan mereka, lantas Quinby membereskan benang wong yang ia cecer di atas rumput di sekitarnya ke dalam kotak. Setelah selesai, barulah ia berbalik dan menemukan pria itu malah duduk sembari berpangku pada sebelah tangan dan mengamatinya tanpa berkedip sama sekali.
Quinby menjadi salah tingkah. Dia menepuk pelan lengan Axel dan menyadarkan pria itu. "Axel."
"Aku ada reuni," ucap Axel dengan sorot yang masih berpusat pada sepasang mata cokelat milik gadis itu.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Setelah tidak ada penjelasan lebih lanjut, Quinby akhirnya menarik kesimpulan sendiri. "Jadi, kau dan Angel mau pergi reuni? Baiklah, Axel, aku akan menunggu di sini."