Hari pertama aku masuk kampus. Aku deg-degan sampai susah tidur.
"Aku ngga boleh dandan yang mencolok, harus senatural mungkin"
Aku mengoleskan bedak tipis di wajahku tak lupa sedikit sentuhan liptin agar tak terlalu pucat. Aku membawa tasku di bahu lengan kanan, siap untuk berangkat.
Aku berjalan kaki menuju kampus karena letaknya tak jauh dari rumah. Di kampus sudah banyak mahasiswa baru yang datang. Aku melihat ada perempuan seorang diri di bangku taman, lalu menghampirinya."Hai, boleh duduk disini?"
"B-boleh"
Kenapa ekspresinya kaget gitu si, apa aku nyeremen ya karena pake make up tipis.
"Kenalin nama aku Eina, kamu siapa?"
"Aku Bintang, panggil aja Bi. Kamu penduduk baru kan?"
"Iya"
"Kamu cantik ya kalau dilihat dari dekat, ternyata benar rumor yang beredar"
"Ha? Rumor apa"
"Ng-nggak apa apa kok, ayo ke lapangan"
Terik matahari tak membuat semangat kakak tingkat luntur.
Duh kapan si selesainya. Kulitku yang seperti berlian ini bakal gosong kalau berdiri di terik matahari gini.
"Eina kamu kenapa kok ngeliatin tangan terus"
"Eh nggak apa apa kok hehe, kamu ngga kepanasan?"
"Aku udah biasa panas-panasan kalau bantu orang tuaku di sawah"
"Ha? Bantu ngapain? Emang bisa"
"Jangan meremehkan aku ya, aku mah jagonya"
Mungkin ini memang sudah menjadi skenario author, aku dan Bintang satu ruangan. Syukur deh, jadi punya teman ngobrol.
"Ei, kamu sibuk ngga? Kita jalan-jalan di sekitar sini?"
Jalan-jalan? Mau banget, tapi aku kan harus jaga si Joko.
"Emm kayaknya ngga bisa sekarang deh, aku masih harus beres-beres rumah"
"Mau aku bantu?"
"Eh nggak usah, aku bisa sendiri kok. Aku pulang dulu ya, dah"
"Dah"Duh jadi bohong deh.
Aku kaget saat masuk ke dalam rumah. Ada laki-laki telanjang dada sedang duduk di ruang tamu dan tersenyum padaku.
Perasaan tadi aku kunci pintunya. Maling? Masa maling diem aja, senyum lagi."Kamu siapa?"
"A-aku Joko"
"Ha? Demi apa kamu Joko"
"Iya aku ini Joko, Ei"
Kok tau namaku. Aku harus ke kamar buat mastiin.
"Kok ngga ada, dimana bayinya"
"Aku ini Joko""Masa? Kok aku ngga percaya. Coba kamu balik badan."
Lah kok ada bekas luka kayak si Joko? Terus Joko kan masih bayi, masa ditinggal sebentar aja udah berubah jadi dewasa gini. Mana cakep lagi. Duh gila aku ini.
"Kok kamu bisa berubah cepet gitu?"
"Sini aku ceritain..."
Aku dan Awan berjalan keliling desa, Awan menceritakan histori setiap tempat yang kami lewati. Setiap tempat terdapat cerita yang berbeda-beda. Tiba kini aku dan Awan di tempat gua yang pernah aku datangi.
"Disini adalah gua keramat, nenek moyang kita mempercayai bahwa dulu ada seorang anak raja muda baik hati, namun ia mencintai seorang gadis desa biasa. Raja dan ratu sangat marah ketika anaknya diam-diam bertemu gadis itu. Sehingga raja menjadi murka dan mengutuk anaknya menjadi bayi batu di dalam gua itu. Tak ada seorang pun di desa ini yang boleh memasuki gua itu."
Hah? Apa ini? Jadi yang diceritakan Joko itu benar. Yang ku anggap hanya cerita rakyat ini benar adanya?
"Ei, kamu denger kan aku ngomong?"
"I-iya denger kok. Kita pulang aja yuk, kepalaku pusing"
"Baik, aku antar sampai rumah ya"
Aku berbaring di tempat tidurku. Masih memikirkan kejadian yang ku alami sekarang. Aku memang ceroboh. Tapi aku merasa kasihan pada Joko, karena perbedaan tahta ia harus kena hukuman ayahnya. Aku harus membantunya.
"Joko"
"Iya, Ei"
"Kamu masih ingat ngga wajah gadis yang kamu cintai dulu"
"Ngga ingat, aku lupa. Karena udah ribuan tahun aku menjadi batu"
"Coba ingat-ingat"
"Ngga bisa. Yang ada cuman wajahmu yang ada di kepalaku" Joko bicara dengan wajah polosnya.
"Apa si, ngga jelas banget sih kamu kayak asal usulmu juga ngga jelas"
"Abisnya kamu lucu kalau lagi marah"
Blush. Wajahku memerah karena laki-laki sialan yang berotak polos ini.
"Bodo. Kamu harus cari tempat tinggal, jangan tinggal disini. Nanti orang-orang pada curiga sama kamu"
"Terus aku tinggal dimana dong"
"Ya makanya cari. Aku bantuin"
"Yey dibantuin" Joko melompat-lompat seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.
Dasar otak polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life
Teen Fictionkehidupanku berubah ketika diminta orang tuaku untuk kuliah di Desa Kuarang, desa yang jauh dari beradaban. bisakah Eina menjalani kehidupannya di sana?