O3. Hamada

3K 621 50
                                    

Biarkan saya mendekatimu meskipun saya tau kamu tidak menganggap saya lebih dari monster.

;

November, 2018

"Aku pulang sendiri aja."

Abina mengelak pelan dari orang yang ada di depannya. Orang itu cukup menghela nafas pasrah.

"Abina, ini sudah malam. Saya tidak mau kamu kenapa - napa."

Dengan alasan yang sama lelaki itu mencoba membujuk Abina untuk kedua kalinya. Ia masih setia membukakan pintu mobil untuk Abina. Dengan tatapan yang masih kelewat datar, orang itu menajamkan matanya ke arah Abina.

"Iya, aku masuk."

Tentu saja. Abina tidak punya pilihan lain, ia harus mengikuti kemauan orang itu. Ia masuk ke dalam mobil dengan sedikit kesal. Hei tentu saja siapa yang tidak kesal saat orang aneh yang baru kau temui beberapa bulan lalu selalu memaksa dan menyuruhmu melakukan sesuatu.

Jangan tanya sudah berapa kali Abina mencoba menolak. Ia sudah melontarkan banyak umpatan dan cacian pada orang aneh itu, namun Asahi tetap tidak bergeming. Ia tetap pada niat awalnya, mendapatkan hati Abina. Namun tetap saja sekeras apapun Abina mengelak tidak bisa dipungkiri hatinya berdesir saat lelaki itu memperlakukannya dengan hangat dan sopan.

Bodoh kamu Abina.

Itu yang Yoshi katakan saat melihat Abina berkali - kali tidak bisa menolak permintaan Asahi. Abina selalu bisa mengelak ia menuruti Asahi hanya karena kasihan dengan anak itu. Tapi dalam hatinya sendiri ia tidak bisa memastikan apakah itu kasihan atau memang keinginannya sendiri.

"Abina, masih risih dengan saya?"

Itu Asahi yang bertanya guna memecah keheningan di antara mereka. Abina menoleh sejenak, memastikan lelaki itu bertanya dalam suasana hati baik atau sebaliknya.

"Udah enggak."

Ada ketulusan yang tidak Abina sadari dari perkataannya sendiri.

"Saya maksa kamu banget ya?"

Iya.

"Enggak, Asahi."

Asahi mencetak senyum tipis pada bibirnya. Abina memang tidak pandai berkata - kata, tapi sekali ia memanggil Asahi dengan namanya pasti Asahi akan luar biasa senang.

"Maaf ya Abina, tapi biarkan saya mencoba masuk ke hati kamu sekalipun kamu menganggap saya sebagai monster."

Abina masih tidak bergeming. Hatinya sedikit ngilu mendengar Asahi menyebut dirinya sendiri seorang monster.

Abina tidak menjawab, tapi ia tidak membenarkan juga ucapan Asahi. Perlahan namun pasti, Abina yakin hatinya mulai merasakan perbedaan saat bertemu manusia gila ini.

. . .

Mei, 2019

"Asahi bangun dong!"

Tanpa membuka mata Asahi sudah hafal betul siapa yang berani mengusiknya pagi buta begini.

"Abina, ini masih jam 4 pagi. Saya baru tidur."

Meskipun tidak membuka mata, Asahi masih menyempatkan diri untuk sekedar menjawab gadis itu.

"Tapi kamu ada tugas seminar satu jam lagi, jangan bilang kamu lupa?"

Raut muka Abina berubah khawatir. Ia segera menuju lemari lelaki itu, dan benar saja lelaki itu bahkan belum menyiapkan satu baju pun untuk dibawa pergi. Kopernya masih kosong melompong.

"Tuh kan beneran lupa!"

Abina mengerucutkan bibirnya malas. Sudah berapa kali Asahi melupakan hal penting seperti ini. Jika ditanya kenapa pasti Asahi akan menjawab, "kan ada kamu jadi saya bisa tenang."

"Ayo cepetan mandi, aku siapin dulu baju kamu."

Abina melunakkan suaranya. Ditatapnya lelaki yang masih mengenakan kaos putih tipis dan raut kelelahan yang terpancar jelas dari mukanya.

"Saya gak papa, Abina. Saya hanya kelelahan."

"Iya, tau."

Abina enggan menjawab lebih jauh. Ia segera mengemas beberapa baju Asahi untuk dimasukkan ke dalam koper. Diliriknya sebentar tangan Asahi yang penuh luka sayat baru, sepertinya Asahi ingin membuat lukisan baru.

Mungkin itu juga sebabnya Asahi tidak pernah mau menggandeng Abina saat mengajaknya jalan. Tunggu, jangan berpikir mereka sudah sampai dalam tahap lebih lanjut. Seperti kata Asahi, ia tidak suka pacaran, ia memilih berkomitmen yang menurut Abina cukup membingungkan juga.

Apa gunanya komitmen jika tidak ada kepastian di dalam hubungan mereka?

Jangan tanya juga kenapa Abina bisa sampai di rumah Asahi pagi itu. Sebenarnya Abina sudah menduga Asahi tidak akan siap tepat waktu, maka ia memutuskan untuk langsung pergi ke rumah lelaki itu. Toh orang tua nya tidak peduli.

Sepertinya baru beberapa hari yang lalu Abina menganggap lelaki didepannya ini sebagai psikopat yang melukis dengan darah dan orang gila yang mendekatinya tiba - tiba.

Namun lambat laun Abina mulai terbiasa, tidak, lebih tepatnya Abina mulai tergantung pada Asahi. Abina terlalu jatuh dalam pesona lelaki itu. Meski kesan pertama yang ditinggalkan jauh dari kata bagus, Abina merasa ia dan Asahi ditakdirkan untuk bersama.

Mereka cocok, karena mereka sama - sama gila.

Asahi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang