Prolog

206 90 41
                                    

Jakarta, 2017

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 2017.

Mobil berkecepatan tinggi melintas.

Kencangnya hantaman memecah sunyi, mendengung di telinga. Terdengar pula suara decitan mobil, kemudian bunyi mesin menderu kencang. Mobil kabur setelah menabrak seekor alaskan malamute.

Seorang gadis kecil berteriak memanggil nama anjing piaraannya. Diikuti rengekan serta isak tangis. Air mata tak bisa lagi dibendung.

Gadis kecil menyeret tubuh alaskan malamute ke tepi jalan. Bulu lebat bersimpah darah. Dari hitam dan putih, menjadi merah pekat. Tak ada lagi kendaraan lewat, mustahil mencari pertolongan.

"Pendarahan ... pendarahan ...." Gadis memejamkan sejenak. "Oh!" Ide baru muncul. Jaketnya dilepas untuk disimpan, ia masih mengenakan kaos dan kemeja. Kemeja itulah yang digunakan untuk mengikat perut alaskan malamute, sebagai pengganti perban.

Sialnya lagi, darah justru merembes. Kemeja putih seketika memerah. Mengerikan. "Darah berhenti keluar!" Gadis kecil merengek. Frustasi.

Ia meraih wajah alaskan malamute dengan dua tangan. "Aku memintamu pergi, tapi gak untuk selamanya ...."

Tiba-tiba tubuh alaskan malamute bergerak-gerak tak karuan. Seolah malaikat maut telah memulai pekerjaannya. Gadis kecil takut bukan main. Air mata mengalir deras. Ia tau hewan kesayangannya tak memiliki banyak waktu tersisa. Lantas memeluknya erat, hanya ingin menunjukkan kasih sayang untuk terakhir kalinya.

Kejang berhenti. Sedikitpun gerakan tak terasa lagi. Si gadis kecil perlahan melepas pelukan. Memandang tubuh alaskan malamute terdiam, tak percaya. Hewan itu menutup mata. Seakan-akan membeku. Gerakan napas pun tak terlihat.

Seketika dada terasa sesak. Berkali-kali menggeleng, sulit menerima kenyataan. Bibir telah kelu, tak sanggup bicara.

Air mata membasahi pipi. Mengalir jatuh, menyentuh bulu-bulu lebat alaskan malamute dengan lembut. "Maaf ...," bisik gadis kecil.

Setelah beberapa saat. Gadis kecil menggali tanah, kemudian mengubur jasad alaskan malamute. Sekali isakan terdengar. Beriringan dengan satu tetesan mata. Penuh ketulusan. Jatuh bersama seribu kehangatan. Membasahi tempat anjing piaran kesayangannya bersemayam.

Gadis kecil bangkit. Mengusap wajah. Memastikan air mata tak lagi terlihat pada paras imutnya. Ia menunduk sedikit, lantas beranjak.

Ia pergi. Terus melangkah. Jauh. Hingga tak ada seorang pun di sekitar gang.

Tiba-tiba tanah makam alaskan malamute bergerak. Seolah ada sesuatu yang mendorong keluar dari dalam.
Mendadak tanah tersebut berhambur ke atas, bersamaan dengan dua pasang kaki depan anjing mencuat keluar. Diikuti kepala, badan, dua kaki belakang, hingga ekor. Alaskan malamute berdiri tegak di samping lubang. Mengibaskan tubuh guna menghilangkan tanah yang menempel.

Lalu alaskan malamute mengoyak ikatan kemeja pada perutnya. Dari sela-sela bercak darah, terlihat bekas luka yang kini sembuh total.

Anjing tersebut menggonggong kencang.

CIMO: Cute Ice Malamute BoyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang