(12) a good start

171 32 31
                                    

"Darah Ares ternyata cocok Bu," kata Dokter itu, spontan membuat Rilan kembali tersenyum.

Ares yang mendengarnya pun ikut senang, seraya menoleh pada Nada dan Inggrid yang juga menggulum senyum tipis. "Ares, kamu mau mendonorkan sebagian darahmu pada Alma?" tanya Dokter ingin memastikan.

Ares mengangguk cepat. "Iya Dok, saya mau," balas Ares bernafas lega.

"Baiklah, mari ikut saya ke ruang—"

"Tunggu dulu!" potong seseorang dengan suara khasnya. "Jangan ambil darah dia, lebih baik ambil darah saya," sambungnya membuat semua sontak terkejut atas kedatangannya.

"Maaf, Bapak siapa?" tanya Dokter itu nampak heran.

Orang tersebut berdehem pelan, kini dirinya tengah sibuk merapihkan penampilannya. "S-saya," sahutnya terbata-bata. "Saya Argos, orang yang selalu mendonorkan darahnya ke rumah sakit ini," lanjut Argos berusaha meyakinkan.

Nada menoleh cepat, spontan mendekat pada Argos yang tengah bingung karena sikapnya. "Eh, ada cowo ganteng," sahut Nada membuat Argos menautkan alisnya bingung. "Siapa tadi namanya? Argos ya?" tanya Nada kian membuat semua orang semakin bertanya-tanya. "Kenalan dulu dong, gw Nada, cantik 'kan? Iya pasti atuh, Adeknya aja ganteng," kata Nada amat percaya diri.

Ares bergidik ngeri, spontan mundur untuk bernafas. "Mba Nada emang cantik, tapi jangan bawa-bawa Ares juga dong," balas Ares sukses membuat Nada lagi-lagi menoyor keningnya spontan. "Diem dulu dek," omel Nada sinis.

"Kenapa emangnya, ko Ares gaboleh donorin darahnya buat Alma?" tanya Nada blak-blakan.

Argos menghela nafas. "Ares juga tengah dalam masa pemulihan, walaupun terlihat baik-baik saja, tidak mungkin juga orang yang tengah sakit memberikan darahnya pada orang lain, saya cuma takut ketika darahnya diambil, kondisi dia yang malah memburuk," tutur Argos panjang lebar.

Nada manggut-manggut mengerti, sementara Rilan kini mulai buka suara. "T-tapi, apa golongan darah anda sama dengan anak saya?" tanya Rilan sontak dibalas anggukan cepat Argos padanya. "Tentu, darah saya sangat cocok, jika tidak, mana mungkin saya menawarkan diri," sahut Argos membuat Ares menatapnya dengan curiga.

"Tapi saya mau, darah saya yang ada didalam tubuh Alma," celetuk Ares nampak memaksa.

Inggrid tersenyum, perlahan mendekati Ares. "Ares, yang terpenting sekarang, Alma bisa sembuh, dan kamu juga sembuh, Nak." pungkas Inggrid membuat Ares tersenyum kikuk. "Tapi belum tentu juga, darah dia sama dengan Alma," tuturnya membuat Argos agak kewalahan. "Baik, baik, mari periksa darah saya agar kamu percaya," sahutnya membuat Ares memalingkan wajah.

Tukh

"Awh, Mba, sakit tau," protes Ares menatap Nada sebal. Nada terkekeh, lalu menepuk-nepuk pundak Ares antusias. "Udah sih dek, jangan ribet deh, Aa Argos ini udah baik mau gantiin kamu, biar kondisi kamu gak memburuk juga, kan ga lucu kalo nanti Alma sembuh, eh malah kamu yang tepar." jelas Nada membuat Argos menyerngitkan keningnya heran. "Aa?" tanya Argos pada Nada.

Nada mendelik. "Iya! Udah ah, buru atuh periksa dulu darahnya, abis itu kita tukeran nomor handphone," ujar Nada mendorong-dorong Argos yang semakin kebingungan atas tingkahnya.

"Mari Pak," ajak Dokter tersebut pada Argos yang perlahan pergi untuk memeriksa golongan darahnya.

"Mba apaan sih," kata Ares tiba-tiba. Nada nampak santai, seraya tersenyum tipis seolah sedang berfikir. "Kenapa dek?" tanya Nada pada Ares yang terlihat amat kesal.

Nada menoleh, dirinya tertawa amat kencang saat melihat Ares tengah mengerucutkan bibirnya sebal. Bagi Nada ini fenomena yang langka, karena Ares jarang sekali memasang ekspresi menggemaskan seperti itu.

"Hahaha! Udah dek, ga kuat Mba," kata Nada dengan tawanya yang menggelegar se—rumah sakit ini.

Ares mendelik. "Mba tuh yang kenapa, udah tau Ares yang mau donorin darahnya ke Alma, kenapa malah ngebela Om-om yang tadi coba," protes Ares menatap Nada yang juga tengah menatapnya. "Terus?" sahut Nada amat santai.

"Kita nggak tau apa alesan dia ngelakuin itu Mba, Ares sedikit khawatir sama kondisi Alma," sambung Ares tak gentar.

Nada berdehem pelan, dirinya kini mengatur nafasnya, agar kembali stabil. "Kamu yang berlebihan," sahut Nada membuat Ares kini malah beranjak pergi. "Kebiasaan, main pergi aja, gaboleh gitu dek," sewot Nada agak lantang.

Ares menghela nafasnya gusar, perlahan menatap Nada malas. "Yaudah seterah Mba, Ares mau ke kamar mandi," jawab Ares pelan.

Nada mengangguk. "Ooo, Mba kira mau kemana," kata Nada mengelus rambut Ares gemas. "Ngaku aja sih dek padahal, kamu cemburu 'kan?" jahil Nada menaik-turunkan alisnya.

"Apa itu cemburu?"

a r e s

"Gea, Lo liat deh foto Ares, dia ganteng banget ya 'kan?" tanya Oliv spontan dibalas anggukan cepat Gea.

"Iya, terus kenapa?" tanya Gea bingung, dirinya kini tengah menyantap sepotong roti sandwich bersama Oliv dan Ira dikantin sekolah.

"Lo gak suka gitu sama dia, Ge?" tanya Ira membuat Gea menopang dagunya berfikir.

"Suka sih, cuma kan udah ada Alma," sahut Gea nampak malas. "Lagian juga, kayanya Ares bukan tipe cowo yang gampang dideketin gitu," sambung Gea melahap kembali roti miliknya.

Oliv dan Ira sontak tertawa, membuat Gea menautkan alisnya kebingungan. "Kenapa?" tanya Gea heran.

"Ya ampun, Ge. Lo itu cewe tercantik disekolah ini, masa mau kalah sama modelan kaya Alma sih," tuturnya berniat memprovokasi.

Gea berdehem pelan, menoleh pada Oliv dan Ira yang kini masih tertawa. "Ya terus gimana?" tanya Gea bertubi-tubi.

"Lo suka tantangan 'kan? Masa cuma bikin Ares berpaling dari Alma, dan bikin dia suka sama lo, gitu aja gabisa sih," tutur Oliv diangguki Ira yang nampak setuju dengannya. "Iya Ge, betul banget, secara lo tajir, kaya, cantik, pinter, primadona sekolah lagi, cowo mana sih yang nolak suka sama modelan kaya lo." sambung Ira membuat Gea kini tersenyum tipis.

"Ouh gitu," balas Gea seraya merapihkan kotak bekalnya. "Oke, bakal gw pikirin lagi soal ini," sambung Gea beranjak pergi.

Oliv dan Ira nampak girang, keduanya kini saling bertatap pandang juga bertos ria atas kesuksesannya mempengaruhi Gea.
















"Ups—tapi sorry, kayanya gw enggak tertarik tuh," kata Gea menoleh ke belakang, perlahan pergi dengan menghela nafasnya lega.

*

Bogor, 10 Juli 2020

©smaryani_

Dia Ares! Malaikat yang terkutuk [PROSES PENERBITAN✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang