Chapter 9

253 43 16
                                    

Targetnya sih seminggu... tp gaada mood buat nulis, maafkan author yg sangat moody ini 😢

Anyway, sorry for the delay, please enjoy!

WARNING: THIS CHAPTER MIGHT BE DISTURBING. PLEASE BE WISE!!!

***

Toru menatap ponselnya tidak percaya. Sejenak, ia pikir ia baru saja melihat mimpi yang penuh harapan. Tetapi, Ryota dan Tomoya pun sama terkesimanya dengannya. Alasannya hanya satu: titik merah berkedip yang muncul tiba-tiba pada aplikasi pelacak Toru.

"Screenshot!"

Seruan Ryota menyadarkannya dari lamunan yang mengira ini masih mimpi. Cepat-cepat, ia melakukan apa yang bassist itu katakan sekaligus menyalin alamat yang tertera pada kolom detailnya. Seperti dugaan, titik merah itu kini menghilang.

Toru keluar dari aplikasi itu dan segera membuka daftar kontaknya dan mencari nama detektif yang bertanggung jawab menangani kasus mereka. Nama itu ditemukan dengan mudah karena bantuan teknologi. Jari Toru segera menekan gambar telepon berwarna hijau--

"Toru... apa kau benar-benar akan melapor?"

Tetapi jarinya berakhir tidak menyentuh ponsel layar sentuhnya ketika pertanyaan Tomoya mengudara. Saat itu pula, harapan dan kesenangan mereka seolah tertahan. Dengan mata bingung, Toru dan Ryota memandang Tomoya.

"Kemungkinan kau akan ditangkap karena menguntit cukup tinggi, apa kau mau ditahan? Lalu kita akan seperti saat kasus Alex?"

"Jangan bercanda!" sergah Ryota cepat. "Mori-chan dalam bahaya! Polisi pun mungkin akan mengerti!"

"Tetap saja hukum adalah hukum. Orang hampir mati karena lapar jika mencuri pun tetap dikatakan pencuri!"

"Tomo-kun!"

"Toru..." Tomoya mengalihkan atensi nya dari Ryota dan memandang Toru dengan saksama. "Kau yakin?"

Toru terdiam. Sebagian kecil dari dirinya mengiyakan perkataan Tomoya. Apa ia siap jika ia harus ditahan? Apa ia siap jika One Ok Rock harus tercoreng namanya, atau bahkan lebih buruk lagi, bubar dengan penahanan dirinya?

Dengan dada bergemuruh tak nyaman, ia mengeraskan rahangnya. Terlintas ide untuk menerjang markas penguntit itu sendirian, tetapi lagi-lagi pertanyaan yang menohok menganggunya. Jika ia ke tempat itu dan tidak bisa melakukan apa-apa, akan seberapa menyesalkah dirinya nanti? Jika ia mati, apa One Ok Rock pun akan ikut mati?

Lama, Toru tidak menjawab dan hanya memandang lantai di ruangan yang menjadi lebih lengang dari biasanya.

***

Takahiro tersadar dengan rasa nyeri yang terkonsentrasi di bagian tengkuk dan menyebar ke seluruh bagian, dengan vena yang berdenyut keras di pelipisnya berulang kali. Matanya mengerjap kala cahaya lampu berebut masuk melalui pupilnya. Untuk sejenak, ia tidak bisa ingat apa yang terjadi sebelum jatuh tertidur dan apa yang membuat kepalanya terasa sangat sakit, sampai akhirnya ia mengingat perlawanannya yang berakhir gagal, membuatnya menghela lelah.

Matanya mengedar ke sekeliling; ia masih di ruangan itu, ruangan yang mirip kamarnya. Tangannya bergerak hendak mengusap wajah lelahnya--

CLANK!

Namun, tangannya yang terangkat di atas kepala tidak bisa digerakkan dengan sesuatu yang dingin menangkup kedua pergelangannya.

Ia mendongak. Mulutnya langsung mengering kala ia melihat kedua pergelangan tangannya diborgol, dan borgol itu terikat ke kasur yang ia tiduri oleh rantai pendek.

Toruka: Pulling Back [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang