Hari yang paling ditunggu-tunggu oleh siswa pun tiba. Hari kelulusan. Malam ini acara promnight akan di gelar di gedung mewah. Para siswa memakai dresscode putih. Tampak raut kebahagian yang terpampang di wajah mereka. Namun kegelisahan tercetak jelas di wajah Eina.
bagaimana aku harus memberitahu sahabat-sahabatku, itu yang ada dibenaknya.
"Hai gaes wah kalian tampak cocok memakai pakaian ini" celetuk Cinta menghampiri Eina dan Galih"Iya dong gue gitu loh" timpal Galih
"Kita foto dulu yuk buat kenangan"Mereka berfoto bersama, acara promnight berjalan dengan lancar. Saat keluar dari pintu gedung, Eina menarik lengan Cinta.
"Gaes, gue mau ngomong sesuatu nih"
"Ngomong apa kok muka lo serius amat"
"Gue bakal pergi jauh dari kota ini, gue di minta papa gue buat ngelanjutin kuliah di Desa Kuarang"
"Hah? Serius lo?" Meraka tampak kaget dengan ucapan Eina.
"Iya serius. Dua hari lagi gue berangkat"
"Gila! Desa Kuarang itu dimana?"
"Gue juga ngga tau dimana"
"Serius sayang? Terus hubungan kita gimana?"
"Iya aku serius. Aku juga ngga tau, mungkin kita bakal LDR"
"LDR? Aku ngga siap buat LDR, kamu ngga bisa nolak papa kamu?"
"Ngga bisa Lih, itu sudah keputusan papa aku"
Tin tin. Suara klakson mobil menghentikan percakapan mereka. Eina sudah dijemput papanya.
"Ya udah gue pulang dulu" pamit Eina dengan wajah yang tertunduk.
Eina membuka pintu mobil dan duduk terdiam."Eina kamu sudah beresin barang-barang kamu semua?"
"Sudah, kurang sedikit ma"
"Mama bantu ya?"
Eina menjawab dengan senyuman.
"Ma, papa ngga sayang ya sama Eina?""Kok kamu ngomong gitu sayang, mana mungkin papa ngga sayang sama kamu"
"Kalau papa sayang sama Eina, kenapa papa nyuruh Eina kuliah di Desa Kuarang?"
"Eina, papa pasti punya alasan kenapa papa minta kamu kuliah disana"
Selesai merapikan barang-barang. Eina mengambil handphone-nya.
Ada dua pesan di handphone-nya.Galih :3
Ei kamu serius sama ucapanmu kemarin malam? Kenapa kamu baru bilang? Jujur aku belum siap kalau kita bakal LDR.Galih :3
aku sayang sama kamu, tapi lebih baik hubungan kita sampai disini saja. Kamu jaga diri baik-baik disana.Air mata Eina tiba-tiba jatuh begitu saja. Keputusan Galih membuat hati Eina hancur. Ia membuang handphone-nya ke kasur.
Sinar matahari memasuki celah jendela Eina yang membuat ia terbangun. Eina melihat jam di dinding.
"Sayang kamu sudah bangun, mandi dulu ya kita sarapan terus langsung berangkat"
Hari ini adalah hari keberangkatan Eina. Ia membawa koper dan meletakkannya di pintu.
"Ayo sarapan dulu"
Ia sarapan seperti biasanya, namun dengan perasaan yang tak biasa.
"Kamu habis nangis?"
"Ha? Nangis? E-enggak kok ma"
"Kok mata kamu sembab?""Mungkin kurang tidur aja, soalnya tadi malam ngga bisa tidur ma, hehe"
mampus gue, kalau mama papa tau gue abis nangis gara-gara abis diputusin bisa kena omel lagi.
Jalanan tidak terlalu padat oleh kendaraan sehingga bisa sampai ke bandara dengan cepat. Di perjalanan Eina hanya diam saja. Namun sesekali melihat ponselnya, berharap sahabatnya akan memberi ucapan perpisahan. Nihil. Tak ada ucapan perpisahan dari sahabat sampai ia naik ke dalam pesawat. Orang tua Eina hanya mengantar sampai bandara dan memberi Eina alamat. Dari kota ke Desa Kuarang harus menaiki dua kali pesawat. Mungkin akan sampai di Desa Kuarang pada malam hari.
POV EINA
Ngantuk, capek, lapar itu yang aku rasakan saat ini. Bayangkan saja naik pesawat dua kali dan sekarang harus menunggu ojek. Disini tidak ada taksi ataupun angkot. Setelah setengah jam berjalan mencari ojek, akhirnya aku menemukan ojek. Aku mengatakan alamat tujuanku ke bapak ojek, kenapa aku menggilnya bapak karena perawakannya seperti sudah berkepala tiga. Koperku di taruh di depan dan aku dibelakang dengan tas jinjingku. Mungkin sekitar lima belas menit aku sampai di ujung desa ini.
"Loh pak gue eh saya kan mau ke Desa Kuarang kok disini?"
"Iya nak, kalau mau ke Desa Karuang harus menyeberangi sungai ini karena desanya ada disana"
Gila. Ini gila. Desa macam apa ini. Kenapa harus pake acara menyeberang sungai segala.
"Tunggu disini nak, bapak panggilkan tukang perahunya"Bapak itu berjalan menghampiri bapak tua di warung seberang. berbincang entah ngomong apa karena tidak kedengeran.
Lalu bapak tua itu melambaikan tangan menyuruh aku ke sana. Aku berjalan membawa koper dan tas dengan susah payah ke sana." Adik mau ke Desa Kuarang? Mari saya antar"
Aku hanya menganggukkan kepala. Membayar ojek, lalu menaiki perahu yang menurutku kecil dan aku takut perahu ini rubuh karena sudah tua. Perahu ini mengandalkan kayuhan untuk bisa berjalan. Bapak tua ini terlihat semangat dalam mengayuh, keringat mengalir di pelipis terlihat dari lentera yang diletakkan di ujung perahu untuk menerangi sungai yang semakin gelap.
Setelah sampai aku memberi uang dan bapak tua itu mengucapkan terima kasih lalu menyeberangi sungai untuk kembali ke rumahnya mungkin.
Ku lihat desa ini gelap, seperti tidak ada tanda kehidupan. Terlihat lentera lilin di depan rumah-rumah. Apakah desa ini belum terdapat listrik? Itu yang ada di benakku.
Aku terus berjalan, ku lihat dari kejauhan terdapat semacam pos ronda dan ada orang disana. Aku menghampiri tempat itu untuk bertanya."Permisi pak, apakah benar ini Desa Kuarang?"
"Iya dik, benar. Adik penduduk baru ya?"
"I-iya pak"
"Pak rt, ini penduduk barunya sudah datang" bapak itu berbicara sedikit berteriak.
"Wah selamat datang, adik Eina ya?"
"Iya pak""Mari ikut saya" bapak ini membawa ku ke rumah tanpa cat ini.
"Ini adik bisa tinggal disini dan besok pagi adik akan dikenalkan pada penduduk desa sini"
"Iya terima kasih pak"
Aku membuka pintu rumah ini, ada kursi kayu dan meja kayu. Aku masuk ke dalam, terdapat satu tempat tidur ukuran kecil lengkap dengan lemari dan meja. Aku berjalan lagi ke satu ruangan yang ternyata kamar mandi dan dapur. Ku lihat ke atas, ada lampu berarti ada listrik. Namun aku heran, kenapa tidak ada televisi.
Ah daripada mikir, mending tidur ah capek banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life
Teen Fictionkehidupanku berubah ketika diminta orang tuaku untuk kuliah di Desa Kuarang, desa yang jauh dari beradaban. bisakah Eina menjalani kehidupannya di sana?