3

309 48 5
                                    

Setelah menebus biaya pengobatan ringan yang dialami Minju barusan, Hyunjin langsung menemui Minju yang sedang duduk di atas ranjang klinik. Beberapa perban sudah menempel di lengan dan kakinya.

Hyunjin melebarkan mata saat Minju spontan menangis, meratapi layar Iphone nya yang sekarang sudah retak.

“Lo kenapa nangis sih? Dilihatin orang-orang tau.” Ucap Hyunjin gemas.

“Gara-gara lo nih! layar ponsel gue jadi hancur!” Isak Minju, memperlihatkan layar ponselnya yang hancur kerena kecelakaan tadi pagi.

“Dimana-mana orang tuh kalau habis kecelakaan nangis gara-gara luka. Elo nangis karena layar ponsel retak?”

“Sakitnya nggak seberapa tahu sama hancurnya layar ponsel gue! Pokoknya lo harus ganti gimanapun caranya!” Tuntut Minju, masih berlinang air mata.

“Ck, iya-iya. Sekarang lo berhenti nangis bisa nggak?”
Minju menurut dan menghapus jejak air matanya di kedua pipinya setelah itu menurunkan kakinya ke lantai.

Karena keadaan kaki yang memar, Minju harus menahan sakit saat memaksa kedua kakinya untuk berjalan. Ia berkali-kali meringis kesakitan.

Hyunjin yang berjalan duluan darinya ikut menoleh dan mendapati Minju yang tertinggal jauh di belakangnya.

“Lo masih bisa jalan nggak?” Tanya Hyunjin.

“Bisa.” Jawab Minju singkat.

“Bohong.” Hyunjin berjongkok membuat Minju mengerutkan keningnya bingung. Hyunjin kembali bersuara, “Cepet naik.”

“Ih apaan orang gue masih bisa jalan kok, dasar mesum!” Cerocos Minju.

Hyunjin menghela napas pelan sebelum akhirnya ia bangkit dan menggendong tubuh Minju di bahunya. Minju yang kini berada di gendongannya pun hanya bisa memberontak hingga akhirnya Hyunjin mendudukkannya di dalam mobilnya.

“Ngapain sih lo pakai gendong-gendong gue segala?! Gue kan bisa jalan sendiri?!” Protesnya.

“Berisik.” Hyunjin melajukan mobilnya meninggalkan klinik.

Minju masih kesal dengan sikap dingin Hyunjin. Jadinya mereka tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata apapun hingga beberapa menit.

“Rumah lo dimana? Biar gue anter.” Hyunjin akhirnya membuka suara duluan.

Wajah Minju berubah menjadi muram, “Gue... sebenernya... kabur dari rumah.”

Hyunjin sudah tahu jawaban itulah yang akan keluar dari mulut Minju. Sebetulnya Hyunjin sendiri sudah mengetahui bahwa kedua orang tuanya menjodohkannya dengan Minju. Hal tersebutlah yang membuat Hyunjin menjadi bersikap dingin padanya.

“Eumm, Hyunjin... boleh nggak... gue... nginep di tempat lo beberapa hari?” Minju mengucapkan kalimat tersebut dengan sangat hati-hati. Ia takut-takut melirik Hyunjin yang sedang fokus mengemudi.

Merasa diperhatikan, kini Hyunjin balik melirik Minju yang sekarang menatapnya memelas, “Please?”

“Gue punya Villa.”

Minju terbelalak mendengar jawaban Hyunjin barusan, “BENERAN??” ia meninggikan suaranya setelah itu menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangannya, “Ups, maksud gue, lo ngebolehin gue nginap di Villa lo beberapa hari kedepan gitu?”

“Hm.” Sahut Hyunjin.

“Cuma gue sendiri?” Nada bicara Minju semakin tinggi, sudah siap untuk memekik kesenangan.

“Ada gue.”

“Hah?! Kok sama lo?!”

“Untuk menghindari penyalahgunaan barang.”

“Enak aja! Lo kira gue pencuri?!”

Hyunjin melirik Minju sekilas setelah mengumpulkan kesabaran. Ia tidak mungkin mengaku pada gadis ini bahwa posisinya juga sedang kabur dari rumah. Minju tidak boleh tahu jika Hyunjin adalah calon pemuda yang ingin kedua orang tuanya jodohkan dengannya.

“Masih mending gue kasih tempat tinggal. Cerewet banget.”

Minju terkekeh, “Hehehehee iya-iyaaa maaf ya Hyunjin ganteng.”

Satu AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang