04

285 36 24
                                    

Halooo ada yang nunggu chapter inikah? :D






Chan tiba di dorm pada dinihari, cukup awal untuk dirinya yang biasa mendekam di studio sampai fajar tiba. Menjadi seorang leader sekaligus produser untuk grupnya memang bukanlah perkara yang mudah, bahkan Chan merelakan waktu tidurnya yang singkat untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ada sedikit penyesalan mengenai keputusannya menjadi idol, tetapi setiap kali bertemu dengan member, staff dan fans, ia akan kembali bersyukur telah menempuh jalan ini.

Membuka pintu kamar, senyumnya terkembang kala mendapati Changbin tengah duduk di tepi ranjangnya dalam diam. Chan bermaksud untuk menghampiri adik kesayangannya, menanyakan mengapa ia masih terjaga di jam segini. Namun niat awal dan senyumnya segera memudar saat melihat benda yang tak asing di telapak tangan Changbin. Belasan benda bulat kecil berwarna putih yang seketika menjadi fokusnya.

Plak!

Dengan cepat Chan menampik tangan Changbin hingga membuat benda itu jatuh berhamburan ke lantai kayu kamar mereka. Matanya nyalang menatap marah kearah Changbin yang tidak beraksi apapun.

"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, Seo Changbin?!"

Hening. Hanya itu yang menjadi jawaban atas teriakan murka leader Stray Kids itu. Chan tidak habis pikir dengan tindakan Changbin yang gegabah. Sedetik saja ia terlambat maka mungkin saja Chan akan gagal menyelamatkan orang yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri.

Akan halnya Changbin yang memilih untuk bungkam sembari menatap tangannya yang baru saja ditampik keras oleh Chan. Bibirnya terkatup rapat enggan membalas ucapan sang leader.

Kemarahan Chan mereda kala melihat buliran demi buliran bening mengalir jatuh ke pangkuan pemuda mungil itu. Tak ada isakan, tak ada bahu yang bergetar, hanya airmata yang terus menganak sungai. Changbin menangis dalam diam, tetapi hal itu sungguh membuat hati Chan semakin sakit.

"Untuk apa aku hidup kalau aku sudah tidak berguna lagi, hyung?"

Demi Tuhan, tak ada yang lebih menyakitkan bagi Chan dibanding melihat Changbin yang terpuruk seperti ini. Ia menghampiri Changbin dan duduk bersimpuh didepannya, tangannya meraih tangan Changbin dan mengusapnya dengan lembut.

"Jangan katakan itu, Binnie. Kau berharga untukku, untuk kami semua."

Changbin masih menatap kosong, tatapannya seolah tanpa jiwa di dalamnya. Chan berlutut dan merengkuh sang adik dalam pelukannya. Membisikkan berbagai kalimat penenang untuk menyemangati pemuda rapuh itu.

"Biarkan aku mati, hyung...."

"Ssshh.... kau terlalu lelah. Ayo tidur, supaya pikiran dan perasaanmu lebih baik."

Perlahan Chan membaringkan Changbin di ranjang dan menyelimutinya dengan rapat. Tangannya tidak berhenti mengusap rambut hitam sang adik yang perlahan mulai jatuh tertidur dengan bekas airmata di pipinya.

"Aku tidak mengerti seberat apa beban yang kau tanggung, tetapi aku dan yang lainnya akan selalu disini untukmu, Binnie."

.

.

.

***

.

.

.

Changbin merasa beban hidupnya teramat berat untuk orang seusianya yang bahkan baru menginjak dua puluh tahun. Tak banyak hal menyenangkan yang ia ingat sepanjang ia menghirup udara di dunia. Dibanding bahagia, mungkin lebih banyak nestapa yang ia terima sebagai jalan hidupnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Depression || S. ChangbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang