(28) good prefix

74 18 26
                                    

"Bagaimana jika Ares bukan Adik kandungmu, apa kamu bisa menerimanya Nada?" tanya Argos lagi menatap manik mata Nada kian mendalam.

Nada tertegun, perlahan menatap Argos canggung. "Ha-ha, apaan sih, enggak jelas." sahut Nada terkekeh.

Argos menghela nafasnya gusar, seraya kembali melanjutkan perjalanannya. Dan—belum sempat beberapa meter ia melangkah, lagi-lagi Nada memanggilnya, kali ini dengan teriakan yang sangat kencang.

"Lo mau kemana? Main tinggal aja," kata Nada yang tengah berteriak tersebut.

Argos menoleh, membalas tatapan Nada dengan raut wajah sendu. "Saya ada urusan, jaga dirimu baik-baik," timpal Argos tersenyum, perlahan melangkahkan kakinya menjauh, meninggalkan Nada yang tengah terkejut akan ucapan Argos tadi.

"A-apa, d-dia, khawatir sama gw?" Nada bertanya seraya menunjuk dirinya sendiri, senyuman kembali muncul pada raut wajahnya, lengannya kini terangkat spontan melambai-lambai ke atas, memberi salam perpisahan pada Argos yang terlihat kian menjauh. "Hati-hati ya Argos!" teriak Nada nampak semangat.

"Mba," panggil seseorang, reflek Nada menoleh, lalu menepuk singkat pipi orang itu, yang tak lain adalah Ares.

Puk

"Awh, sakit tau Mba. Main pukul aja," sewot Ares menatap Nada yang kini tengah terkekeh.

"M-maaf ya Ares, tangan Mba reflek soalnya," tutur Nada merayu Ares yang kini tengah mendengus sebal.

"Iya deh, em, Mba kesini jemput Ares 'kan?" tanya Ares memastikan. Nada menautkan alis, seraya berfikir kembali akan suatu hal. "Ah—iya! Mba kesini mau jemput kamu, yaudah ayo, kita pulang langsung ok?" ucap Nada merangkul spontan pundak Ares.

Ares mendadak menghentikan langkahnya, membuat Nada bertanya-tanya seraya menatapnya heran. "Kenapa dek, ada yang ketinggalan ya?" tanya Nada seraya menatap Ares lekat.

Ares menggeleng, seraya menolehkan pandangannya ke arah belakang, untuk mencari keberadaan seseorang. "Sebentar, Alma pulang bareng kita aja ya Mba," tutur Ares menatap Nada memohon. "Ares agak khawatir kalo Alma pulang sendiri dalam keadaan yang kayak gitu," sambung Ares dengan lengan yang tengah menggaruk tekuknya gatal.

Nada spontan mengangguk, lalu mengacak-acak rambut Ares gemas. "Iya dong, samperin Alma sana, kelewatan banget kalo kita ninggalin dia dek, secara kamu sama Mba itu kan sepupunya Alma..," pungkas Nada tersenyum, sedangkan Ares mendadak terdiam membeku, sesaat setelah mendengar pernyataan Nada tersebut.

"Sepupu?" tanya Ares.

Nada mengangguk, kembali tersenyum untuk ke sekian kalinya. "Iya sepupu, yaudah sana samperin Alma, Mba duluan ke mobilnya, GPL, kalo lama Mba tinggal." tukas Nada melambaikan lengannya, seraya mulai menjauh dari Ares.

"Oh, ternyata sepupu ya?" gumam Ares pada dirinya sendiri

—a r e s—

Esok harinya...

00.00 WIB

Ares kini berada didalam kamarnya. Dia tengah duduk di meja belajarnya, ditemani selembar surat yang ingin segera dibaca olehnya sekarang.

"Hari ini saya genap memasuki usia tujuh belas tahun, entah apa yang akan terjadi ke depannya nanti, saya harap semuanya akan tetap baik-baik saja." mohon Ares seraya menutup matanya, dia melakukan permohonan tepat pada saat pergantian hari ditengah malam yang sunyi itu.

Klek

Ares membuka surat itu secara hati-hati. Itu surat yang diberikan Alma saat bertemunya tempo hari, dan Alma bilang bahwa jika ingin membacanya, maka Ares harus menunggu ketika dia sudah genap berusia tujuh belas tahun.

Dia Ares! Malaikat yang terkutuk [PROSES PENERBITAN✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang