Pagi itu kamu sedang duduk di teras rumahmu, menikmati secangkir teh hijau hangat, ditemani mentari pagi yang menyapamu dengan lembut. Sekitar pukul 8 pagi tepatnya, riuh sekali jalanan pagi itu. Ramai orang-orang berlari-lari kecil mengitari kompleks, banyak juga suara ayunan sepeda entah yang mengendarai anak kecil, bapak-bapak, ibu-ibu, ramai sekali. Ada juga suara mangkuk yang dipukul dengan sendok, menandakan Abang penjual bubur sudah datang.
Rasanya malas sekali pagi ini untuk setidaknya keluar menyapa rumput yang berembun didepan rumah. Akhirnya kamu hanya duduk, hanyut membaca novel "Matahari" yang merupakan seri ke-3 novel Bumi milik Tere Liye. Novel itu bercerita tentang dunia paralel. Kamu sangat masuk kedalam ceritanya, memimpikan untuk memiliki kekuatan seperti Raib yang dapat menghilang, ataupun Seli yang dapat mengeluarkan petir, bahkan ingin juga seperti Ali yang genius sehingga mampu membuat kereta terbang sendiri.
"Mustahil" pikirmu.
Tepat setelah kamu menghabiskan halaman terakhir bukumu, laki-laki itu datang, membuka pagar rumah mu. Seperti sudah terbiasa. Nafasnya tak teratur, keringatnya menetes dari setiap ujung rambutnya. Pakaiannya mengisyaratkan dia baru saja lari mengitari jalanan. Kamu sudah tidak asing dengan kehadirannya di pagi-pagi seperti ini, ini adalah salah satu kebiasaannya yang kamu sudah hafal di luar kepala.
Dia teman kecilmu, Jangjun.
Dia berjalan menuju ke arahmu, duduk dibangku yang kosong disebelahmu. Tanpa basa-basi, dia langsung menyeruput teh milikmu yang tinggal separuh sampai tak tersisa. Belum ada 1 menit dari kebiasannya yang jahil itu langsung dia berulah lagi. Dia langsung mengambil buku yang ada ditanganmu, sedangkan kamu hanya menatapnya dengan tatapan kesal bercampur senang tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulutmu.
Dia membolak-balikkan halaman buku itu, sepertinya membacanya sekilas.
"Jangjun, kamu percaya dunia paralel itu ada atau tidak?" Kamu bertanya pada laki-laki itu untuk memecahkan suasana dan untuk sedikit menjawab rasa pensaran mu.
"Tidak, kenapa? Kalaupun ada kita tidak tahu letaknya dimana" Jawabnya sambil terus mengganti halaman buku tersebut.
"Hmmm.. Bagaimana kalau aku ini ternyata keturunan klan bulan? Atau matahari? Dan aku memiliki kekuatan besar yang selama ini aku tidak tahu?" Tanyamu pada laki-laki itu.
"Kenapa kamu ingin memiliki kekuatan?"
"Untuk melawan orang jahat mungkin?"
"Dengar, kamu sendiri sudah menjadi kekuatan untukku untuk melawan siapapun yang akan berbuat jahat kepadamu. Bahkan dunia ini sekalipun" Jangjun menutup bukunya, dan matanya berbalik menatap kamu.
"Jadi tidak usah memimpikan hal-hal yang tidak masuk akal. Tetap berada di sampingku, dan aku akan terus melindungi kamu. Karena kekuatanku ada padamu"Pagi ini indah, lebih indah dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot -Golden Child-
FanfictionCerita ini dibuat hanya untuk kesenangan semata. Penulis masih belajar untuk dapat menulis dengan baik dan benar, jadi mohon dimaafkan apabila ada kesalahan penggunaan kata. Terimakasih untuk yang sudah berkenan membaca, selamat membaca! Semoga s...