Tepat pukul 05.00 WIB, alarm dari telepon genggam yang lebih smart dari pemiliknya berhasil ngebangunin dan nyeret aku dari mimpi buruk ke kenyataan yang __ mungkin__ jauh lebih buruk, kalau engga di syukuri.
Untungnya, aku termasuk orang yang cukup pandai bersyukur dibanding manusia modern kaya raya yang lebih milih mati overdosis karena alasan kebahagiaan.
Kalau orang lain bilang separuh masalah akan hilang ketika kita punya tampang yang rupawan, buatku itu engga seratus persen bener.
Separuh masalah akan hilang kalau kita punya duit yang banyak, bukannya matre tapi lebih ke realistis ajasih. Kalo punya duit, apa yang gak bisa kita dapetin? Tampilan yang good looking? Gampanglah, wajah yang mulus tanpa dosa? Kecil! Teman yang selalu ada? Sudah pasti, itumah paket lengkap.
Dan yang paling menarik adalah, kita bisa berbagi lebih banyak dengan orang lain. YUP, obsesiku punya banyak uang adalah buat berbagi.
Ngomong-ngomong, sekarang aku perlu menjalankan salah satu kewajibanku sebagai seorang muslimah, yaitu sholat shubuh. Iya itu alasanku menyalakan alarm jam segini.
Selesai sholat shubuh biasanya aku suka bingung mau ngapain, tapi balik tidur lagi adalah hal yang hampir nggak pernah aku lakuin, kenapa? Karena aku suka udara pagi yang masih segar dan belum tercampur polusi.
Aku pernah dengar kalau katanya alasan udara pagi terasa lebih sejuk adalah karena belum tercampur dengan nafas para pemalas yang masih terbungkus selimut. Well, mungkin ada benarnya walaupun sebetulnya ada penjelasan yang lebih ilmiah.
Tapi sekarang aku harus siap-siap pergi ke salon kalo gamau telat di acara wisuda. IYA GUYS AKU WISUDA!! Sebenernya engga seseneng itu juga sih karena hidup yang sesungguhnya baru kerasa selesai wisuda.
----
Disini sekarang aku, duduk di kursi penumpang mobil Avanza dan terjebak macet dalam perjalanan ke acara wisudaku, bersama orang yang katanya bernama Andi. Eitss jangan salah sangka dulu human, dia bukan pacarku. Mobil beserta yang nyupir adalah kemurahan hati pemilik salon buat aku yang udah hampir telat wisuda. Tapi kayanya cukup sampe disini aja deh aku gamau lebih telat lagi ke acara wisudaku.
"Mas, kayanya saya turun disini aja deh. Saya cari tumpangan motor aja biar lebih cepet sampe," aku membuka obrolan pertama sama mas nya dengan lumayan panik karena takut telat.
"Iya mbak, gapapa. Bagus malah biar gak telat mbak nya." Aku tersenyum.
"Mau saya bantu carikan tumpangan?" tawarnya saat aku masih memperhatikan kaca spion sambil tersenyum lega.
"Gausah mas, saya udah nemu korban buat direpotin. Makasih ya mas, saya turun disini."
"Iya mbak, sama-sama. Hati-hati ya mbak."
Setelah turun dari mobil, aku buru-buru berlari dengan langkah susah payah karena stelan kebaya yang terbungkus toga, ke arah Winka yang lagi ngisi bahan bakar motornya di warung penjual bahan bakar eceran, Pertamini.
"Win, tolong anterin mbak ya. Udah mau telat ini," pintaku pada Winka tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Astagfirullah, mbak!!" Ucap Winka sambil memegang dada, suasananya emang lagi crowded banget wajar kalau Winka gasadar aku datang. "Kaget aku, yaampun mbak kok bisa masih disini sih? Wisudanya kan bentar lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Quarter Life Crisis
Short StoryTiap malem gabisa tidur gegara ngobrol sama diri sendiri. _ Afida Adzkia Rahmat