Fated✓(1)

185 98 32
                                    

Sean mengemudikan mobilnya dengan kacau. Seakan ia mengabaikan pengendara lain dan hanya dirinya seorang yang berada di jalan. Amarahnya meletup-letup bagai lava yang ingin keluar dari tempatnya. Ia terus memacu mobilnya, tidak perduli seberapa jauh ia berkendara.

Perkataan sang ibu masih terngiang-ngiang di kepalanya, tentang sekelompok mafia yang telah membunuh ayahnya karena mereka ingin merampas semua harta ayahnya.

Dia tidak bisa menerima ini. Hidup dari kecil tanpa ayah dan baru mengetahui tentang kematian ayahnya puluhan tahun kemudian. Dia tidak bisa seperti ibunya, wanita kesayangannya itu terus bersabar menerima kepergian sang ayah dan memilih membesarkan dirinya seorang diri dengan meneruskan usaha sang ayah yang masih tersisa.

Robert Weasley.

Nama bajingan yang membunuh ayahnya. Sean mengacak-acak rambutnya frustasi.

Dia menggeram marah. Demi tuhan. Jika ibunya sudah mengatakannya dari dulu, ayahnya bisa mendapatkan keadilan-dengan di tangkapnya bajingan Robert ke penjara.

Dia terlalu marah pada dirinya sendiri hingga tidak sadar di depannya ada seorang gadis yang mengayuh sepeda hendak menyebrang.

Mata gelap pria itu membulat. refleks kakinya menekan rem sangat kuat hingga ia terantuk ke depan.

Dengan segera, Sean keluar dari mobil dan mendapati seorang gadis yang terjatuh dari sepeda. Hal pertama yang ia lihat dari gadis itu adalah rambut merah ikalnya yang langka. Sean bisa melihat air mata yang jatuh dari pelupuk mata gadis itu. Tidak, Sean tidak sampai menabraknya. Mungkin karena gadis itu kaget hingga terjatuh. Gadis itu terlihat memunguti kue-kue cupcake yang berceceran. Bahkan Sean tidak bisa melihat bentuk aslinya. Kue-kue itu sudah hancur.

Sean masih mematung di tempatnya, terlalu kaget dengan apa yang ia perbuat. Dalam sekejap, jalanan itu menjadi ramai. Sean tersadar saat mendapat tepukan pelan di bahunya.

"Hei bung, lain kali hati-hati jika menyetir."

Sean meminta maaf pada pria bertubuh gempal yang barusan menasihatinya. Ia melangkah maju, mendekat pada gadis yang kini beringsut berusaha memecah kerumunan dengan mengayuh sepedanya yang berisi kue-kue hancur yang ada di keranjang.

Tapi terlambat, gadis itu sudah mengayuh sepedanya sejauh mungkin, hingga Sean tidak bisa mengejarnya.

***

Sean ingin menenangkan pikirannya dari kejadian tadi siang. Ia memarkirkan mobilnya di parkiran tepi danau. Seperti malam Minggu biasanya, danau ini selalu dipenuhi anak-anak yang ingin menyalakan kembang api bersama orang tua mereka atau sekedar menikmati jajanan yang dijual pedagang keliling.

Sean duduk di hamparan rumput. Ia mengingat masa-masa dimana ia berumur lima tahun dan ibunya selalu membawanya ke danau ini.

Mereka menyalakan kembang api bersama, lalu menikmati jajanan sekitar hingga larut malam. Ibunya sungguh wanita yang hebat. Merawat dan mengajarkannya untuk tidak membenci siapapun, bahkan selalu menuruti kemauannya.

Ia tersenyum kecut pada anak laki-laki yang sedang memohon pada ayahnya untuk menyalakan kembang api, lalu sang ibu mendekat dan ikut memegang kembang api. Sungguh keluarga yang lengkap dan sempurna yang tak akan pernah dirasakan oleh Sean.

Lalu ia mendaratkan pandangannya pada seorang gadis berambut merah ikal yang duduk mengamati kembang api. Sendirian.

Sean hampir terlonjak dari tempatnya menyadari bahwa gadis itu-yang ia tabrak tadi siang!

Ia bergegas menghampirinya sebelum gadis itu menghilang lagi. Sean mendaratkan tubuhnya tepat di samping gadis itu yang membuat ia menoleh keheranan.

Fated✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang